12. ADIA

1 1 0
                                    

"Gimana kalo kita jengukin Kak Bima?"

"Bukannya kasusnya udah selesai ya?" Eliza balik nanya ke Sita.

"Iya, sih. Kita murni jenguk aja," balas Sita.

Aku mengangguk. "Boleh, sih. Ayok aja."

"Oke, yang lain gimana?"

"Boleh." Faza dan Haidar mengangguk setuju.

Dengan itu, kami yang awalnya mau langsung pulang sehabis dari markas, berganti arah ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit kami langsung menuju ke kamar inap Kak Bima setelah bertanya ke resepsionis.

Kamar inap Kak Bima tipe single dan siang ini dia hanya sendiri di kamarnya. Saat aku mengetuk pintu, Kak Bima seneng banget dan menyuruh kami masuk.

"Apa kabar, Brooo?" sapaku sambil memberi salam ala-ala seperti biasa. Lumayan aku sudah kenal anak OSIS karena sering nongkrong di ruang OSIS.

"Lumayan lah, tinggal nunggu jahitannya kering. Besok kayaknya gue mau pulang."

"Waah, seriusan? Semoga cepat sembuh, Kak," ujar Faza.

"Iya, makasih juga kalian udah dateng."

"Sendirian aja, Bang?" tanya Eliza sambil celingak-celinguk.

"Iya, ayah lagi kerja. Ibu gue lagi keluar makan siang. Oh ya, denger-denger lo tadi dituduh jadi pelaku penusukan gue, ya?" tanya Kak Bima padaku.

"Iya, sial banget! Gue sampai dilemparin telur sialan," sahutku.

"Lusa gue masuk sekolah, gue bakal jelasin kalo lo bulan pelakunya."

Aku mengibaskan tangan. "Alah, santai aja. Pelakunya udah dihukum sama Pak Randy, kok."

"Gue belum sempet bilang makasih ke lo. Coba aja kalo lo gak nemuin gue malam itu, mungkin gue senasib sama karyawan pajak."

"Iya, sama-sama. Lupain masalah itu, sekarang fokus kesembuhan lo aja, Bro," balasku.

Kak Bima mengangguk. "Tadi polisi dateng, mereka ngasih info udah bekuk pelakunya. Ternyata orangnya sama dengan yang nusuk gue dan karyawan pajak. Kalian tau yang lebih ngerinya apa? Pelakunya psikopat, dia nusuk korbannya secara random."

Faza bergidik. "Ngeri banget."

"Malem itu gue sial aja, jalan sendiri malem-malem, tempatnya sepi dan kebetulan ketemu tuh orang. Gue mau polisi hukum dia seberat-beratnya. Kalau bisa hukum mati atau penjara seumur hidup. Ngeri biarin orang kayak gitu berkeliaran bebas."

"Iya, serahin aja ke polisi, Kak. Mereka pasti ngasih hukuman yang setimpal," ucap Sita.

"Oh iya Kak, boleh minjam handphone lo, gak?" tanya Haidar.

"Handphone? Sejak kejadian malam itu handphone gue ilang. Kalau udah keluar dari rumah sakit, gue mau beli lagi. Emangnya kenapa?"

"Enggak sih, Kak. Cuma nanya aja. Emm, ilangnya itu sesudah apa sebelum kejadian?"

"Kayaknya habis gue ditusuk, deh. Soalnya waktu jalan itu gue sama mainan hp. Mungkin diambil pelaku buat dijual kali. Kata polisi, hpnya karyawan pajak juga gak ada."

"Oooh, oke. Makasih, Kak."

"Ada apa, sih? Gue jadi kepo."

Haidar meringis. "Enggak Kak, cuma nanya aja."

Tok tok tok...

Terdengar suara ketukan pintu dan tak lama seseorang perempuan datang membawa sekantung kresek. "Eh, ada yang besuk ternyata."

"Adik kelasku, Ma."

Ternyata perempuan itu adalah Mamanya Kak Bima, membuat kami langsung berdiri menyalami.

"Kalian udah lama di sininya?"

"Barusan aja, Tante," jawab Sita.

"Ini Tante ada buah, kalian makan." Mamanya Kak Bima menjejalkan satu buah jeruk di tangan kami. "Kalau mau nambah, ambil aja."

"Wah, Tante gak usah repot-repot," cengir Haidar sambil mengupas kulit jeruk.

Yeah, untuk beberapa saat kami sedikit berbasa-basi dengan Kak Bima dan mamanya sebelum pamit pulang.

***

Esoknya waktu jam istirahat dimulai, kami berlima langsung beli jajan dan melipir ke Ruang BK. Mau rapat rahasia, katanya Haidar mau ngomongin sesuatu. Terserah mau omongan gak penting sekalipun, aku gak keberatan numpang istirahat di ruang BK. Gak perlu pusing makan sambil desak-desakan di kantin. Gak perlu kepanasan karena sumpek. Pokoknya pewe bangetlah Ruang BK ini. Bisa rebahan dan wifinya kenceng. Aku jadi kepikiran apa aku buat masalah aja ya biar sering masuk BK? Kalo aku nanya gini ke Sita, niscaya dia bakal menggaplokku dan berkata 'Lo udah sering buat masalah, Bos'. Bener juga kata dia. Lagian tanpa menjadi pembuat onar, aku bisa kapan saja masuk Ruang BK. Enaknya punya orang dalam, hehehe.

Ngomongin ruang BK, Pak Randy lagi keluar ngurus anak yang bermasalah. Entah kasus apa, aku gak peduli. Jadi Ruang BK cuma diisi kami berlima, mwehehe.

"Kemarin lo ngapain nanya-nanya hpnya Kak Bima?" tanyaku pada Haidar. Pasalnya kemarin aku clueless banget Haidar nanyain gituan. Berhubung dia hacker yang paling ngerti dengan hal-hal berbau IT, jadi aku ngerasa pasti ada anu-anu. Kulihat juga ketiga sobatku juga menatap Haidar ingin tahu.

"Hmm?" Dan yang ditanya malah sibuk menjilati coky-coky sambil menatap kami balik. "Gak ada apa-apa, kok. Enggg, mau minjem hp buat ngabarin ayang," cengirnya.

"Dih, gak usah bohong. Akting lo payah," cibir Eliza yang dipanggil kami semua, kecuali Haidar sendiri.

"Oke, gue bakal cerita, tapi ini cuma spekulasi gue aja."

"Iya, apaa??" Secara otomatis kami sudah saling merapat.

Haidar mencondongkan badan dan memberikan isyarat lambaian tangan supaya kami melakukan hal yang sama. "Katanya," ucapnya dengan berbisik. Membuat suasana jadi dramatis kayak di film-film horor yang muncul di tipi.

"Apaa?" desak Faza yang sudah geregetan.

"Katanya..." Haidar menatap kami satu per satu. "Kulit manggis sekarang ada ekstraknya, wahahaha." Haidar tertawa terpingkal-pingkal sampai memukul paha Faza. Sementara kami masih spaneng dengan kelakuannya.

Faza yang tak terima membalas tak kalah radikal dengan dendam kesumat habis dikerjain tadi. "HEH, LUCU YA?? LUCU BANGET, NIH RASAIN!!!"

"Wakilin, Za," ucapku membuat Faza tambah bernafsu.

"Argh...argh...ampun," ringis Haidar sambil mengusap lengannya. "Ya, lagian kalian ngeremehin akting gue, hah?!"

Kami buang muka.

"Gue kasih tau alasannya kenapa gue nanyain hpnya Kak Bima kemarin."

"Apa?? Oh gue tau, karena kulit manggis sekarang sudah ada ekstraknya," ujar Eliza mengikuti gaya Haidar tadi dengan nada sewot.

"GUE SERIUS INI!!" Haidar mendengus. "Gue bingung kenapa si pelaku itu ngambil hpnya korban? Ada dua kemungkinan. Pertama, si pelaku emang ambil hp korban buat dijual. Kedua, jangan-jangan ada 'sesuatu' antara korban dan pelaku di hp korban, yang mana itu bisa jadi petunjuk buat kita."

Kami terdiam menyimak penjelasan Haidar.

"Coba lo hack hpnya Kak Bima," celetuk Eliza.

"Udah pernah dan gue gak nemu lokasinya. Kayaknya nomernya udah diganti, deh. Ya namanya kalo jadi dijual, kan segala isinya mesti dihapus," sahut Haidar. "Terus gue mikirnya gini, polisi aja percaya sama pengakuan Anton. Jadi kita juga harus percaya, dong. Lagian belum tentu apa yang gue omongin ini bener, cuma spekulasi doang. Udah-udah kalian gak usah mikirin itu. Lupain aja omongan gue."

"Bener kata Haidar, kita percayakan sama polisi. Kita gak usah mikirin kasus itu lagi, sekarang mending kita fokus belajar. Bentar lagi UAS, woy," kata Sita.

Kami menghela napas panjang dan menyandarkan punggung. Baru kelar masalah satu, muncul lagi masalah baru. Apa lagi kalo bukan UAS?!! Bayanginnya aja udah bikin kepala sedut-senut sebelah.

HATERS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang