Trust

10 1 0
                                    

Daniel memarkirkan motornya tepat di depan rumah Sabitha, pagi ini sepertinya pagi yang sangat cerah bagi Daniel. Senyum tidak pernah hilang dari wajahnya sejak tadi, ya tadi malam Daniel mencoba mengabari Sabitha tentang film yang akan mereka tonton dan jadwalnya, dan Sabitha langsung mengiyakan. 

"Eh dan, kok ga masuk?" Sapa om Robi, "Engga usah om, saya tunggu disini aja. Sabitha katanya bentar lagi selesai kok." Tolak Daniel tersenyum canggung.

"Ini om lihat-lihat rapih banget, mau ngedate ya?" Tembakan tepat sasaran! Daniel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, 'skakmat' pikirnya. "Om pernah muda kok, tenang aja. Jangan lewat dari jam 10 malam ya." Perintah om Robi yang diangguki oleh Daniel. "Siap om, aman!" Daniel menirukan tangan posisi hormat sambil tersenyum. 

"Ini pasti ngomongin aku ya?" Sabitha keluar dengan tampilan yang sangat cantik. Jeans dan kemeja longgar, dipadukan dengan gelang yang cantik dan sepatu converse. Kasual dan menarik.

"Iya, maklum kan papa harus mendekatkan diri dengan calon menantu." Goda om Robi sambil menaik turunkan alisnya, tersenyum jahil. 

"Ish pa! Udah ah, adek pamit ya." Sabitha dan daniel menyalami om Robi dan berpamitan. Mereka bergegas agar tidak telat. Setelah sampai di sana, mereka langsung masuk ke teater yang tertera di tiket. Dengan cemilan yang sempat mereka beli tadi di bioskop. Film dimulai, Sabitha terlihat sangat fokus dengan alur ceritanya. Salah satu film comedy romance ini sangat ditunggu oleh Sabitha. Daniel tak kalah fokusnya, hanya berbeda arah. Jika Sabitha fokus dengan filmnya, Daniel fokus dengan bagaimana Sabitha tetap terlihat cantik walaupun effortless. "Yang jadi tontonan tuh filmnya, bukan aku." Daniel berdeham menyembunyikan rasa groginya, tertangkap basah cukup memalukan baginya. Sabitha tertawa dan kembali menonton film yang ada di depannya.

"Duh Sean, betingkah mulu ngapa sih?! Bisa diem sehari aja ga?" Agatha sangat kesal saat ini, ia sedang dikejar deadline tugas namun Sean malah datang mengganggunya. 'rindu', katanya.

"Emang ada larangan untuk gaboleh ganggu pacar sendiri?" Sean tak kalah sewot, akhir-akhir ini memang hobinya adalah mengganggu Agatha. "Ada, barusan gua bikin!" Jawab Agatha tak kalah sewot, "Please kau diem dulu, kelar nugas terserah deh kau mau jungkir balik juga terserah!" Sean mendudukkan dirinya patuh, kalau sudah begini Sean sekalipun tidak akan berani untuk mengganggu. Ia tentu lebih sayang dengan nyawanya. 

Setelah satu jam berkutat dengan laptopnya, Agatha meregangkan badannya mencoba meredakan pegal yang mengganggu punggung dan bahunya. Ia menoleh dan mendapati Sean sudah tertidur, sangat tenang. Agatha membalikkan badannya tersenyum kecil. "Ni orang kalo diem cakepnya makin-makin dah." Agatha menggelengkan kepalanya, teringat tingkah Sean yang diluar nalar kalau sudah bangun. Namun, beberapa detik kemudian timbul ide jahil di kepalanya. Ia mengambil spidol dari kotak pensilnya, dan mulai melukis di wajah Sean tanpa rasa bersalah sedikitpun. Lalu Agatha mengambil foto dan berusaha menahan tawanya. "Ribut banget sih" Sean mengucek matanya, merasa terganggu. "Kamu kok ganteng banget sih?" Agatha mati-matian menahan tawa saat mengucapkan itu dan melihat bagaimana wajah Sean saat ini. "Hm? Kok aneh banget?" Sean memicingkan matanya, merasa ada yang aneh. Ia mengambil hp dan melihat kameranya. "ANJING THA MUKA KU KAU APAIN?!" Sentak Sean kaget, melihat wajahnya sudah tidak karuan. "Hehehehehe, ganteng kok. Peace" Agatha menirukan peace dengan jarinya. "Jahat bat anjing" Sean melihat spidol yang tergeletak dan mengambilnya, lalu menarik paksa Agatha dan menahan tubuhnya. Agatha berusaha melepaskan diri, "SEAN PLEASE AKU GAMAU!! ENTAR JERAWATAN WOI ANJ" Agatha menutupi wajahnya, namun malah seperti memeluk Sean. 

"Etdah monyet, kalo mau mesum jangan di rumah" Chaca memutar matanya malas dan langsung masuk ke kamarnya lagi. Sean dan Agatha membenarkan posisinya, tersenyum canggung. "Kau sih, salah paham adekku anj" Agatha menoleh kesal dan hanya dibalas kekehan dari Sean. 

Lama mereka terdiam karena kehilangan topik dan canggung yang sedikit mengganggu, sampai akhirnya keheningan itu terdistraksi dengan dering panggilan  dari hpnya Sean. 

Sean mengerutkan keningnya saat melihat siapa yang memanggil, aneh. "Angkat aja, tumben?" Agatha juga ikut bingung, karena tak kunjung diangkat oleh Sean, dan dering itu terus mengganggu akhirnya Agatha mengambil hpnya dan mengangkat tanpa melihat nama yang memanggil. 
"Halo, siapa ya?" Sapa Agatha. Sean hanya menarik nafas panjang, berharap tidak ada perang habis ini. 

"Loh, ini siapa? Seannya mana?" Agatha menautkan alisnya, seperti kenal dengan suara di sebrang sana. "Ini siapa?" Tanya Agatha sekali lagi, "Resya, ini siapa sih? Seannya mana?" Resya nyolot, Agatha menoleh ke arah Sean, "Seannya lagi gua kurung, lo kalo mau ganggu jangan sekarang. Ntar aja tunggu lebaran monyet." Setelah itu Agatha memutuskan panggilan dan melemparkan hp Sean ke sofa di sebelahnya. 

Diam, lagi. "Tha, ga yang kaya kamu pikirin." Sean memulai percakapan. "Template banget ya kata-katanya."Saut Agatha dengan sinis. "Oke, emang akhir-akhir ini tuh dia ganggu lagi. Tapi aku sama sekali ga nanggepin apapun." Agatha masih diam, "Aku gaakan lakuin kebodohan apapun yang bisa nyakitin kau, ngelepas kau untuk dia itu kebodohan yang gaakan aku lakuin tha." Agatha menoleh, "Kali ini, kau bisa ku percaya ga?" Tanya Agatha, Sean mengangguk mantap. "Bisa! Taruhannya harga diriku tha."

"Oke, kalo kali ini kamu gagal.. u lose me." Jawab Agatha, "Sekarang pulang deh, aku mau beresin rumah. Papa bentar lagi pulang." Sambungnya, Sean paham kali ini ia harus beri ruang pada Agatha. "Iya-iya aku pulang, tapi sekali lagi u have to trust me tha." Agatha hanya menjawab dengan berdeham. Sean pulang, Agatha menutup pintunya dan masuk ke kamarnya. Kali ini, ia takut ditinggalkan lagi. Entah kenapa, kata kehilangan dan ditinggalkan adalah musuh terbesarnya sampai saat ini.

Lies of lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang