"Kamu mau buah gak, Yo? kalau mau aku suapin lagi"
Anin masih bersama Cio saat ini, beberapa saat lalu Anin bersikukuh untuk menemani Cio, setidaknya hingga Shani kembali.
Cio yang tengah memandang Anin dengan cepat menggeleng, perutnya masih kenyang saat ini.
"Saya kenyang, Nin. dari tadi kamu nyuruh saya makan terus perasaan"
"Hehe iya juga ya? greget tau aku tuh, kamu suka susah makan soalnya."
Benar, Cio memang sangat susah perihal makan, bahkan setiap Shani sengaja membuatkan Cio makanan dengan hasil masaknya sendiri, itu tak pernah banyak Cio sentuh.
"Nanti kalau saya laper, ya saya akan makan kok"
"Yaudah deh, by the way Shani kemana ya?" Tanya Anin
Cio menggeleng, Shani pun tidak memberi tahu dirinya ia akan kemana, Cio sedikit merasa kesal terhadap Shani yang malah meninggalkan dirinya berdua dengan Anin di sini.
Cio juga merasa heran,darimana Anin tau jika Cio masuk rumah sakit? apa mama nya yang memberi tahu Anin? tapi untuk apa?
Helaan nafas Cio keluarkan, Cio merindukan istrinya saat ini, hati nya tak bisa ia bohongi lagi, jika dirinya memang merindukan sosok Shani.
"Kenapa emang? kamu ingin pulang?"
Anin dengan cepat menggelengkan kepalanya
"Ih ngga kok, kalau boleh sih aku pengen nemenin kamu di sini, Yo."
Cio terkekeh mendengarnya, tangan nya yang tak terdapat infusan itu ia gunakan untuk mengacak rambut Anin, gemas.
"Yasudah, kamu boleh nemenin saya di sini, tapi sampai malem saja ya? jangan menginap. di sini tidak ada kasur lagi."
Kamar inap Cio hanya memiliki dua kasur, dirinya sengaja meminta untuk di siapkan kamar inap yang memiliki dua kasur, serta sofa dan lain-lainnya, Cio hanya tak ingin Shani merasakan badannya sakit sebab harus tidur di sofa.
Dan jika Anin menginap di sini, dirinya tidak mungkin tega membiarkan Anin tidur dengan posisi duduk atau tidur di sofa, selain itu pun Cio tidak ingin tanpa Shani, dan ntah apa respon Shani nanti jika Anin benar-benar akan menginap di sini hanya demi menjaga Cio.
"Aku bisa tidur di sofa, tapi aku juga gak enak sama Shani kalau harus jagain suaminya, padahal ada Shani yang emang siap untuk itu, jadi, sesuai permintaan kamu di awal aja." Tutur Anin
Senyum Cio terukir tanpa di minta, dirinya tidak perlu repot-repot membujuk Anin nantinya, karena wanita mungil ini memang rasa tau diri nya cukup tinggi, sehingga ia bisa sadar dengan posisinya.
"Eh, aku mau tanya deh"
"Silahkan, tanya saja"
Sebelum berucap, Anin merubah sedikit posisinya menjadi lebih menghadap Cio, kedua lengannya ia topangkan pada kasur Cio, dan sekarang mata keduanya saling menatap intens.
"Kamu kenapa sih kok ngomong nya jadi saya kamuan gitu? padahal kemarin-kemarin ngga deh, secepat itu ya kamu ngerubah gaya bahasa kamu? mentang-mentang mau jadi anak kantoran." Dumel Anin yang membuat Cio sedikit terkekeh kecil
Lengannya bergerak mengusap punggung kepala Anin, yang di perlakukan seperti itu pun hanya diam menikmati momen yang sangat Anin inginkan.
"Saya cuman mau ngerubah apa yang harus saya rubah, dan kamu harus tau kalau saya yang sekarang ini, bukan lagi Gracio yang dulu."
"Tetep aja aneh"
"Permisi..."
Anin dan Cio secara bersamaan menoleh ke arah pintu, mata Cio membelalak menyadari keberadaan Shani yang ntah sejak kapan sudah ada di depan pintu dengan air mata yang mengalir dari matanya, Cio dengan cepat menarik diri menjauh dari Anin, walaupun memang masih ada jarak diantara keduanya, namun jika dilihat dari pintu masuk, keduanya seperti tengah melakukan sesuatu, di tambah lengan Cio yang tengah mengusap bagian punggung kepala Anin.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAK TERDUGA (Hiatus)
Teen Fiction"tak adakah cinta untukku, sedikit saja??" "Apa yang lo harapin dari gue, Cio" Bisakah Cio mendapatkan hati seorang Shani Indira?? "Jika memang mendapatkan mu hanyalah sebuah mimpi bagiku, maka jangan pernah bangunkan aku dari tidurku" Jatuh cinta...