بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Tidak ada kata cepat ataupun terlambat, sebab takdir Allah selalu datang di waktu yang tepat."
PENANTIAN menjadi hal yang tak bisa lepas dari kehidupan. Di mana pada saat masih melajang, yang dinanti ialah seorang pasangan. Setelah itu, berlanjut menanti hadirnya momongan. Siklus yang takkan pernah berubah, bahkan akan terus berulang.
Pertanyaan kapan, kapan, dan kapan akan terus digaungkan. Seperti hal wajib yang tak bisa dikesampingkan. Manusia zaman sekarang memang terlalu mencampuri urusan orang lain, menuntut banyak hal yang seharusnya tidak perlu dilakukan.
Mungkin itu hanya sekadar basa-basi, tapi tanpa sadar melukai banyak hati. Mungkin maksudnya hanya sekadar bincang santai, tapi tanpa sadar telah memporak-porandakan perasaan orang. Ketidaksadaran itulah yang membuat manusia saling menyakiti.
"Anak itu merupakan rezeki, jika memang Allah menghendaki pasti akan diberi, tapi jika pun tidak ya tak usah menghakimi."
"Pasangan zaman sekarang kalau dinasehati gitu. Bukannya berterima kasih malah menyangkal dan menganggap diri paling benar. Mau ikutan yang lagi viral?"
Aku pun tersenyum lantas berkata, "Tujuan dari pernikahan kami bukanlah untuk mendapat keturunan. Jika diberi kami syukuri, jika pun tidak kami akan sabar dan sadar diri. Kami ini hanya sebatas hamba, yang hanya bisa meminta dan berdoa. Terkait diijabah tidaknya terserah Allah saja. Dan untuk kabar yang sempat viral, mohon maaf, Bu saya tidak berhak untuk ikut campur ataupun berkomentar ihwal masalah orang lain."
Masalah sendiri pun mengelilingi pikiran tiada henti, rasanya tidak ada tempat untuk mencampuri persoalan orang lain, terlebih selebriti. Kurang kerjaan sekali, jika harus mengikuti setiap update kehidupan mereka setiap hari.
"Saya permisi dulu, assalamualaikum," pamitku sebelum mendengar semakin banyak argumen, yang hanya akan membuat darahku mendidih naik ke permukaan.
Kadang aku heran, kenapa ibu-ibu doyan sekali berghibah di tukang sayur. Membicarakan banyak hal, yang didominasi kemudharatan. Apakah mereka tidak memiliki kegiatan lain, selain memakan daging saudaranya sendiri?
Orang-orang di luar sana yang tidak tahu menahu ihwal kehidupanku, tapi seolah paling tahu. Sedangkan orang terdekatku saja tak ambil pusing akan hal itu. Menanyakan ihwal momongan memang pernah, tapi tidak sejulid ibu-ibu tadi. Lagi pula pernikahanku pun baru memasuki usia setengah tahun.
Aku percaya pada garis takdir yang sudah Allah tuliskan. Allah lebih mengetahui sedang aku tidak. Jadi, tak seharusnya diri ini mencemaskan hal-hal yang menjadi urusan-Nya. Tidak ada kata cepat ataupun terlambat, sebab takdir Allah selalu datang di waktu yang tepat.
"Kenapa tuh muka ditekuk gitu?" Sambutan hangat langsung kudapatkan dari Bang Fariz yang sekarang tengah mencuci mobil.
"Sedikit kesal, tapi gak papa," jawabku sembari tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Khalwat Until Akad || END
SpiritualSELESAI || PART MASIH LENGKAP NIKAH itu bukan penyelamat hidup, tapi pergantian fase. Dari yang semula melajang menjadi berpasangan. Bukan pula sebagai ajang pelarian agar terbebas dari masalah, justru dengan menikah trouble yang dihadapi akan sema...