3. NANO

0 1 0
                                    

"Aku suka sama Kakak."

Kekagetan gue bertambah dengan tragedi Adia yang keselak kuah soto. Buru-buru gue menyodorkan minum yang diminum hingga tandas. Dia langsung menatap Bintang lamat-lamat. Gue melirik Bintang dan Adia bergantian. Bintang terlihat masih menunggu jawaban. Gue mengusap tengkuk canggung. Apa dia gak lihat situasi Adia yang pengen makan dia hidup-hidup?

"Gimana?" tanya Adia.

"Hah?"

"Jawaban lo?"

Skakmat, jika Adia sudah mengganti panggilan dengan lo-gue berarti tanda bahaya sudah berbunyi.

"Bintang, gue hargai rasa suka lo, tapi gue gak bisa balas perasaan lo," tolak gue halus.

"Kenapa, Kak?" Terlihat jelas Bintang menahan kecewa.

Gue menepuk pundak Adia. "Gue udah sayang sama Adia."

Semenjak kejadian itu, Adia jadi sensitif mendengar nama Bintang. Kami jadi sering berdebat untuk masalah yang belum pernah kami alami sebelumnya. Belum lagi, Bintang yang bertebal muka selalu ngintil dan berada di tengah-tengah kami kemanapun pergi. Tentunya hal itu membuat Adia geram dan gedhek. Diam-diam gue senang melihat Adia cemburu. Hal yang jarang-jarang dia tunjukkan.

Dia juga menjadi sering ke ruang OSIS. Kadang membantu, tapi kebanyakan ngerecoki gue dan anak-anak. Dan tentunya gue jadi senang karena ditemani pujaan hati. Tapi yang jadi masalah itu Bintang. Diantara kami bertiga, Bintang terlihat canggung saat Adia berada di ruang OSIS dan gue gak mau masalah pribadi ini menganggu pekerjaannya di OSIS. 

"OH, JADI LO LEBIH BELAIN DIA?!"

Terdengar seruan berdesis panjang karena kami berada di perpustakaan siang ini.

"Pelanin dulu suaramu."

"Jadi Kakak lebih belain Si Bintang Bintang itu?!"

"Enggak gitu, dia cuma bilang suka aku, aku gak suka dia. Aku senang kamu di ruang OSIS, tapi dia kelihatan gak nyaman ada kamu. Takutnya itu mempengaruhi kerjanya."

"Yaudah, itu masalahnya dia sendiri," ketusnya.

"Adia! Aku senang akhirnya bisa lihat kamu cemburu. Tapi masalah pribadi kita bertiga, jangan di bawa ke sekolah."

"Aku gak cemburu! Dan aku gak bakal ke ruang OSIS mulai sekarang! Puas-puasin sana sama Bintang!"

"Yaudah, kamu maunya apa? Kita pacaran?"

"Enggak!"

Gue menghela napas lelah. Gak ngerti gimana ngertiin cewek. Baru kali ini gue nemu cewek gak mau dikasih kepastian. "Terus apa?"

"Pokoknya jangan deket-deket sama Bintang! Gak usah tp-tp! Kalo dia ganjen gak usah diladeni! Ngerti?!"

"Okeee."

"Lagian ngapain kamu nyusul aku ke perpus?"

"Aku mendadak suka sama Ilmu Pemerintahan," cengir gue sambil memamerkan buku.

"Dih, aku tau ya sebenarnya kamu gak suka baca buku. Lihat, bukumu itu kebalik!"

Gue menatap tulisan di buku. Pantesan tidak bisa dibaca. Terdengar Adia terkekeh, gue ikut tersenyum. "Nah, gitu dong. Mukamu kelihatan baik kalo gak marah-marah."

"Gimana kalo kita hepi-hepi sekarang?"

"Hah?" Adia membisiki gue. "Enggak," jawab gue setelah dia selesai membisiki. "Ajigile, yang ada kita dapat masalah!"

"Yaudah, kalo gak mau. Aku balik aja."

"Mau kemana?" tanya gue melihat dia berdiri. "Kita baru aja baikan loh."

HATERS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang