"Beberapa rumus yang ada di papan tulis harus kalian catat lengkap, lalu buat soal yang sesuai dengan rumus yang sudah ada. Minggu depan kumpulkan di meja saya sebelum bel masuk, Selamat siang sampai juga lagi semua." Guru keluar dan seketika kelas sangat ribut. Ada yang meringis karena rumus yang belum ia pahami, ada yang masih fokus mengembalikan kesadarannya karena selama pelajaran ia tidur, dan ada yang sibuk merapihkan bukunya untuk segera pulang. Rain salah satunya, dia bergegas karena merasa muak dengan keributan di kelasnya.
Berjalan dengan santai melewati lorong sekolahnya, tanpa melihat sekitar ia berjalan terus. Tujuannya hanya satu, rumah. Dia mengantuk. "Rain, tungguin!" Rain berhenti, dia berbalik dan mendapati Alam lari dengan tas yang errr-- terlihat berat. "Kenapa?" Tanya rain, "Makan di luar mau ga? Aku laper hehe" Jawab Alam dengan cengiran khasnya, namun dibalas dengan gelengan. "Aku ngantuk, next time aja deh ya" Ditolak, yap. Ajakan Alam ditolak. Namun sepertinya Rain harus menyediakan stok sabar yang banyak. Bukan Alam kalau tidak memaksa, "aku ga nerima penolakan" Balas Alam lalu menarik tangan Rain ke parkiran.
"Mie ayam baksonya dua, teh manis dinginnya dua ya kak." Ucap Alam dan berbalik kembali ke mejanya. "Lain kali, kalo kau maksa gini ku tendang beneran ya lam." Rain mengancam dengan wajah kesalnya, Alam hanya terkekeh. Tidak merasa terintimidasi sama sekali. "Oh lain kali? Berarti setelah ini berharap bakal diajak lagi?" Godanya dengan menaik turunkan alisnya. "Ga, males. Lu bau." Jawab Rain singkat lalu menjatuhkan kepalanya pelan ke meja di depannya. Jujur, rasa ngantuknya saat ini sungguh mengganggu. "Makanya, jangan begadang mulu. Itu mata udah kek mata panda tau" Alam memperhatikan Rain yang hanya menghela nafas, bandal sekali. "Ya kalo aku bisa tidur, ga mau aku begadang kaya gini." Rain menegakkan tubuhnya, menatap kesal pada Alam. "Bacot." Balas Rain singkat.
Tak selang lama, pesanan pun datang. Mereka makan dengan tenang, dan sepertinya Alam harus banyak berterima kasih pada Sabitha. Mie ayam bakso saran dari Sabitha ternyata berhasil membuat Rain duduk diam menikmati makanannya. "Mie ayam bakso itu salah satu trik jitu bikin rain jinak." Begitu katanya, walau di awal Alam agak ragu namun dia mengakui bahwa perkataan sabitha itu benar.
"Gimana? Kenyang?" Tanya Alam setelah selesai membayar makanannya. "Kenyang! Btw kok kau tau tempat ini? Mie ayamnya enak banget!" Jawab Rain antusias, lihat kan? Sangat berbeda dengan Rain yang misuh-misuh beberapa menit kebelakang. "Ada deh, mau pulang atau jalan dulu?" Tanya Alam mengalihkan pembicaraan, akan aneh kalau dia bilang ini saran dari sabitha kan? "Pulang deh, aku pengen rebahan" Jawab Rain lalu dibalas anggukan oleh Alam, "Mari pulang, tuan puteri" Balas Alam sambil melajukan motornya dengan kencang.
"Rain, kau lagi ga deket sama siapa-siapa kan?" Tanya Alam sedikit teriak untuk melawan angin yang menerjang suaranya. Rain mengerutkan dahinya, bingung. "Ya deket sama mu, nih boncengan" Jawab Rain enteng, "ENGGA GITUU CANTIK!!"Teriak Alam dengan nada kesal, "HAHAHAHA kidding bro, engga. Aku lagi ga deket sama siapa-siapa kok. Kenapa?" Tanya Rain kembali setelah ia selesai dengan tawanya. Aneh, topik ini terlalu aneh bagi rain. "Oh ya bagus, gausah deket sama siapa-siapa. Sama aku aja, bisa kan?" Jawab Alam dengan santainya, tanpa sadar sekarang gadis yang ada diboncengannya hampir melipat seluruh isi dunia. Apa katanya? Sama aku aja? Apa maksudnya? Rain menarik nafas panjang, menetralkan wajahnya lalu membalas lagi, "Rayuan mu ga mempan lam, kalau mau jadi buaya mending buayain orang lain aja." Alam melirik spionnya lalu kembali fokus dengan jalan yang ada di depannya. "Engga, aku ga ngerayu, ngegombal, atau apalah. Kalau ga percaya ya gapapa, intinya jangan deket sama orang lain. Sama aku aja. Sampe nanti kamu yakin untuk kita berdua." Alam menatap Rain dengan senyumannya lewat spion motornya.
"Nanti, kalau mau kemana-mana kabarin aku aja ya. Aku yang jemput, jangan pergi sendiri. Gausah sama Daniel, sama aku aja." Ucap Alam yang terdengar seperti perintah, "Hei? kau kesambet apa? We're just friend btw, gausah larang aku dan kau gaperlu untuk antar jemput aku. Oke? Udah sana pulang. Ini udah 15 menitan kamu diem di depan rumahku, kalau dikira lagi nagih utang gimana?" Usir Rain sambil melibas-libaskan tangannya ke udara memberi tanda untuk Alam segera pergi. "Just say yes Rain, I'll go." Jawab Alam dengan santai. "Hell no, go now Alam." Usir Rain sekali lagi dengan nada seriusnya. Alam menarik nafas panjang, susah untuk berdebat, fikirnya.
"Aight, See you Rain. Jangan kangen ya" Rayu Alam sambil memakai helmnya, dibalas dengan tatapan kesal oleh Rain. Setelah Alam pergi, Rain masuk ke rumahnya dan langsung masuk ke kamarnya. Hari ini sama dengan hari sebelumnya, yang berbeda hanya Alam yang mendadak aneh dan sedikit menggelikan. "Ah, mikirin dia bikin pusing doang." Rain mengambil baju dan celana dari lemarinya lalu masuk ke kamar mandi, menurutnya mandi adalah salah satu cara untuk menyegarkan kembali tubuhnya.
* DDRRRTTT DDDRRRTTT *
"Who the f--- Called me on my bath session?!" Dengan kesal, Rain mengangkat teleponnya.
"Ya? Hah? NGAPAIN KAU ANJENG?! WAIT!! AKU PAKE BAJU DULU!" Rain menutup telponnya lalu buru-buru menyelesaikan ritual mandinya, dan memakai bajunya. Ia lari ke luar kamarnya, dan melotot menjumpai Alam dengan keadaan kepala yang sedikit luka, seragam kotor, dan ada noda darah di dengkulnya. Rain meringis melihatnya, sedangkan yang dilihat hanya terkekeh kecil sambil menirukan tanda 'peace' dengan jarinya.
"Hehe sorry rain ganggu lagi, tadi jatuh terus yang paling deket ya balik kesini dulu." Alam menjelaskan kenapa ia kembali dengan menundukkan kepalanya, sedikit takut melihat wajah rain yang tidak bersahabat.
Namun, selang beberapa detik alam merasa tidak ada tanggapan sama sekali dan memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya dan benar saja ia tida menemukan rain disitu. Sedikit kecewa, kenapa rain cuek sekali? Baru saja Alam membereskan tasnya berniat untuk pergi, Rain kembali dari dapur membawa wadah berisi air dan kain, lalu ada beberapa obat dan plester luka. "Kau mau duduk sendiri apa ku patahkan kakimu?" Rain menatap tajam, alam mengurungkan niatnya untuk pergi dan dengan senang hati ia duduk kembali.
"AH AW SAKIT RAIN! PELAN DONG!" Teriak Alam saat rain mulai membersihkan lukanya. "Ngebut aja berani, giliran lukanya dipencet gini teriak teriak." Rain masih dengan mode tidak bersahabatnya sengaja menekan luka alam dengan sedikit tenaga. "AH ADUH! RAIN AMPUN!" Rain menghela nafas dan memelankan tekanannya. "Kenapa bisa jatuh gini sih? Terus kenapa ga ke rumah sakit aja? Kalo infeksi gimana?" Tidak bisa menutupi rasa khawatirnya, sungguh rain saat ini sangat kesal tapi rasa khawatirnya jauh lebih besar.
"Tadi aku ga tau kenapa, ada anak kecil yang main di tengah jalan. Tiba-tiba lari ke tengah, jadi untuk hindarin anaknya aku belokin tapi ga liat ternyata ada batu. Jadi banku meleyot deh." Alam memanyunkan bibirnya seperti anak kecil, dan apa tadi? Meleyot? Ban macam apa yang meleyot?!
"Meleyot meleyot, kau kira donat?" Rain menekan lukanya dengan kesal, Alam hanya bisa meringis sambil terkekeh kecil. "Tapi kan bersyukur juga tau. Tadi jatoh jadi aku bisa kesini lagi deh?" Rain mengernyit heran, bersyukur katanya. "Nih bersyukur nih." Rain menekan luka yang ada di dengkul alam dengan kuat. "AH AMPUN RAIN! GA LAGI RAIN GA LAGII!" Alam hampir menangis sanking sakitnya, sedangkan Rain malah tertawa karena puas melihat alam kesakitan.
Setelah selesai dengan lukanya, Rain merapihkan meja dan merapihkan plester yang terbuang. Namun, Alam bukannya membantu ia malah sibuk memperhatikan setiap gerakan Rain.
"Dah sana kau pulang, dah siap kan." Rain melipat tangannya di depan dadanya, sedikit jengah dengan tatapan alam. Namun bukannya menjawab, Alam malah semakin lekat memperhatikan Rain. "WOI BOCAH DENGERIN GUA GASI?!" Sentak Rain kesal, Alam hanya tertawa geli. Gila fikirnya, alam sudah gila.
"Rain, pacaran yok?" Jawab Alam dengan santainya, "Ogah." Rain menolak dengan lantang.
Alam berdiri dan mengambil tasnya, "Yaudah, aku pulang dulu deh. Besok kalo ditembak lagi, siapin jawaban lain. Jangan ogah mulu." Ucap Alam lalu melengos ke luar.
Rain tidak ikut mengantar, sangat malas dan juga rain merasa sedikit aneh. Apa tadi? Rain ditembak?
"Ah, hari ini kenapa aneh banget sih. Cape banget." Rain menyandarkan pungggungnya pada sofa. Mencoba mencerna apa saja yang terjadi pada hari ini.
Apa yang lebih serem dari sendirian pas rumah mati lampu? Ya betul! Jatuh cinta sendirian!
Alam be like: HAHAHA HA ha ha hah...

KAMU SEDANG MEMBACA
Lies of life
Teen FictionBanyak orang tertawa karena luka dan menangis karena bahagia, lantas kebohongan mana kah yang harus ku percayai? -Rain.