14. NANO

1 1 0
                                    

Gue melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan gue. Hal ini tak sengaja gue lakukan setiap lima menit sekali. Gue menatap guru kimia di depan dan sesekali mencatat di buku. Sekali lagi gue melihat jam tangan di pergelangan.

"Sabar, bentar lagi belnya bunyi."

Gue menoleh mendengar bisik seseorang. "Lama," cibir gue.

"Gue lihat-lihat kayaknya lo lagi hepi, ya?"

Gue terkekeh. "Yoi, tadi pagi gue ketemu Adia. Habis ini gue mau ketemu doi."

Zidan menepuk bahu gue. "Semoga cepat balikan, ya."

"Doain lah."

"Bayar! Doa gue mustajab."

Gue memutar bola mata malas melihatnya memasang wajah jumawa.

"Betewe nih ye, kenapa lo gak sikat aja Si Bintang? Cantik loh, artis lagi."

Gue berdecak. "Gue gak suka. Dia nempel mulu. Gue lebih suka cewek yang menggebu-gebu. Gue rela deh jadi samsaknya Adia asal dia gak cuekin gue."

"Bucin!"

"Tolong sadar diri ya!"

Teeet... Teeet... Teeeet...

"YES!" Gue berseru kesenangan dan buru-buru minta maaf saat guru kimia dan beberapa anak kelas menoleh ke arah gue. Zidan udah ketawa tanpa suara malah.

"Buruan samperin, kan gampang ilang doi lo," ujar Zidan.

Gue mengangguk. Belum sampai keluar kelas langkah gue terhenti oleh teriakan cempreng seseorang.

"KAK NANOOO..."

Gue meringis saat jemarinya menautkan di tangan gue. "Ke kantin bareng, yuk."

"Duluan aja ya, Bin. Gue mau ke toilet dulu."

Junior OSIS itu memasang wajah imut. "Aku tunggu di depan toilet. Biar nanti ke kantin barengan."

"Eh—"

"Bintang, mending lo nunggu Nano di sini. Toilet cowok itu jorok, banyak kecoaknya. Lo mau nanti Nano buka pintu, kecoaknya terbang ke rambut lo? Lebih parahnya kalo lo kejepret nungguin toilet cowok gimana? Hayoo, apa gak bahaya??" ucap Zidan ikut campur.

Gue bakal ngelakuin apapun kalo dia berhasil ngejauhin Bintang dari gue. Tapi gak gue ucapin terang-terangan, paling-paling beliin dia sempol goreng. Soalnya anaknya rada rese dan gak tau diri.

Bintang mengerucutkan bibirnya. Dia menatap gue beberapa lama. "Yaudah deh, aku nunggu di sini. Kak Nano jangan lama-lama, ya."

Gue kegirangan dan mengangguk cepat. Lalu Zidan mengajak Bintang masuk kelas. Gue mengacungkan jempol saat dia menoleh ke belakang. Geprek ya, katanya tanpa suara. Gue mengacungkan jempol lagi, meski rada gak ikhlas.

Dengan hati riang gembira, gue langkahkan kaki menuju kelas 11 MIPA 5.

"Adia gak ada di kelas, Kak." Begitu jawaban Rama.

Gue mengangguk malas sambil melongokkan kepala. Memang gak ada tanda-tanda keberadaan Adia sama gengnya.

"Tadi gue denger Adia mau ke perpus pas istirahat."

Kalo itu yang ngomong Adia and the genk, gue perlu membuktikan kebenarannya. Tapi kalo yang ngomong Si Jenius Rama, dengan mengucap terimakasih gue langsung cuz ke perpustakaan.

Dan benar saja, dengan sedikit kesulitan mencari. Akhirnya gue menemukan Adia di pojokan. Doi lagi corat-coret kertas dengan duduk menghadap jendela. Jadi dia gak tau kedatangan gue.

HATERS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang