PROLOG

5 2 2
                                    

Alkisah di bumi seorang pemuda dari keluarga sederhana. Kedua orang tuanya telah meninggal dan kakak kandungnya tega mengusir dia dari rumah. Dia pergi meninggalkan desa hanya dengan seekor kerbau tua.

Dia terus berjalan sampai di kaki gunung dia memutuskan bermukim di sana. Dia mulai bekerja membuka tanah di hutan sekelilingnya. Di suatu senja, dia beristirahat di pinggir ladang ditemani sang kerbau tua.

Bersandar di pohon, dia memandang langit. "Siapalah yang membuat awan sedemikian cantik ini di langit? Warna dan bentuknya berbeda setiap hari," ujarnya mengagumi langit.

Hari terus berjalan, selain bekerja dia terus mengagumi awan sambil berbicara pada kerbau sebagai hiburannya. Dia pun membuat seruling sederhana untuk melagukan kekagumannya atas awan. Suatu hari saat dia memainkan serulingnya, tiba-tiba seorang gadis cantik muncul memuji lantunan serulingnya.

"Betapa indahnya nada yang engkau lantunkan."

Sang penggembala terpana tanpa bisa berkata-kata memandangi kecantikan gadis di depannya. "Siapakah dirimu?"

"Namaku Vega. Aku putri bungsu dari Maharani Langit. Akulah yang menenun awan-awan itu setiap hari," tunjuknya pada gumpalan kapas putih di langit.

Sang penggembala tampak tercengang, tapi dia sangat menyukai gadis di depannya ini. "Namaku Altair. Penggembala di desa ini. Apa gerangan kau datang jauh-jauh ke sini?"

"Aku datang untuk menemuimu. Aku ingin berterima kasih. Tak pernah terpikirkan olehku hasil tenunanku dipuji sedemikian rupa olehmu."

Altair menggenggam jari-jari lentik Vega. "Ternyata tangan ini yang membuat awan cantik di langit sana, secantik dirimu."

Vega tersipu malu. Menunduk menyembunyikan pipinya yang sudah semerah tomat.

Mereka saling terpana. Setiap hari, gadis penenun itu datang dari langit untuk berjumpa dengan sang penggembala. Mereka bercengkrama, mendengarkan lantunan seruling, dan menyelami pesona. Mabuk akan kebersamaan.

Tanpa disadari, awan-awan semakin menipis karena sang gadis tidak menenun lagi. Maharani Langit pun murka. Berani-beraninya sang putri melalaikan kewajibannya dan memilih bersama dengan makhluk mortal di bumi. Sang putri dijemput paksa kembali ke langit. Sang penggembala tak mampu untuk mencegahnya. Mereka dipisahkan.

Pedih dan putus asa, tiba-tiba sang kerbau berbicara, ”Aku akan mengantarmu ke langit, semoga takdir bisa mempersatukan kalian kembali.”

Sang penggembala tercengang dengan  kerbaunya yang bisa berbicara. Ternyata sang kerbau adalah reinkarnasi. Dia adalah bintang kerbau emas yang lahir kembali di bumi. Sang kerbau membawa Altair naik ke langit dan bertemu dengan Vega. Maharani Langit yang menyaksikan bertambah murka. Dia membuat sungai perak di angkasa, membentang di antara keduanya.

Sang penggembala meminta kembali bantuan kerbaunya.

”Tidak bisa, ini adalah batas mortal dan immortal. Manusia tidak akan bisa melewati batas ini. Aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini, takdirku sudah dicukupkan.” Bersamaan dengan kata terakhir, sang kerbau pun lenyap.

Malam demi malam silih berganti. Air mata berlinang, berpecah berai dalam kenang. Hening sepi, menyisakan rindu yang tak bertepi. Sang penggembala menjelma menjadi Bintang Altair, bintang paling bercahaya di Konstelasi Aquila. Sang gadis penenun menjadi bintang Vega, berpendar paling terang di konstelasi Lyra. Terpisahkan oleh Milky Way atau Bima Sakti dalam Bahasa Indonesia.

Garis hidup telah kembali ke edarannya. Immortal dan Mortal terhenyuh. Bumi dan Langit pun tersentuh atas mereka. Akhirnya dibuatlah agar burung-burung magpie terbang di angkasa. Berbaris membentuk jembatan menyeberangi milky way. Jembatan yang memampukan Altair dan Vega bertemu. Jembatan yang ada hanya di hari ketujuh, di bulan ketujuh. Altair dan Vega bersatu, satu tahun satu kali.

Hari di mana Altair dan Vega yang dipisahkan oleh Milky Way, terhubungkan oleh Deneb membentuk The Summer Triangle. Vega di Konstelasi Lyra, Deneb di Konstelasi Cygnus, dan Altair di Konstelasi Aquila.

HATERS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang