18-Terungkap

298 49 8
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Jangan terlalu gampang menyimpulkan, karena bisa saja kita tengah terjebak sangkar salah paham.

Jangan terlalu gampang menyimpulkan, karena bisa saja kita tengah terjebak sangkar salah paham

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

AKU terdiam menyaksikan Mbak Rumi yang tengah terisak pilu di depanku. Dari sorot netranya menampilkan kesakitan, dan aku merasa sangat kasihan.

Kusodorkan tissue ke arahnya. "Mbak Rumi kenapa? Ada yang bisa aku bantu?"

Mbak Rumi mengambil beberapa helai tissue lantas menghapus linangan air matanya. "Mbak memang menginginkan perpisahan, tapi gak dengan jalan kesalahpahaman."

"Maksud, Mbak apa?" Keningku mengernyit bingung. Sangat amat tak mengerti dengan penuturan beliau.

Mbak Rumi melepas cincin pertunangannya dengan Mas Rezza lalu menyerahkan padaku. "Mas Rezza salah paham sama Mbak, Nia. Mas Rezza mengakhiri hubungan kami secara sepihak tanpa mau mendengarkan penjelasan Mbak terlebih dahulu."

Aku semakin dibuat penasaran, pasalnya Mas Rezza yang bersikukuh tak ingin mengakhiri hubungan. Tapi, kenapa sekarang malah bertolak belakang. Ada apa sebenarnya?

"Mbak memang sangat keliru di masa lalu, tapi Mbak gak pernah menduga kalau Kak Fariz akan ikut campur terlalu jauh dalam hubungan Mbak dan Mas Rezza."

KAK FARIZ, katanya? Hatiku mendadak panas, terbakar api cemburu. Sangat amat tak terima suamiku dipanggil dengan sebutan itu. Apalagi, aku pun tahu bahwasannya Mbak Rumi dan Bang Fariz pernah menjalin sebuah hubungan.

Baru kali ini aku merasa CEMBURU hanya karena sebatas kata sapaan. Astagfirullahaladzim, tenangkan hati hamba Ya Allah.

"Ada rahasia besar yang selama ini Mbak pendam dan sembunyikan. Mungkin sudah saatnya Mbak berterus terang," imbuh Mbak Rumi dengan tatapan yang sangat amat serius.

Mbak Rumi mengambil sesuatu di dalam tasnya, lantas memberikan selembar foto itu kepadaku. "Kamu tahu siapa orang yang ada di dalam bingkai itu?"

Aku menggeleng pelan seraya menelisik lebih dalam potret tersebut.

Mbak Rumi terlihat menarik napas panjang lantas mengembuskannya kasar. "Beliau adalah ayahnya Kak Fariz yang juga merupakan ayah Mbak."

Mataku hampir meloncat dari tempatnya, tubuhku pun seketika kaku. Apa aku tidak salah mendengar?

"Tante Farah dan Papa memang berpisah disaat usia Kak Fariz delapan tahun. Tapi ...,"

Seperti ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan, sampai Mbak Rumi terbata-bata mengungkapkan apa yang dianggapnya sebagai 'rahasia besar'. Aku sangat amat menunggu dengan rasa penasaran yang kian membuncah hebat.

"Papa menikahi Mama secara diam-diam, tanpa sepengetahuan Tante Farah, begitupun dengan Mama yang juga tidak mengetahui status Papa yang ternyata sudah memiliki anak dan istri. Pernikahan itu tidak tercatat di mata negara, hanya sebatas sah di mata agama."

No Khalwat Until Akad || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang