𝐄𝐩𝐢𝐥𝐨𝐠

375 25 0
                                    

Mendengar suara ketukan pintu, seorang anak laki-laki berusia dua belas tahun itu tergesa-gesa membukanya. Matanya berbinar kala melihat siapa yang berkunjung. Cepat-cepat diri sedikit menyingkir di ambang pintu, mempersilahkan sang tamu masuk.

"Paman Toge baru selesai dari misi ya?" Tanya Nanami Kei berantusias. Ia sangat menyukai dunia Jujutsu. Bercita-cita menjadi seorang penyihir Jujutsu terkuat seperti Gojo Satoru. Tetapi, (Y/n) selaku ibunya melarang keras. Takut apa yang terjadi pada sang suami, pun turun ke si anak.

"Tidak. Aku dari sekolah Jujutsu. Dimana Ibumu?" Tanya Inumaki Toge lembut pada si anak.

Nanami Kei beranjak ke dapur, hendak menyiapkan minuman untuk sang tamu, lalu menjawab, "Kaa-san ada di kamarnya dari tadi. Aku tidak tahu dia sedang apa."

"Apa malam ini paman Toge akan menginap?" Pertanyaan itu selalu Nanami Kei lontarkan tiap kali Inumaki Toge berkunjung.

Dengan cepat pria dewasa bersurai putih itu menjawabnya, "Tidak, Kei." Wajah sang anak memelas mendengarnya. Pertanyaan yang sama, juga jawaban yang sama selalu. Ia harus sadar diri akan posisinya, (Y/n) yang menerimanya bertamu setiap hari saja sudah syukur, pikir Inumaki Toge.

Matanya memperhatikan setiap sudut rumah marga Nanami itu. Rapi dan bersih. Tersenyum tipis. Ia lalu menyodorkan sekantung plastik yang di bawanya dari luar tadi. Sang anak bersemangat menerimanya. Surai pirang keturunan dari sang ayah menari-nari kecil, berjalan dengan lompatan kecil girangnya. Ditaruhnya dengan sangat hati-hati sekotak pie stroberi kesukaan (Y/n) tersebut ke dalam lemari pendingin.

Nanami Kei sangat menduplikati ayahnya. Rambut dan manik mata keturunan Nanami Kento itu persis sekali. Dan sifatnya mengikuti sang ibu, ceria. Meski sekarang sang ibu sudah berubah. Semenjak Nanami Kento meninggalkan dunia untuk selamanya, (Y/n) menjadi seorang pendiam. Tak banyak bicara dan dingin.

Tak ada yang tertutupi di keluarga Nanami ini. Sang anak pun telah mengetahui seluk-beluk tentang keluarganya. Tentang sang ayah secara mendalam, sampai Inumaki Toge selaku pamannya yang sedari dulu hingga sekarang masih menetapkan hati pada (Y/n); ibunya.

Di satu sisi Nanami Kei melempar prihatin pada Inumaki Toge, lantaran masih setia pada ibunya pun tak membuahkan hasil hingga kini. Di satu sisinya lagi, ada damai dirasa kala melihat betapa sang ibu mencintai ayahnya.

Tiba-tiba (Y/n) keluar dari balik pintu kamarnya. Menatap dua orang yang tampak akrabnya disana. Menyadarinya, sang anak melambaikan tangan.

"Kaa-san, paman Toge datang." Kata Nanami Kei ceria seperti biasanya. Tak ada sahutan di dapat. Bibir pucat (Y/n) tak tertarik menanggapinya.

Menggerakkan tungkai kaki mendekat. Seperti biasa, tatapan wanita itu kosong tak bercahaya. Ekspresi enggan akan garis kehidupan itu terpampang di parasnya. Inumaki Toge lantas bangkit dari duduknya. Menjulurkan tangan menyapa.

"Hai. Bagaimana kabarmu?"

"Baik."

Peka akan situasi, sang anak hendak pergi dari tempatnya. Melihat itu, Inumaki Toge langsung memanggilnya. "Kei, mau kemana?"

Tautan tangan dua orang dewasa itu lepas. (Y/n) ikut memandangi anaknya disana. Nanami Kei terkekeh pelan lalu menjawab, "Kurasa Kaa-san dan paman ingin bicara. Aku tak mau mengganggu."

Bahu yang lebih kecil darinya di gapai, "Apa maksudmu? Ayo kita makan malam bersama. Aku akan memesannya."

Sang anak berbinar mendengarnya. "Yatta! Paman Toge memang yang terbaik!"

Pipinya bersemu, Inumaki Toge beralih mengusap-usap puncak kepala anak lelaki itu. Dasar, membuat salah tingkah saja, pikirnya.

Meski aku tak bisa menggantikan peran Nanami-san. Setidaknya (Y/n) tidak menolak setiap kehadiranku di rumah ini.

-

Whole To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang