Perang

68 10 17
                                    

Satu jam sebelumnya. Saint berdiri di balik jendela kaca besar rumahnya. Jendela berukuran 240 cm dengan tinggi 180 cm tersebut, dilapisi gorden berbahan linen dengan warna pastel yang lembut. Saint menatap keluar. Dia memperhatikan Peak Kongthap yang dari tadi sibuk menggedor pintu rumahnya.

Sejak setengah jam yang lalu. Saint tak menggubris Peak sama sekali. Dia bahkan tak membuka pintu. Saint membiarkan Peak berteriak hingga suara laki-laki itu hampir habis.

Setelah hampir 40 menit. Saint mengira Peak akan menyerah dan pergi dari tempatnya. Namun, hening yang diberikan Peak hanya sesaat. Dia duduk selama lima menit, demi mengambil nafas. Meminum air dari botol berukuran satu liter yang kini tinggal setengahnya, lalu kembali berdiri dan menghadap pintu.

"Tuan Muda ini. Benar-benar merepotkan. Dia punya masalah apa sebenarnya? hanya tinggal pergi dan makan malam sebentar, kenapa sulit sekali?" Peak kembali meminum air dari botolnya, lalu mencari-cari celah untuk bisa menerobos.

"Sebenarnya dia kemana? tak mungkin dia tak mendengarku berteriak dari tadi," Peak berjalan menuju jendela kaca. Dia mengintip, tepat di depan Saint yang berdiri di sisi lain jendela tersebut. Ah, mengenai jendela ini. Saint membuatnya khusus sebagai dekorasi sekaligus privasinya. Saint bisa melihat bebas ke luar, namun orang di luar tidak bisa melihat apapun ke bagian dalam. Seperti yang terjadi pada Peak saat ini.

"Khun Saint! ayo ikut makan malam bersamaku. Jika kau tak pergi, aku akan dipecat!" teriak Peak kemudian.

Saint hanya diam. Menatap Peak yang berada di depannya. Menatap rambut ikal laki-laki itu yang kini basah dengan dengan keringat. Menatap uap udara yang di hembuskan Peak di kaca jendela, hingga uap tersebut perlahan menghilang.

"Khun Saint! apa kau tak bisa berbaik hati sedikit saja?" Peak menggaruk kepalanya, "Tentu saja dia tak akan berbaik hati. Dia bahkan tak punya ekspresi," Peak menghela nafas lemah, "Ah, aku muak sekali. Saint Chirativat!" Peak berteriak lantang. Teriakan Peak tersebut mampu membuat Saint sedikit kaget. Saint berkedip seketika, namun dengan cepat kembali ke mode silent  lagi.

"Dasar Tuan Muda tidak punya perasaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dasar Tuan Muda tidak punya perasaan. Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun! hidupmu tidak pernah susah! ayahmu kaya-raya! tapi aku berbeda denganmu, aku tak punya apapun, dan jika ayahmu memecatku, aku akan terlantar! dasar brengsek. Mentang-mentang kaya, teganya meyakitiku yang tak punya apa-apa ini. Saint Chirativat, Tuan Muda dingin yang menyebalkan!" Peak berteriak sekuat tenaga.

Saint yang mendengar keluhan Peak tidak banyak bereaksi. Namun, dia sedikit berdecak, sambil menatap Peak dari ujung rambut hingga kaki.

"Saint, kenapa belum tiba di rumah? ayah ingin membicarakan sesuatu," pesan masuk dari Khun Chirativat di ponselnya. Saint, membaca pesan tersebut lalu kembali mengunci ponselnya tanpa membalas.

"Saint, apa kau benar-benar tidak ingin mengurus hotel?" Khun Chirativat mengirim pesan lagi.

"Resort yang di Pattaya. Cukup mudah mengurusnya bagi pemula. Ayah berencana untuk merubah resort itu menjadi lebih baik," Pesan terakhir Khun Chirativat membuat Saint mematung sejenak.

Belong To Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang