7. ADIA

1 1 0
                                    

Esoknya, waktu istirahat kami pergi ke ruang BK untuk ngehack cctv jalan depan sekolah. Tentu saja sekalian minta pajak alias makan siang ke Pak Randy, hehehe.

"Udah nemu belum?"

"Belom. Sabar dong, Bos." Jari-jari Haidar menari-nari di atas keyboard dan matanya fokus ke algoritma-algoritma yang nggak ku mengerti. Kadang aku heran, darimana dia dapet ilmu kayak gini. Sedangkan waktu kelas matematika kerjaannya molor terus. "Nih, dapet!"

"Hah, udah dapet? Cepet banget," ucap Faza yang juga mengungkapkan isi pikiranku.

"Iya, dong. Skill hacker udah upgrade," jawabnya dengan jemawa.

Aku menepuk pundaknya ikut bangga. "Bener, sekarang kita hacker profesional."

Kami kembali fokus ke layar laptop.

"Itu Kak Bima." Eliza menunjuk seseorang bertulis 'PANITIA' di belakang kaosnya.

Kak Bima tampak berjalan hendak kembali ke sekolah. Lalu tak lama, sebuah motor dengan pengguna dua orang memakai baju serba hitam dan masker hitam turun menghadang Kak Bima. Seperti yang diduga, adegan bacok-membacok memang terjadi. Kak Bima tidak banyak melawan karena salah satu dari mereka memegangi pundaknya dari belakang dan satunya membuat 6 kali tusukan di perutnya. Setelahnya mereka menyembunyikan Kak Bima di tumpukan sampah dan pergi begitu saja.

"Gila, sadis banget!"

"Plat motornya, Dar! Cari!"

Haidar mempause rekaman cctv dan memperbesar layar. Gotcha, kami dapat plat motornya.

Kami berempat saling pandang, sedangkan Haidar kembali meretas cctv untuk melacak jejak si pelaku.

"Rekaman cctv menunjukkan pukul 18: 46 dan Kak Bima ditemukan pukul 21: 13."

"Gila, lama banget. Untung Kak Bima bisa bertahan. Kalo lebih lama lagi ditemuinya, gue gak bisa bayangin apa yang terjadi," ujarku.

"Ada untungnya Bos, lo berantem sama Kak Nano semalam," cengir Faza. "Emang lo masih berantem?"

"Halah, tadi pagi berangkat bareng udah cengengesan," sahut Sita.

Aku nyengir. "Tadi pagi itu gak ada motor, terus kebetulan dia dateng."

BRAK!

Perhatian kami sekarang mengarah ke Pak Randy yang datang dengan napas tersengal dan muka panik. 

"Salamnya mana, Pa—"

"Ada kasus lagi! Kompol Mahendra ngabarin ada korban di depan kantor pajak."

Kami mendadak ikutan panik. "Gini aja, kita bagi tugas. Haidar sama Eliza tetep di sini ngurus si pelakunya Kak Bima. Gue, Sita sama Faza ke TKP."

"Enggak, lo tetap di sini, Bos."

"Hah?"

"Kompol Mahendra chat gue suruh lo tetap di sini."

"Wah, sialan si Kompol ini ya."

"Gue aduin ke Kompol ah," celetuk Eliza.

"Wah, ada tukang cepu lagi."

"Udah-udah, kita langsung jalan aja," ucap Sita.

"Siaaap. Pak Randy jangan biarin Adia kabur, Pak," ujar Eliza meledekku.

"Pergi sono lo semua!" Aku menatap mereka dengan sinis. Sekarang ruang BK hanya tinggal berdua. Pak Randy kembali ke ruang guru karena ada rapat. "Kenapa gue selalu berakhir sama lo?!"

Haidar nyengir. "Udah dibilang, Bos. Kita itu partner in crime."

"Gimana?"

"Apanya?"

HATERS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang