18. Terima Kasih

2.6K 129 4
                                    

"Astaga, Luc! Mama sungguh tak habis pikir dengan apa yang kau lakukan pada Sonya. Bagaimana bisa, Luc? Bagaimana bisa kau meninggalkannya seorang diri sementara kau pulang?"

Lucas memejamkan mata dramatis. Sejujurnya ia tak heran mendapati kemarahan sang ibu. Sebaliknya, ia justru heran bila Merita tak menghubungi setelah pertemuannya dengan Sonya sore tadi.

"Aku sangat letih dan tak bisa menunggunya demi menghabiskan secangkir teh," ujar Lucas seraya melepas kacamata yang bertengger di atas hidung. "Aku punya pekerjaan yang jauh lebih penting ketimbang dirinya."

Laptop menyala dan menampilkan grafik yang tengah ditinjau Lucas. Panggilan Merita datang di waktu tak tepat dan ia terpaksa meninggalkan pekerjaannya sejenak.

Suara tarikan napas Merita terdengar jelas di seberang sana. Agaknya sang ibu butuh menenangkan diri sebelum lanjut bicara.

"Baiklah. Kita lupakan soal ini. Bagaimana dengan malam Minggu besok?"

Samar, Lucas mengernyit. "Ada apa dengan malam Minggu besok?"

"Kita belum bertemu selama Mama dan Papa di Jakarta. Ide bagus bukan bila kita makan malam bersama?"

Mungkin bukan ide bagus. Lucas bisa menerka arah pikiran sang ibu.

"Mama akan mengundang Sonya?"

"Ya Tuhan. Apa ada yang salah bila Mama mengundang Sonya untuk turut makan malam bersama kita?"

Wajah Lucas mengeras. Ia tak mengatakan apa-apa ketika dirasanya percuma.

"Kau baru sebentar bertemu dengannya, Luc. Lima menit tak berarti. Mama bisa menjamin, bila kau menghabiskan lebih banyak waktu bersama Sonya maka kau bisa melihat betapa menariknya dia."

Lucas menggeleng refleks dalam dorongan frustrasi. Perkataan Merita membuatnya merasa lelah. Ini jelas bukanlah kali pertama sang ibu melakukan hal serupa. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak wanita yang Merita coba dekatkan padanya. Selama ini tak berhasil, seharusnya Merita melihat dari yang sudah-sudah.

"Mama melakukan hal percuma," ujar Lucas seraya membuang napas. "Aku sama sekali tidak tertarik dengan Sonya. Pun dengan wanita lainnya yang Mama coba kenalkan padaku."

Geraman Merita terdengar nyata di telinga Lucas. Agaknya wanita paruh baya itu sudah habis kesabaran sekarang.

"Oh, astaga. Sampai kapan kau akan terus seperti ini, Luc? Ini semua gara-gara wanita sialan itu bukan?"

Jantung Lucas tersentak. Keras di wajahnya kian kaku tatkala tudingan itu membuat ia tak bisa bernapas.

"Apa sebenarnya yang dilakukan wanita itu padamu sehingga kau begini? Ya Tuhan. Velia sudah tak ada di hidupmu lagi. Kau harus menerima kenyataan dan memulai hidupmu dengan wanita lain."

"Ma."

Suara Lucas terdengar bergetar. Ia menginterupsi perkataan Merita dan memutuskan untuk menyudahi percakapan tersebut.

"Sepertinya aku harus melanjutkan pekerjaanku sekarang. Sampai jumpa."

Panggilan berakhir dan Lucas buru-buru menarik udara sedalam mungkin. Ada rasa tak enak yang menyengat di jantungnya. Terkesan sesak. Pun menyiksa.

Perhatian Lucas teralihkan oleh ketukan di pintu. Pandangannya terlempar ke seberang sana dan sesosok wanita masuk dengan nampan di tangan.

"Aku tidak mengganggumu bukan?"

Tidak langsung masuk, nyatanya wanita itu bertanya terlebih dahulu. Seolah permisi untuk izin yang tentu saja ia dapatkan.

"Kau tak pernah mengangguku, Ve."

SEXY ROMANCE 🔞🔞🔞 "Fin"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang