Bab 36 - Happiness

32 7 2
                                    

Tolong jangan mundur, tetap bersamanya dan pelan-pelan saya belajar mengenal kamu.

_____

Happy Reading.

_____

Kembali ke Jakarta setelah beberapa hari lamanya berada di Bali, Dian datang ke rumah. Dengan wajah lesu serta koper yang masih ia pegang erat di tangan kanan.

Bi Nia dengan cepat menghampiri Dian. "Ibu sudah sampai? Saya bawakan kopernya ya, Bu." Belum ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Dian. "Wajah Ibu sedikit pucat, apa Ibu baik-baik aja?"

"Saya baik, Bi. Di mana Gavin?" Dian memamerkan senyum lebar terpaksa.

"Sudah di resto sejak pagi. Pak Andreas dari kemarin sore sudah pulang ke Amerika juga, Bu."

"Ok. Biar saya aja yang bawa kopernya. Kamu lanjut yang lain, saya hari ini mau istirahat." Dian langsung membawa koper menaiki anak tangga satu demi satu.

****

Setelah beristirahat cukup lama di kamar, membuat Dian bosan dan ia bersiap untuk pergi. Wajahnya yang tadi lesu sudah tidak terpancar lagi, kini ia lebih fit dibanding sebelumnya. Menyetir mobil sendiri, Dian tiba di sebuah studio. Studio itu tidak asing baginya. Tempat di mana John Hendra sering berlatih di sana.

"Saya mau bertemu John, dia ada di dalam?" tanya Dian kepada resepsionis.

"Ada, Bu. Silakan masuk saja, Pak John di ruang musik."

Dian menyusuri jalan menuju ruang musik. Setibanya, Dian melihat John bersama Indry sedang berduet.

"Hai, selamat sore. Maaf saya ganggu," ungkap Dian menutup pintu, ia langsung duduk di sofa tersedia sebelah kiri dari tempat mereka bernyanyi.

"Tante Dian, apa kabar?" John menghampiri Dian memberikan salam untuknya.

"Tante baik. Kamu sendiri gimana?"

"I'm fine. Tiba-tiba dateng, ada apa?"

"Emang nggak boleh saya dateng untuk mendukung calon menantu saya," ujar Dian mengejutkan Indry yang mendengar apa yang baru saja dikatakan itu. Indry sampai melongo menatap.

Bahkan John melirik ke arah Indry. "Yaudah Tante duduk manis di sini. Saya pastikan calon menantu Tante akan menampilkan the best performance." John kembali melanjutkan penampilan. Sementara Dian siap mendengarkan lagu apa yang akan dibawakan.

Indry justru terlihat gugup jauh sebelum kedatangan Dian yang mendadak. Berkat bantuan serta kerjasama baik dari John, Indry optimis latihan kali ini membuahkan hasil.

Selama kurang lebih dua jam, latihan selesai sangat baik. Indry pamit pulang, tak lupa ia juga berpamitan dengan Dian.

"Tante, aku pamit dulu, harus pulang karena udah selesai. Makasih udah dateng liat penampilan aku sama John," ucapnya padat dan bergegas pulang. Namun, Dian mencegahnya.

"Kita ngopi dulu di luar, mau?"

Lagi-lagi Indry seperti sedang bermimpi. Apa yang baru saja ia dengar dari mulut Dian, dari calon menantu, sampai mengajaknya minum kopi mungkin hanya alibi dan pencitraan. Hanya saja ia tidak mau terlalu jauh berharap, jika berakhir pahit saat acara makan siang beberapa waktu lalu.

Dian mengajak Indry menaiki mobil untuk pergi ke sebuah cafe mewah yang berada di daerah Jakarta Selatan. "Bagaimana kabarmu, Indry?"

"Aku baik, Tante." Indry meneguk secangkir hot matcha latte. Masih kaku dan gugup itulah yang dirasakannya.

Secret Admirer ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang