3.5 - The Liar And His Lover

44 4 10
                                    

"Aku selalu berusaha menumbuhkan bunga yang aku tahu bahwa dia tak akan pernah bisa mekar, sebesar apapun aku menjaganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku selalu berusaha menumbuhkan bunga yang aku tahu bahwa dia tak akan pernah bisa mekar, sebesar apapun aku menjaganya."





-






Anara berdiri di tepi atap sebuah gedung, melawan angin sore yang menerbangkan sebagian helaian rambutnya. Langit di atas mulai berubah berwarna jingga, jejak-jejak siang perlahan tenggelam di balik gedung-gedung tinggi ibu kota. Di bawah sana, mobil-mobil tampak sibuk seperti semut berjalan. Berbeda dengan keheningan di atap ini yang justru membuatnya merasa bisa menjangkau segala yang ada di depan mata.

Itu sungguh menenangkan. Sekarang Anara mengerti, mengapa Jaendra begitu menyukai pemandangan kota.

Senyum Anara masih sama cerahnya, meski Jaendra tiba-tiba meminta untuk bertemu di atap gedung ini alih-alih pergi ke tempat biasa mereka bermain ice skating— tanpa menjelaskan alasannya. Dia melirik arloji di tangan yang menujukkan bahwa Anara telah menunggu 15 menit.

Tak lama setelah itu, barulah ia menangkap suara langkah kaki, dan ketika ia menoleh, senyumnya seketika mengembang mendapati sosok Jaendra muncul dari pintu akses gedung. Sayang, itu tak bertahan lama, lengkungan bibirnya perlahan memudar melihat Jaendra tidak seperti apa yang Anara harapkan.

"Kak Jae kok gak pake baju biru?" Anara melangkah satu kali, berdiri tepat di hadapan Jaendra. Gadis itu menyentuh kedua lengan kekasihnya yang berbalut kemeja abu-abu. Lalu menatap setelan dress biru mudanya sendiri. "Padahal kan udah janji mau pake baju couple."

Jaendra tak geming, hanya memandang wajah Anara dengan tatapan sendu tanpa berniat merespon sama sekali, seolah dia terus membiarkan Anara berbicara pada angin yang berhembus dingin diantara mereka.

Untuk sesaat Anara memasang wajah cemberut, tapi kemudian senyum kecil menghiasi wajahnya lagi secepat kilat. "Kak Jae lupa ya?"

"Yaudah deh, gapapa. Kak Jae selalu ganteng kok pake baju warna apapun." Lanjutnya, berusaha menyembunyikan kekecewaan meski hal itu bisa dengan mudah Jaendra tebak.

Cukup lama Jaendra menatap, dress biru muda yang dikenakannya selalu membuat gadis itu terlihat lebih cantik. Tapi kemudian Jaendra menundukkan kepala, menarik napas pelan sebelum akhirnya menjawab. "Aku gak lupa, Nar." Suaranya datar. "Aku cuma... gak mau."

Anara mengerutkan kening, bingung dengan jawabannya. "Eh? Kenapa? Bajunya jelek ya? Atau aku salah ukuran?"

Dia mengangkat pandangan menatap langit di belakang Anara yang mulai berwarna keunguan, meski warna biru masih mendominasi. Lalu kembali menatap si gadis. "Karena sebenarnya aku benci warna biru," ucapnya singkat.

Anara sontak terkejut. "Benci? K-kenapa?"

Ini pertama kalinya Anara mendengar nada ketidaksukaan dari diri Jaendra. Rasanya aneh, dan entah kenapa Anara membenci itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Countdown: 100th DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang