8-Satu Alas

332 59 46
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Kerukunan akan tercipta jika dua insan bisa saling mengerti dan memahami.

MATAKU mengerjap pelan dan aku terkejut bukan kepalang saat menyadari bahwa kini aku sudah berada di dalam kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MATAKU mengerjap pelan dan aku terkejut bukan kepalang saat menyadari bahwa kini aku sudah berada di dalam kamar. Pandanganku pun jatuh pada Bang Fariz yang kini tengah duduk di lantai dekat ranjang seraya menggenggam tanganku begitu erat. Dari napasnya yang teratur bisa kupastikan bahwa dia tengah tertidur.

Sekelebat bayangan akan perdebatan sengit tadi muncul begitu saja. Tanpa dapat kucegah, helaan napas berulang kali dikeluarkan. Melihat wajah damai Bang Fariz membuat rasa bersalahku menguap seketika. Aku menyesal sebab sudah berkata dengan nada setinggi tadi, seharusnya aku bisa lebih bersabar lagi.

"Bang," kataku seraya mengelus lembut pipinya agar terbangun.

Tidur dalam keadaan seperti ini pasti akan membuat badan terasa pegal-pegal. Seharusnya Bang Fariz tak usah melakukan hal tersebut.

Suara lenguhan mulai terdengar, dan mata bulat yang dipayungi bulu mata tipis itu pun mengerjap pelan. Senyumnya mengembang kala kami saling beradu pandang.

"Maafkan Abang karena ter---"

"Iya, lupakan masalah tadi yah, Bang. Aku juga salah dalam permasalahan tadi," potongku cepat.

Bang Fariz bangkit dan duduk di ranjang, aku pun melakukan hal yang serupa. Kami saling berpandangan dan tanpa diduga Bang Fariz merengkuhku dengan sangat erat. Aku pun membalasnya dan mengelus punggung lebar Bang Fariz menenangkan.

"Abang sudah makan malam belum?" tanyaku saat pelukan kami sudah terurai, dan menyadari bahwa jam di dinding telah menunjukkan pukul 11 malam.

Bang Fariz menggeleng pelan.

Astagfirullahaladzim, gara-gara ketiduran aku jadi menelantarkannya. Sungguh sangat berdosa sekali aku jadi seorang istri.

"Mau aku masakin apa?" tanyaku bersiap untuk turun dari ranjang.

"Mie instan aja, biar cepat. Perut Abang sudah keroncongan," katanya sembari menggaruk tengkuk.

Aku meringis dan segera bergegas menuju dapur, Bang Fariz pun mengintili ke mana pun langkahku pergi.

"Belanjaan yang tadi di mana, Bang?" tanyaku saat menyadari bahwa stok mie instan yang selalu ada di dapur sudah tidak tersisa satu pun.

Bang Fariz kembali menggaruk tengkuknya lantas berkata, "Masih di bagasi mobil kayaknya. Lupa belum Abang ambil."

Aku menghela napas singkat.

"Abang ambil dulu sebentar yah," ucapnya lalu melesat pergi.

Tak membutuhkan waktu lama, kini Bang Fariz sudah kembali dengan empat kantung keresek berukuran besar di tangannya. Pantas saja Bang Fariz mengomel, lah wong jumlah belanjaanku terlampau banyak seperti itu.

No Khalwat Until Akad || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang