Gue mendongak saat seseorang meletakkan kotak bekal cantik di meja.
"Aku ada camilan buat Kak Nano. Tadi udah kubagi sama anak-anak OSIS. Ini kusisihin biar Kak Nano kebagian," ujar Bintang sambil tersenyum manis.
"Oh, iya. Makasih," jawab gue kembali bekerja mengurus Lembar Penanggung Jawab acara ulang tahun sekolah kemarin.
Dari ekor mata gue, Bintang menarik kursi dan duduk di depan meja. "Kak Nano butuh bantuan?"
"Enggak, kok. Santai aja," sahut gue tanpa menoleh.
"Kalo butuh bantuan Kak Nano bilang aja. Gak usah sungkan-sungkan," ujarnya dengan ceria.
Gue mengangguk sekedarnya.
"Emm, Kak Bima gimana kabarnya, Kak?"
"Baik, tinggal nunggu jahitannya kering aja dan dia bisa pulang."
Cewek itu menghela napas. "Syukur deh, kalo gitu. Aku gak bisa bayangin jadi Kak Bima harus balik ke sekolah ini."
Gue mengerutkan kening.
"Kalo aku pasti minta pindah sekolah. Aku gak mau satu sekolah sama pelaku," lanjutnya.
"Emang pelakunya udah terbukti?" tanya gue yang masih keheranan.
Bintang mengedikkan bahu. "Aku baca beritanya di mading."
Tanpa banyak tanya lagi, gue langsung berlari ke arah mading.
"KAK NANOO TUNGGUU..."
Gue memperlambat langkah di koridor lantai dua yang memperlihatkan kondisi mading mendadak ramai. Terlihat Adia yang sedang marah-marah didepan murid-murid. Tanpa membaca mading pun gue bisa menebak pelaku yang dimaksud Bintang.
"Hah...hah..." Bintang menumpukkan tangannya di lulut dan mengatur napasnya yang ngos-ngosan.
"PEMBUNUH!"
"PSIKOPAT!"
Gue membelalak kaget tiba-tiba saja sebutir telur dilempar begitu saja ke Adia. Gue hendak turun ke bawah, tapi urung karena Bintang menahan lengan gue.
"Kak Nano mau kemana?"
"Gue mau nolongin Adia. Lihat dia dilemparin telur kayak gitu!!?"
"Gak usah, Kak."
"Lepasin, Bin."
"Enggak," gelengnya dan cengkramannya semakin erat.
Gue berdecak sebal. "Lo kenapa sih? Gue bilang lepas!"
"Dia udah dibantu temennya, Kak. Kak Nano gak boleh subjektif. Meskipun Kak Nano suka, Kakak gak bisa begitu aja belain dia. Dia itu orang yang nusuk Kak Bima, Kak!"
"Ada buktinya?? Lepasin gue!" Tanpa mempedulikan Bintang lagi, gue berlari menuruni tangga.
Beruntung Adia telah diajak pergi oleh keempat temannya. Keadaannya memprihatinkan. Lelehan pecahan telur ada disekujur tubuhnya. Gue menghampiri sekumpulan anak yang berdiri di belakang kerumunan. Gue lihat dari tadi mereka yang melempari Adia.
"Bagus kayak tadi?!" Ada tiga cewek dan dua cowok yang menunduk ketakutan. Satu cewek yang berdiri di tengah membawa kotak yang berisi telur tadi. Dari badge-nya menandakan mereka dari kelas 10. "Kalian punya dendam apa sampai ngelakuin hal kayak tadi??!"
"Kami gak bermaksud, Kak. Kami terpaksa kalau gak ngelakuin ini kami bakal dibuli," ucap salah satu cowok dari mereka.
"Kalian ngelakuin ini karena disuruh seseorang?!"
Mereka mengangguk takut-takut.
"Siapa yang nyuruh??"
"KAK NANO!"
KAMU SEDANG MEMBACA
HATERS!
Mystery / ThrillerSPIN OFF 18.5 Boy n Girls Sequel Bani Boediman *** Garis besar: Ditemukan mayat kehabisan darah akibat enam tusukan ditubuhnya. Jangkauan korban semakin variatif dan luas. Tidak peduli dari sekolah kami atau bukan, laki-laki atau perempuan, dari rem...