15. NANO

0 1 0
                                    

Tok tok tok...

"Selamat pagi!"

Tok tok tok...

Gue ngetok pintu sekali lagi karena tidak ada balasan sebelumnya.

"Selamat pagi, eehh, Nano??"

"Pagi Tan—" Belum juga selesai ngomong, ibunya Adia sudah menggeret gue masuk dan duduk di sofa.

"Nano, sini-sini masuk. Ya ampun kamu kemana aja? Jarang banget main ke sini? Lagi sibuk-sibuknya kelas tiga ya? Apa lagi berantem sama Adia?" goda ibu Adia.

Gue mengusap tengkuk. "Lagi banyak tugas sama ikut bimbel aja, Tan."

"Syukur, deh. Bukan berantem sama Adia, soalnya dia lagi galau akhir-akhir ini."

"Ibu apa-apaan, sih??" Adia datang dengan rusuh sambil memasang hoodie di badannya.

"Ih kamu yang apa-apaan?? Mau kemana pake baju item-item gitu? Mau jadi copet? Aduh, Nano Tante itu pusing sama kelakuan Adia yang suka aneh-aneh," ujar ibu Adia sambil memegang kepalanya.

"Adia galau kenapa, Tan?" Gue mengerling jahil dan dibalas dipelototi oleh Adia.

"Dia nangis kejer, masang lagu galau, habisin tisu sekotak katanya berantem sama kam—"

"Stooop, ayo Kak Nano kita keluar sekarang," ujarnya sambil menarik gue keluar.

"Dih, baru berantem udah tarik-tarikan aja," ejek ibu Adia. "Heh, gak pamit dulu kamu?!"

"Adia pamit dulu ya, ibuk. Doain semoga hasil nyopet hari ini banyak."

"He gak pake K!"

"Iya, ibu."

"Nano izin ngajak Adia keluar ya, Tan."

"Iya, tapi nanti pulangnya bawa oleh-oleh, ya."

"IBUK."

Gue terkekeh dan menarik Adia menuju motor. Gak bakal kelar perseteruan ibu dan anak ini lama-lama.

"Duluan, Tante," pamit gue sekali lagi sambil menarik gas motor. "Lama gak main ke rumahmu, jadi kangen." Kata gue saat ditengah perjalanan.

"Kangen emaknya?"

"Kangen anaknya—ADUH!" Gue mendesis kesal kepala gue habis ditimpuk sama kepalan tangannya. Dasar gak bisa diromantisin!

"Nyetir yang bener!"

Gue membelokkan motor ke area parkir mall besar di kota gue. Tunggu, gue sama Adia kesini bukan buat date atau apalah—meskipun gue pengennya gitu sih. Tapi keberadaan kita berdua di sini semata untuk melakukan misi rahasia. Semenjak kejadian kemarin Adia jadi nafsu banget sama Bintang. Jadilah keberadaan kami disini tak lain dan tak bukan untuk membuntuti Bintang.

Berdasar informannya Adia—yang tidak gue ketahui gimana cara dia dapetin—tapi yang pasti rada radikal—dia dapat info kalo Bintang lagi nongki di mall ini.

"Yang bagian mana? Mall ini luas tau?! Kalo kita ketahuan duluan gimana??"

"Ya mana aku tau, makanya bantuin cari—emmhh..."

Gue menarik Adia berbalik menghadap patung display toko baju saat tak sengaja target kami baru aja lewat. Adia menurunkan topinya sambil melirik Bintang dengan outfit kece ala seleb jalan sama teman ceweknya dengan outfit yang tak kalah sama. Mereka masuk ke dalam area food court.

"Ayo cabut!"

Gue berjalan dibelakangnya. Ternyata dia cukup ahli dalam kuntit-menguntit. Gue jadi curiga kalo dia sekalian mau nyopet. Pokoknya kami bisa duduk tenang gak jauh dari Bintang tanpa ketahuan. Bahkan sampai pesan vanilla latte.

"Sialan! Aku gak denger mereka ngomong apa!" rutuknya. "Apa jangan-jangan dia ngomongin target selanjutnya ya?"

"Kalo dari penampilan kayaknya mereka gak mungkin. Lagian ini juga tempat rame. Bukan tempat yang pas buat ngomongin begituan."

Dia meregangkan otot dan menyandarkan punggung ke sofa sambil menyesap latte-nya dengan santai. "Yaudah, santai dulu aja gak sih."

Gue terkekeh sambil mendekat kursi kearahnya. "Yaudah, sambil nunggu kita pacaran aja."

Dia langsung menegakkan punggung. "Apaan sih, kita gak pacaran!"

"Gak pacaran tapi cemburuan?"

Dia memalingkan muka. "Diem, deh."

30 menit berlalu dan akhirnya Bintang beserta temannya ada tanda-tanda mau pergi. Gue menggoyangkan lengan Adia yang hendak ketiduran. Dari sini gue bisa melihat Bintang sama temannya berpisah dari pintu keluar.

"Gass, susulin dia!" ujar Adia kembali semangat.

Gue dan Adia kembali mengikuti Bintang yang kali ini pergi dengan mobilnya. Sedangkan kami berdua berboncengan naik motor. Bintang menghentikan mobilnya di sebuah gedung seperti agency. Begitu masuk gue sama Adia tahu ternyata ini tempat pemotretan. Kayaknya dia jadi model di sini.

"Aduuh, ini gimanaaa yaah? Farel mendadak gak bisa datang, ada acara mendadak katanya," ujar laki-laki yang mondar-mandir di depan kamera. "Bintang udah nyampe, ya?"

"Sudah, madam. Lagi di ruang make up bentar lagi selesai."

"Aduuuh, gimanaa iinih," balas laki-laki yang disebut madam itu. Dia hendak berjalan ke sebuah ruangan yang harus melewati kami. Buru-buru gue sama Adia mencari tempat sembunyi. "EEHH, KALIAN SYAPAA??" serunya dengan suara menggelegar.

"Eh, kami kayaknya salah ruangan," ujar gue. Bisa bahaya kalo suara toanya bisa menotice keberadaan kami dari Bintang.

"Tapi tunggu dulu, dilihat-lihat kamu ganteng juga, ya." Gue bergidik geli saat di mencolek dagu gue dan menatap genit. Adia bahkan sudah memasang muka mau muntah.

"Kami pamit dul—"

"Tunggu duluuu..." ujarnya sambil menahan pergelangan tangan gue.

Duh jijik banget gue.

"Kamu mau jadi model gak sekarang? Soalnya model cowoknya lagi berhalangan hadir? Sama Bintang Vega kamu tau kan? Kayaknya dia juga seumuran sama kamu?"

"Enggak!"

Bukan gue yang jawab tapi Adia dengan muka bete.

"Dih, kamu siapa? Kamu tuh gak diajak," jawab madam tak kalah sebal.

Adia berdecak sebal. Oke, sebelum ada keributan dan kecyduk oleh Bintang, gue harus melerai secepatnya.

"Sori, madam. Kayaknya saya gak bisa jadi model dadakan hari ini. Saya belum siap terkenal dan pacar saya ini suka tantrum kalo saya diributin cewek-cewek. Madam lihat sendiri kan mukanya udah sepet banget."

"Sayang banget, deh." Madam menggerutu sebal dan memberikan gue kartu namanya. "Call me later kalo udah putus, ya."

Gue segera menarik Adia keluar soalnya ada tanda-tanda dia mencakar si madam.

"Sialan banget! Awas ya lo, bencong!" umpat Adia setelah keluar dari gedung agency.

"Kita tunggu Bintang di sini aja. Kayaknya di dalam juga cuma pemotretan aja," ujar gue.

"Okee," balasnya menurut.

Akhirnya gue sama Adia menjogrok di depan gedung agency sambil jajan cilok, somay, telur gulung, es kopyor, dan jajanan anak SD lainnya.

Pengintaian hari ini tidak berjalan sesuai harapan—kata Adia. Soalnya dari siang di mall sampai malam di agency habis itu Bintang langsung pulang ke rumahnya. Tentu saja hal ini membuat Adia mencak-mencak dan protes digigit nyamuk sampai kaki kesemutan. Tapi dibalik kesengsaraan ini, gue diam-diam menikmatinya. Kapan lagi coba lovey-dovey habis berantem. Meskipun gak elit-elitnya, buat hari ini gue seneng banget dan gak berpikir dua kali buat mengulangi lagi meskipun kata Adia ada gunanya sama sekali.

HATERS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang