Tidak mendapati Papi di meja makan sudah menjadi awal pagi yang baik untuk Inges. Serta tidak ada orang yang akan membuat telinganya sedikit berdengung untuk satu minggu ke depan. Mungkin-mungkin nih ya, tidak akan ada orang yang percaya kalau Papi yang modelannya mirip om-om di tiktok dengan stelan jas mewahnya itu hobinya tiap pagi mengomeli Inges dengan gaya berkacak pinggang ala ibu-ibu.
Inges tidak habis pikir dengan tingkah Papi yang overprotektif itu. Meski begitu, untuk satu minggu ke depan meja makan ini hanya akan terisi oleh Inges seorang. Bersama sehelai potong roti tawar yang sudah ia olesi dengan selai cokelat favoritnya, Inges mengakhiri sesi sarapannya penuh sunyi.
Beberapa kali, tangannya akan terangkat-menekan pelipisnya sejenak untuk meredakan pening akibat alhokol dari Baron sialan itu! Bisa-bisanya Inges meladeninya, dan berani-beraninya Baron melakukan hal itu.
Untung saja, penjaga club yang baik hati membawanya pulang. Kata Mbak Nanih sih, tadi malam itu Inges diantar oleh cowok berbadan besar, ya sudah jelas sekali itu pasti penjaga club. Benar-benar definisi, cowok besar berhati hello kitty.
Awalnya, bagun tadi Inges sempat parno sendiri. Tau kan kalau malam tadi Inges berhasil ditumbangi oleh Baron. Ini akan terdengar bodoh dan sedikit konyol, tapi begitu bangun Inges langsung berdiri dan berlari-larian di dalam kamar. Kan katanya nih, kalau bagian bawah sakit berarti-intinya punya Inges tidak sakit sih.
Jadi-aman!
Dan yang lebih amannya lagi, Papi tidak melihat kejadian itu semua, dan akan lebih aman lagi kalau Papi tidak mengetahui. Untungnya Mbak Nanih tipe pembantu yag kalau kerja ya kerja saja, tidak model pembantu yang seperti Inges lihat ada di tiktok.
Sisa gigitan roti Inges habiskan di dalam mobil, dengan diantar oleh Pak Nadir a.k.a supir rumah sekaligus tukang kebun a.k.a suaminya Mbak Nanih. Sepatu putih dengan logo tanda centang hadiah ulang tahunnya dari Papi bulan lalu menginjaki halaman sekolah.
"Pak Nadir nyetirnya cepet banget, pala gue makin pening."
Inges memasuki area sekolah, berjalan tanpa beriringan dengan siapapun. Well, semua orang tahu Inges tidak punya teman di lingkungan sekolah. Dan Inges tidak pernah keberatan dengan hal itu. Bukan suatu keanehan tidak mempunyai teman kan? Namun, meskipun begitu bukan berarti kehidupan SMA-nya berjalan dengan tenang setenang Papi waktu tidur.
Apalagi mendapat seorang cewek keturunan cindo yang sudah berdiri di depan pintu kelasnya. Namanya Olin, Tapi kerjaannya mencari masalah dengan Inges. Hanya perkara soal Inges yang tidak sengaja keceplosan kalau kalung dengan brand terkenal yang Olin pakai waktu itu ternyata kw. Dan sayang sekali, ada orang yang mendengarkannya kala itu lalu terjadilah yang namanya proses mulut ke mulut.
Olin saja yang baperan.
Olin tentu tidak sendirian, ada dayang setianya di belakang bernama Lili. Dan begitu keberadaan Inges mereka dapati, keduanya berdiri tegak. Tapi kali ini, Inges tidak menemukan hawa-hawa api disekitarnya.
"Gimana pagi lo, Nona Inges?" tanya Olin, dan itu terdengar aneh di telinga Inges. "Dari wajah-wajah lo yang lesu, kayaknya lo udah sadar ya? Baron akhirnya ngebuang lo ya kan?"
"Yaelah, kalau mau Baron ambil aja. Nggak usah gegayaan mau saingan deh, udah berapa kali gue bilang kalau gue nggak suka sama tuh cowo. Baron aja yang ngejar-ngejar gue." Inges membalas dengan nada jengah sambil memutarkan bola matanya dengan malas.
Wasting time di pagi hari.
Olin reflek mengangkat tangannya dengan gerakan yang kapan saja siap menamparnya, Inges tetap tenang melihat hal itu. Well, siapa yang berani menampar anak kesayangan guru seperti Inges?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Kodok
Подростковая литератураSejak fotonya dalam keadaan mabuk tersebar seantero sekolah, Inges menjadi buah bibir paling hangat di SMA Ancangan. Sebenarnya masalah utamanya bukan karena dia mabuk. Melainkan di dalam foto itu Inges tidak sendiri, ada seorang cowok anggota himpu...