Pagi ini burung tak terdengar berkicau meski langit di luar sana sangat cerah. Matahari mulai naik ke permukaan dan menyorotkan sinar hangatnya yang mengenai kulit. Namun di dalam sebuah unit apartment terdapat dua manusia berbeda usia yang justru menampilkan mendung pada wajahnya.
Entah berapa lama Renjun telah terduduk di sofa dengan memangku sang anak yang tengah menangis, yang jelas telinganya hanya berdengung suara tangisan Chenle yang terus memanggil ayahnya. Mencari poros hidupnya yang batang hidungnya tak ditunjukkan selama dua minggu lamanya.
Renjun bingung, Renjun lelah. Harus bagaimana lagi ia membujuk sang anak untuk diam dan mengalihkan perhatiannya agar tidak terus mencari keberadaan sang ayah beberapa hari terakhir ini? Segala cara telah Renjun lakukan untuk menarik perhatian Chenle, namun yang ada dalam pikiran anak itu hanyalah ayahnya seorang.
"Daddy" begitu tangisnya dalam pelukan sang ibu.
Penampilan anak itu berantakan dengan hidung dan mata yang memerah akibat tangisnya, baju yang lusut karena tak mau digantikan oleh sang ibu dan juga peluh yang membasahi tubuhnya. Namun penampilan Renjun tak kalah berantakan dari sang anak. Rambut berantakan, pakaian yang tak berganti selama dua hari karena tak sempat mengurus dirinya sendiri dan juga kantong mata yang terlihat menghitam.
"Pasti daddy nanti menemui Chenle, tapi sekarang daddy sedang bekerja di tempat yang jauh" tutur Renjun lembut.
Jika kemarin Jaehyun berpamitan hanya untuk waktu satu minggu, namun kini justru hingga dua minggu lamanya pria itu tak kunjung menemui sang anak ataupun sekedar memberi kabar. Renjun tak berdiam diri begitu saja, dalam waktu tertentu ia mencoba menghubungi Jaehyun untuk sang anak namun hasilnya nihil karena mantan suaminya itu tak sekalipun mengangkat panggilannya.
"Makan dulu mau ya?" tawar Renjun berusaha sekali lagi agar sang anak mau untuk mengisi perutnya yang telah kosong sedari kemarin. "Nanti setelah makan kita kunjungi rumah daddy, siapa tau daddy sudah pulang"
Lagi dan lagi, jawaban yang diterima Renjun hanyalah gelengan kepala dari Chenle. Renjun menyandarkan kepalanya pada punggung sofa, ia tidak tahu lagi harus bagaimana membujuk sang anak selain berharap akan kehadiran Jaehyun.
Renjun memejamkan mata berusaha menahan rasa sakit kepalanya yang terus mendengarkan suara tangisan Chenle sejak kemarin. Kehadiran Jaehyun memang sangat berarti bagi Chenle, selain Jaehyun yang selalu menuruti segala keinginannya, rasa rindu yang membuncak juga menjadi alasan tersendiri sang anak selalu antusias dengan sosok ayahnya.
Suara bel apartment yang berbunyi membuat Renjun membuka matanya kembali. Tungkainya melangkah menuju pintu dengan Chenle yang tetap ada dalam gendongannya. Tangannya meraih gagang pintu, menariknya dengan pelan karena tenaganya telah terkuras habis. Namun sosok yang berdiri di depan sana membuatnya langsung bernafas dengan lega.
"Daddy!" begitu pekik Chenle yang langsung merentangkan tangannya ke arah sang ayah.
"Loh, kenapa menangis?" tanya Jaehyun seraya mengambil alih sang anak dan menghapus linangan air mata Chenle.
Renjun berlalu kembali ke dalam unitnya yang diikuti oleh Jaehyun di belakang. Ayah dan anak yang tak bertemu selama dua minggu itu berakhir berdiri di depan televisi dengan Jaehyun yang menimang dan berusaha menenangkan Chenle.
"Anak daddy kenapa menangis, hmm?" tanyanya lagi. "Mau pergi dengan daddy?"
Tanpa ragu sebuah anggukan Jaehyun terima dari sang anak. "Berhenti dulu menangisnya ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
US | JAEREN on hold
FanficApa arti sebuah hubungan dan keluarga jika dikalahkan dengan ego?