• 𝐔𝐧𝐭𝐢𝐥 𝐝𝐚𝐰𝐧 𝐜𝐨𝐦𝐞𝐬

284 25 0
                                    

Aroma lezat secangkir teh hangat memanjakan penciuman. Nanami Kento menoleh, melihat istrinya menyajikan minuman untuknya. Diri berucap terimakasih seraya melempar senyuman.

Kacamata yang bertengger di hidung dibenarkan posisinya. Kembali fokus ke layar laptop. Memandangi kalimat semut disana. Banyaknya kasus penyerangan kutukan-kutukan terhadap manusia masih terjadi dimana-mana. Memaksa dua bola mata tajam pria pirang itu menahan beratnya rasa kantuk yang sedari tadi datang.

(Y/n) menatap prihatin suaminya. Menghela nafas panjang. Beberapa menit yang lalu ia sudah coba untuk menyuruh Nanami untuk berhenti mengerjakannya. Namun, pria besarnya itu memiliki kepala sekeras batu.

"Kau tidur duluan saja." Ujar Nanami. Peka terhadap gerak-gerik sang istri yang sudah sangat ingin memeluk guling.

(Y/n) ikut duduk di sofa di sebelah Nanami Kento. Mengusap-usap lembut bahu besar itu. "Bukan aku saja. Kau juga harus istirahat, Kento-kun." Balasnya lembut.

Perhatian Nanami guyar. Dilihatnya sang istri hanya memakai kaus miliknya yang menenggelamkan tubuh mungil itu. Tanpa bawahan. (Y/n) hanya memakai kaus suaminya dengan celana dalamnya disana.

"Kau tidak kedinginan seperti itu?" Tanya Nanami melihat ke arah kedua paha putih mulus itu.

(Y/n) mengerjapkan mata. Detik kemudian ia menyeringai. "Ya, aku kedinginan. Makanya kusuruh kau juga tidur. Ayo kita berpelukan biar hangat~" Jawab (Y/n) ambigu.

"Baiklah."

Nanami langsung menutup laptopnya. Bangkit dari duduknya. Mengulurkan tangannya pada (Y/n) yang membisu ditempat.

"Ayo. Kau mau tidur di sofa dan besok pagi lehermu akan sakit karena salah tidur?"

Cepat-cepat diraihnya tangan besar itu. Bersama melangkah masuk ke dalam kamar. Nanami menutup pintu, dan (Y/n) yang sedikit melompat ke ranjang. Menggerakkan kedua tangan dan kakinya ke atas ke bawah.

"Haa...nyamannya..."

"Geser sedikit, kalau begitu aku tidak kedapatan tempat untuk tidur."

(Y/n) menggeser tubuh gitar spanyolnya, mempersilahkan Nanami ikut naik keatas tempat tidur. Ia kemudian merentangkan tangannya. "Peluk~" Pinta (Y/n).

Tak jeda sejenak pun dekapan itu terjadi. Keduanya berpelukan saling menyalurkan suhu tubuh.

Tiba-tiba Nanami melepas dekapannya. Membuat (Y/n) bingung ada apa padanya. "Kau tidak pakai bra?"

Dua netra violet itu berkedip. "Ah, iya. Sangat nyaman kalau aku melepasnya sewaktu mau tidur." Jawab (Y/n).

"Ada yang sakit memangnya?" Tanya Nanami lagi. Ia langsung menyibakkan kaus besar itu.

"Kyaaahh!!! Hentaaaii!!" Pekik (Y/n) menutupi kedua payudaranya dengan tangannya.

Kini giliran Nanami yang mengerjapkan matanya. "Kenapa kau ini?"

(Y/n) dengan cepat memunggunginya. Masih dengan posisi menyilangkan tangan menutupi dada. Semburat kemerahan muncul di kedua pipinya. Malu-malu.

"A-aku malu tau!"

Hembusan nafas berat terdengar. "Kenapa aku punya istri yang bodoh seperti ini." Gumam Nanami yang masih dapat di dengar istrinya itu.

"Hei! Aku tidak bodoh!" Kata (Y/n) sembari membalikkan tubuhnya dengan masih menyilangkan tangannya disana.

Nanami Kento bangun. Duduk menghadap tubuh istrinya. "Kalau kau tidak mau dikatai bodoh, jangan bersikap seperti itu pada suamimu." Tegas Nanami.

(Y/n) menciut. Membuang muka lalu berkata, "Me-memang ada yang sakit."

Whole To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang