"Santa, apa yang kau lakukan di dalam? ayo keluarlah!" Peemapol menggedor pintu toilet yang tertutup. Setelah perseteruan dengan Earth yang berakhir dengan tamparan kerasa Saint ke wajahnya, Santa berlari meninggalkan arena pertarungan dan mengunci diri di toilet. Sudah sepuluh menit lamanya, hingga membuat Peemapol khawatir.
"Santa!" teriak Peemapol lagi.
"Berisik! sebaiknya kau pergi. Aku sedang tak ingin bicara dengan siapapun!" suara Santa melengking dari dalam toilet.
Peemapol menghela napas, dia kemudian menjinjing tas merahnya, lalu beranjak, "Terserahlah, dia akan baik-baik saja," ucap Peemapol lalu berjalan gontai meninggalkan Santa yang tak kunjung keluar dari tempat persembunyiannya.
Santa duduk di closet sambil membuka balutan tangannya yang memerah, lukanya sudah berhenti mengeluarkan darah, namun perihnya masih terasa. Santa membuang perban tersebut ke tong sampah di sampingnya, lalu bersandar sambil menghela nafas panjang.
Pandangan Santa menerawang. Tangannya yang terluka kini menyentuh pipinya. Tiga kali tamparan dari Saint. Sebenarnya itu bukan masalah besar. Santa bahkan pernah lebih babak belur lagi. Namun, kali ini rasanya berbeda. Bukan sakit secara fisik. Ada sesuatu yang menghantam hati Santa. Mata Santa yang sudah dari tadi berkaca-kaca, kini tak sanggup bertahan lagi. Air matanya tumpah, laki-laki itu terisak, sambil terus memegangi pipinya.
*"Hiia," gumam Santa tertahan diantara isakan tangisnya.
***
"Khun Saint ... anda baik-baik saja?" Peak menatap Saint dari kaca. Saint biasanya memang pendiam, namun kali ini terasa lebih dari biasanya. Tuan Muda itu terus bersandar, sambil menutup mata. Wajah datarnya kini tampak memiliki raut aneh yang tak bisa ditafsirkan secara jelas jika mengandalkan otak Peak yang hanya memiliki IQ di bawah rata-rata.
"A-Apa tak masalah meninggalkan Khun Santa setelah kejadian tadi?" sambung Peak kemudian. Peak kembali melirik Saint, namun laki-laki itu masih bergeming.
"Khun Earth juga tampak tak baik-baik saja. Aku melihatnya pulang sambil mengusap air matanya. Mmm, Khun Saint, apa sebaiknya ..."
"Kongthap!" Saint tiba-tiba mengeluarkan suara tingginya.
"I-Iya Khun. Ada yang kau inginkan?"
"Diamlah," ucap Saint dengan masih menuntup mata.
Peak kemudian membuat gestur seolah menutup resleting di mulutnya. Dia melirik Saint sekali lagi, lalu menghela nafas.
"Pantas saja saudaranya selalu baku hantam. Punya kakak seperti si Dingin itu, pasti akan menambah stres berkali-kali lipat," batin Peak sambil terus mengemudi.Setibanya di rumah, Saint langsung masuk tanpa bicara apapun lagi. Peak yang berada di luar membatu sejenak. Dia mondar-mandir di halaman rumah Saint, dengan wajah kebingungan. Beberapa menit kemudian, Peak berlari ke jendela kaca besar, bagian terunik dari rumah Saint, lalu berusaha mengintip ke dalam.
"Aku tak bisa melihat apapun. Khun Saint baik-baik saja, kan?" ucapnya sambil terus memicingkan mata, dengan tangan berada di kedua sisi wajahnya.
"Walau dia tidak ramah, tetap saja dia itu bosku. Aku harus menjaganya dengan baik agar aku bisa mendapatkan kelancaran gaji," ucap Peak lagi. Tanpa dia sadari. Saint saat ini berdiri di sisi lain jendela, menatapnya tanpa berkedip.
"Khun Saint! jika butuh sesuatu langsung hubungi aku!" teriak Peak, "Ah, dia pasti tidak bisa mendengarku. Haruskah aku mengirim pesan?" Peak merogoh ponsel dari kantong celananya. Melihat itu, Saint ikut mengambil ponselnya lalu menatap layar ponsel tersebut, seolah memang menunggu pesan dari Peak.
"Khun Saint, hubungi aku jika ..." Peak yang tengah mengetik pesan langsung terhenti begitu ada telepon masuk di ponselnya.
"Art," tak sampai tiga detik, Peak langsung menerima telepon tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belong To Me
FanfictionSanta Chirativat. Anak ketiga dari keluarga konglomerat Khun Naphat Chirativat itu, sangat membenci Earth Phimcanok. Khun Chirativat memperkenalkan Ibu dari Earth sebagai Ibu barunya, dan tentu saja Earth akan menjadi saudara tirinya. Santa dan Eart...