26. Pereda

2.2K 115 3
                                    

Dada Lucas bergemuruh. Sesak menghimpit nyaris membuatnya tak mampu bernapas. Ia mencoba untuk tenang, tapi sayang. Ketenangan agaknya menjadi sesuatu terlarang untuknya sekarang.

Bajingan!

Lucas buru-buru melonggarkan ikatan dasi di leher. Ia berharap oksigen yang lebih lapang bisa menekan emosi. Namun, lagi-lagi ia keliru.

Tak berguna. Panas kian menggelegak dan itu membuat Lucas makin menggeram.

Lucas tak seharusnya emosi. Gejolak non logis adalah hal rawan. Terang dan luas pandangan matanya bisa tertutup. Semua bisa mengabur. Itu berbahaya.

Akhirnya menyerah. Lucas tak bisa mengambil risiko selain mencari pengalih pikiran yang tepat. Ia perlu mendamaikan gemuruh di dada. Ia harus mendinginkan bara yang tengah menyala.

Lucas menyambar ponsel. Tak berpikir dua kali, ia hubungi Velia.

Panggilan Lucas diangkat dalam waktu singkat. Bila benar-benar harus menghitung, mungkin hanya butuh dua detik.

"Halo, Luc."

Lucas memejamkan mata. Lembut suara Velia tak ubah tetes oase untuk panas yang sekarang tengah mendera.

"Ve," balas Lucas dengan suara berat. "Apa kau bisa datang ke ruanganku sekarang?"

Waktu tepat. Lima menit lagi jam istirahat datang. Velia tak akan dapat masalah bila menghilang untuk beberapa saat.

"Tentu. Aku akan segera datang."

Lucas menarik napas dalam-dalam ketika panggilan berakhir. Ia hanya butuh waktu bersabar sebentar lagi. Hitungan menit yang tak seberapa.

Ketukan menarik perhatian Lucas. Suaranya menggema memberi izin dan lantas sesosok wanita cantik masuk.

Velia menutup pintu di punggung. Ia berjalan demi menghampiri Lucas yang telah berdiri di balik meja kerja.

Lucas tak menunggu, melainkan ia sambut kedatangan Velia. Ia beranjak dan langsung merengkuh Velia tatkala mereka akhirnya berhadapan.

"Luc?"

Erat rengkuhan Lucas membuat Velia terkesiap. Ia mencicit dan refleks menahan dada Lucas.

Rengkuhan tak mengendur. Lucas layaknya tak bertemu Velia untuk sekian lama. Ia memeluk erat dan membuat Velia susah menarik udara.

"Luc," cicit Velia gelagapan. "A-aku tak bisa bernapas."

Lucas tersadar. Ia urai pelukan walau tak benar-benar melepaskan Velia. Sebagai ganti, ia pegang lengan atas Velia demi tetap mempertahankannya.

Sekelumit jarak memberi kesempatan bagi Velia untuk melihat Lucas lebih jelas. Keadaan pria itu berantakan. Ia terlihat gusar dengan wajah keras. Urat bertonjolan di dahi dan rambutnya berantakan. Pun keringat telah turut memercik.

"Ada apa denganmu, Luc? Kau tampak kacau."

Lucas memejamkan mata. Tak hanya bertanya dengan nada sarat khawatir, Velia bahkan menangkup sisi wajahnya.

"Apa kau sedang ada masalah?"

Mata Lucas terbuka. Ia menggeleng samar, tapi Velia merasa sebaliknya. Lucas tampak tak baik-baik saja. Ada sesuatu terjadi.

Lucas balas menangkup tangan Velia. "Tidak. Aku hanya merindukanmu."

Sinar berbeda memancar di manik gelap Lucas. Velia tak tahu apa itu. Namun, agaknya kerinduan adalah sesuatu yang sedikit membingungkan.

"Kita baru empat jam tak bertemu, Luc," ujar Velia menyiratkan sangsi. "Ehm atau mungkin sekitar lima jam."

"Apa kau membuat batas waktu untuk mengizinkanku merasa rindu padamu?"

SEXY ROMANCE 🔞🔞🔞 "Fin"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang