9-Hipoglikemia

346 46 37
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Tak usah terlalu fokus pada perubahan, cukup terimanya dengan penuh keikhlasan.

Tak usah terlalu fokus pada perubahan, cukup terimanya dengan penuh keikhlasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

AKU termenung menunggu Mama yang tengah terbaring di ranjang pesakitan. Matanya masih terpejam rapat dengan bibir yang sedikit pucat. Kondisi beliau mendadak drop, beruntung Bi Sri langsung menghubungi Bang Fariz, dan dengan cepat kami pun membawa Mama ke rumah sakit karena kesadaran beliau yang sudah menghilang.

Kini hanya aku seorang diri yang menemani, sebab Bang Fariz ada meeting yang tidak bisa ditinggalkan. Semula dia enggan, tapi karena kewajiban dan juga tuntutan pekerjaan mau tidak mau harus dituntaskan. Lagi pula, masih ada aku yang bisa menggantikan.

Dari informasi yang kudapat Mama mengalami hipoglikemia. Bagi pasien diabetes, tidak hanya sekadar gula darah yang terlalu tinggi saja yang mesti diperhatikan. Sebab, pasien diabetes juga mesti waspada terhadap hipoglikemia.

Hipoglikemia adalah salah satu kondisi yang bisa terjadi pada orang dengan diabetes, di mana gula darah terlalu rendah. Penyebab terjadinya hipoglikemia adalah obat yang tidak tepat atau penggunaan insulin yang tidak teratur.

Hipoglikemia biasanya terjadi pada pasien diabetes yang sudah menggunakan obat pil atau insulin. Gejala awal lemas, panas dingin, dan rasa lapar. Adapun gejala hipoglikemia yang berat, pengidap bisa berbicara ngaco sampai kehilangan kesadaran atau pingsan.

Fokusku teralihkan saat melihat kelopak mata Mama mulai mengerjap pelan, dan kusambut beliau dengan sedikit sunggingan. "Ada yang sakit, Ma? Mau aku panggilkan dokter?"

Beliau menggeleng pelan.

"Minum dulu yah, Ma. Aku bantu," kataku lalu membantunya untuk meminum air putih dengan menggunakan sedotan, untuk memudahkan.

"Fariz mana?" tanyanya dengan suara melirih.

Kugenggam tangan beliau yang terbebas dari selang infus lantas berujar, "Ada pekerjaan yang harus Bang Fariz selesaikan, nanti kalau semuanya sudah tuntas pasti akan ke sini."

Mama mengangguk pelan. "Maafin Mama yah jadi ngerepotin kamu," ungkapnya.

Aku menggeleng kuat. "Gak ada yang direpotkan. Itu memang sudah menjadi kewajiban aku."

Jika beliau mampu memperlakukanku layaknya anak kandung sendiri, maka aku pun akan melakukan hal yang serupa, menganggap beliau sebagai ibu kandungku. Meskipun aku tak terlahir dari rahimnya, tapi beliau sudah melahirkan sosok pria yang kini berstatus sebagai suamiku.

Pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan menjadi sepasang, tapi juga menyatukan dua keluarga besar menjadi satu kesatuan. Sebisa mungkin harus menjalin kerukunan dan ketentraman agar terciptanya keluarga yang sakinah mawadah dan warahmah.

No Khalwat Until Akad || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang