5. NANO

0 1 0
                                    

Ruang OSIS kini disibukkan dengan persiapan perayaan ulang tahun sekolah. Segala persiapan dari proposal, undangan, dana, izin, bintang tamu, sponsor sudah diurus jauh-jauh hari. H-3 ini tinggal menyebar brosur dan menyiapkan barang-barang untuk memeriahkan acara. Bahkan desas-desus murid-murid lain sangat menanti-nanti hari yang tinggal beberapa ini. Ya, semua orang sibuk kecuali satu orang yang kini mengangkat satu kaki seraya mulut terus menggiling snack.

"WOI, BIM!" seru Andre dari pintu ruang OSIS.

"Apeee?" jawab si pemilik nama yang matanya tak lepas dari ponsel dan jari-jari yang lincah diatas screen hp.

"Tendanya kok dateng hari ini?" Membuat ruang OSIS menjadi riuh. Gue diam dulu mengamati di balik layar monitor.

"What? Kok datengnya hari ini? Bukannya dua hari lagi?" tanya balik Bima yang langsung mengantongi ponselnya.

"Nah, itu yang gue tanyakan ke elo?!"

Sering ponsel Bima berbunyi dan langsung diangkatnya. Dia meringis. "Pak, bukannya diantar hari Jum'at ya?"

"..."

"Oh iya maaf, Pak. Ini saya langsung ke sana." Bima mendekati gue dengan muka panik. "No?!"

Gue mengangkat wajah.

"Tendanya udah dateng hari ini. Bapaknya nunggu di halaman."

"Kok bisa jadi hari ini?"

Bima menelan ludah. "Gue salah konfirmasi hari."

BRAK!

Suara mengagetkan itu berasal dari orang yang sedari tadi membuka snack dengan cara dipukul. "Bego."

"Biarin abang-abangnya pasang tenda hari ini," ujar gue.

"Kan masih tiga hari lagi acaranya."

"Hitung-hitung mayungin motor anak-anak," celetuk seseorang yang paling santuy di ruangan ini. Cuma giling snack gue perhatikan dari tadi.

"Atau gini aja, abangnya cuma nurunin tenda hari ini terus kita sendiri hari Jum'at, gimana? Ada tutorialnya di YouTube" usul Bima.

"Dan gue gak mau ada kejadian tenda rubuh," tolak gue.

"Ya terus gimana, Nooo?" Bima kelihatan frustasi banget.

"Biarin abang pasang tenda hari ini. Gue bantuin sama anak-anak," putus gue seraya berdiri.

"Kak Nano," panggil Bintang. Gue melirik ada yang siaga satu dibalik tangannya yang mendekap snack. "Dipanggil Pak Jajang di ruang guru."

"Oke."

"Aku ikut ya, Kak," pinta Bintang.

Gue mengangguk membuat Bintang kegirangan. Kini menatap seseorang yang sedang mayun. "Adia, kamu bantu yang lain pasang tenda ya."

"Apa?? Gak mau!"

"Ayolah, gue perhatiin dari tadi lo gak ngapa-ngapain. Cuma makan jajan doang. Lo kan juga anggota OSIS," ucap Bima.

"Sejak kapan ngisi formulir OSIS?!"

Bintang gak mau kalah. "Kan lo sendiri mendedikasikan diri jadi anggota OSIS nggak tetap."

"Adia tolong bantuin Bima, ya," pinta gue dengan nada lembut. Biasanya ampuh buat bujuk Adia.

"Terus situ seneng-seneng, gue kebagian susah-susah gitu?!"

"Adia—"

"Oke-oke, ayo capcus! Awas kalo ganjen!" Setelah memberi ancaman dia berbalik pergi bersama Bima dan anak OSIS lain.

***

Malam puncak acara ulang tahun sekolah berjalan dengan lancar. Dan semoga tidak ada masalah aneh-aneh lagi sampai acara selesai. Terlihat murid-murid SMA 13 menikmati acara penampilan bintang tamu di panggung. Selain itu, mereka juga bebas menampilkan bakat mereka. Para guru terlihat asyik mengobrol dan mengamati dari koridor sekolah. 

"Cek, keamanan aman?" tanya gue dengan bantuan handy talkie.

"Aman."

NGGGIIIINGG...

Suara lengkingan dari sound system terdengar menyakitkan telinga. Semua orang menutupi telinga dan mendumel untuk segera memperbaikinya.

"Cek, perlengkapan apa yang terjadi?"

"Kabelnya ruwet, ini masih dibenerin."

"Bima mana?"

"Bima gak muncul dari tadi."

Gue segera menelpon nomer Bima. Tak ada balasan, hanya suara operator yang memberitahu nomer ini sedang tidak aktif.

"Cek, semuanya hari ini nggak ada yang lihat Bima?"

"Tadi Bima izin sebelum magrib tapi sampai sekarang gak balik-balik."

Gue sudah mengiriminya pesan supaya cepat kembali dan mencoba menelponnya. Jawabannya tetap sama, hanya operator.

"Tes tes, maaf ya tadi ada kesalahan teknis." Dengingan sound system kini berganti dengan suara Bintang yang hendak unjuk gigi. "Semuanya tolong flash-nya diangkat tinggi-tinggi."

Sudah lama ku menanti dirimu
Tak tahu sampai kapankah
Sudah lama kita bersama-sama
Tapi segini sajakah?
Entah sampai kapan
Entah sampai kapan
Hari ini ku akan menyatakan cinta
Nyatakan cinta
Aku tak mau menunggu terlalu lama
Terlalu lama

PROK PROK PROK...

HHUUUU...

"Lagu itu kunyanyikan spesial buat Kak Nano."

CCCIIIEEE...

Gue tentu saja kaget karena tiba-tiba disebut dan semua orang melihat ke arah gue.

"Kak Nano maaf aku lancang. Kakak bisa naik ke panggung. Ada yang mau aku sampaikan."

Sorak cie-cie semakin brutal dan orang-orang mulai berani mendorong gue buat naik ke panggung. Gue melirik seseorang yang kini membuang muka di barisan belakang. Gue menatap Bintang yang memasang wajah memohon. Gue mendengus kasar. Desakan orang-orang yang membuat gue akhirnya mau naik ke panggung.

Bintang tersenyum senang. "Sejak MOS di sekolah ini, sepertinya aku suka Kakak dari pandangan pertama. Setelah masuk OSIS, perasaanku semakin menggebu-gebu. Aku sadar rasa sukaku berubah menjadi sayang. Dan lama-lama sayang itu menjadi cinta. Aku cinta sama Kak Nano. Kak Nano maukah jadi pacarku?"

Terima...terima...terima...

Gue melirik seseorang yang sedari tadi diam diantara barisan penonton. Tapi gue juga gak bisa mempermalukan Bintang yang notabenenya artis. Adegan ini pasti menjadi pembicaraan hangat.

Gue berbisik ke Bintang. "Bin, makasih lo udah berani nunjukin perasaan lo. Tapi maaf, gue gak bisa balas. Gue gak mau mempermalukan lo dan gue tau ini kejam. Setelah ini kita turun dan pura-pura seakan gue nerima lo."

Gue tersenyum dan Bintang tersenyum. Sorakan senang kembali terdengar seakan mereka ikut merayakannya. Gue turun dari panggung, mengedarkan pandangan ke seluruh area dan yang paling gue sesali terjadi. Adia tak berada di tempatnya.

HATERS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang