28. Keinginan

2.1K 125 2
                                    

Boy bertindak cepat. Ia segera menyalakan mobil dan melajukannya. Memang, ia tak tahu pasti di mana rumah keluarga Velia yang dimaksud. Namun, setidaknya ia akan mencoba untuk mencari.

Lingkungan Velia tinggal dulu termasuk kategori lingkungan sempit. Tak akan sulit bagi Boy untuk menemukan Velia. Harusnya demikian, tapi yang terjadi justru tak sesuai harapan.

Boy nyaris menghabiskan waktu sejam untuk menelusuri daertah tersebut. Pun ia sempat menunggu di depan gang. Seharusnya Boy tetap bisa melihat kedatangan Velia mengingat wanita itu menggunakan angkutan umum.

Mungkinkah dia sedang berkumpul dengan teman-temannya?

Kemungkinan itu bisa saja terjadi walau Boy jelas masih teringat akan kepulangan Metta tadi. Namun, tak ada salahnya mencoba.

Boy menunggu lagi. Ia sabar, tapi dering ponselnya tidak sesabar dirinya.

"Halo, Pak Rino," ujar Boy mengangkat panggilan. "Maaf, tapi saya kehilangan Velia."

*

Tak terkira lagi kemarahan Rino saat mendengar kabar dari Boy. Ia memukul meja dan bertanya demi memastikan.

"A-apa kau bilang, Boy? Kau kehilangannya?"

"Saya sudah menunggu lama hingga Metta dan teman-temannya keluar, tapi Velia tak ada."

Rino memijat pangkal hidung. "Seharusnya kau tunggu dia lebih lama. Mungkin saja dia pulang terlambat."

Saya bahkan sudah menunggu nyari sejam, Pak. Dia benar-benar tidak keluar."

"Jadi menurutmu dia menginap dan tinggal di kantor? Begitu?"

Boy diam. Ia tak menanggapi pertanyaan bernada sindiran Rino.

"Dia pasti pulang, Boy."

"Saya benar-benar tidak melihatnya keluar dari kantor."

"Oh, astaga. Dia tak mungkin menghilang atau terbang, Boy," geram Rino seraya menarik napas dalam-dalam. "Besok kau tidak boleh melakukan kesalahan lagi."

Rino memutus panggilan tanpa basa-basi atau mengatakan hal lain. Kemarahan sudah menguasai pikiran. Semua harapan dan rencana yang tersusun di benak harus sirna.

Tak ada malam panjang dan panas dengan kemolekan Velia. Rino harus bersabar lebih lama.

"Sial!"

Rino mungkin bisa bersabar, tapi tidak dengan hasratnya yang meminta pemuasan. Alhasil ia menyambar kontak mobil di atas nakas dan langsung keluar dari kamar.

"Papa mau pergi?"

Susi Sulistiowati menahan langkah sang suami, tapi Rino teguh pada keinginan. Ia tepis tangan Susi dan berkata ketus.

"Bukan urusanmu."

Susi tak bisa melakukan apa pun. Ia hanya bisa melihat kepergian Rino dengan wajah nelangsa. Tentu, pertanyaannya tak benar-benar membutuhkan jawaban. Ia tahu ke mana tujuan Rino.

*

Nyatanya bukan hanya Rino yang harus bersabar malam itu. Berjarak kilometer, tepatnya di sebuah rumah mewah nan megah, ada dua orang yang berbincang-bincang dengan topik yang kurang menyenangkan. Keberadaan teh hangat dan camilan tak cukup mampu meredam suasana tak pasti di antara mereka.

"Tante."

Adalah Sonya yang membuat napas panjang seraya menatap Merita dengan penuh pengharapan. Wajahnya menyiratkan lebih dari yang semestinya.

"Aku sudah benar-benar malu pada teman-temanku. Aku sudah mengatakan pada mereka kalau aku dan Lucas akan bertunangan sebentar lagi."

Merita menyempatkan diri menikmati satu sesapan teh. "Sabar, Sonya. Tante tahu ini memang sedikit memalukan, tapi nyatanya Tante juga kesal dengan Lucas. Dia sungguh keterlaluan padamu. Tante merasa tak enak. Beruntung kau adalah wanita lembut dan pengertian sehingga bisa memakluminya."

SEXY ROMANCE 🔞🔞🔞 "Fin"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang