Main ke rumahnya Mbak Priska sudah menjadi hal biasa. Hanya dia tetangga yang dekat denganku. Sementara tetangga lain hanya sebatas menyapa dan mengobrol ringan.
Aku juga ingin melihat perkembangan Syakilla, dia terlihat semakin pintar, menunjukkan mainannya pada Mbak Priska seolah bertanya apa itu namanya. Aku sudah sangat penasaran, bagaimana anakku nanti? Tapi harus sabar untuk bertemu dengannya kisaran 26 mingguan lagi. Nak, semoga kamu sehat selalu, ibu sayang kamu.
Aku memakan brownis yang sangat manis buatan Mbak Priska. Katanya dia sedang semangat membuat kue-kue, sekalian belajar, agar nanti ketika Syakilla ulang tahun ke 3 tahun, Mbak Priska ingin membuatnya sendiri. Brownis ini buatan pertamanya, sudah terasa enak dan pas manisnya. Belum pernah makan ini sebelumnya.
"Kapan-kapan kita bikin kue bareng ya, Mbak." ajak Mbak Priska.
"Iya mau, Mbak, kayanya senang banget kalo bisa bikin-bikin begitu, dijual juga bisa ini, di bikin kecil-kecil dikasih hiasan, anak kecil juga suka."
"Dulu pas keluar kerjaan memang rencananya pingin jualan kue atau pernak-pernik bikin sendiri gitu. Tapi belum kesampaian, udah ada Syakilla duluan."
"Syakilla kalo udah besar, nanti bisa diajak bikin kue juga, Mbak."
"Bener ya, kayanya senang gitu, punya anak perempuan suka bantu-bantu ibunya didapur." Mbak Priska menciumi pipi Syakilla dengan gemas.
Aku tersenyum lebar. Aku juga penasaran, anakku laki-laki atau perempuan, tapi ya apapun itu harus bersyukur.
"Jadi ibu rumah tangga kaya kita ini biar nggak bosen dan jenuh mending bikin-bikin menu makanan apa kue roti. Mbak Jelita ngapain aja dirumah?"
"Lagi jarang masak-masak, Mbak. Mual-mual terus. Kalo sebelumnya ya masak, ngurusin kebun, nanam bibit-bibit. Apalagi sebelum menikah, lebih banyak kegiatan, Mbak. Ya disini sudah beda kegiatannya."
"Lebih banyak kegiatan jadi nggak bingung, Mbak, kaya hidup itu lebih bermanfaat dan nggak ngerasa waktu jadi cepat berjalan."
"Alhamdulillah, Mbak."
"Oh, jadi ingat. Pernah diceritain Helda, kalo ibunya Mas Raka cekatan didapur, pastinya Mbak Jelita cocok sama ibu mertua ya."
Aku sedikit terkejut ketika Mbak Priska mengarah menceritakan Mbak Helda.
"Ibunya Mas Raka suka masak-masak. Kadang aku sama ibukku suka disuruh bantuin kalo pas ada acara."
"Lah iya, Helda nggak bisa masak, dulu dia main dirumah Mas Raka disuruh nangkring di dapur ya kapok sendiri. Bukan tipe mertua idaman katanya. Dia cintanya sama anaknya doang. Dasar ya."
Aku sedikit bingung mau jawab apa tapi sedikit penasaran juga. Mumpung Mbak Priska cerita tentang beliau, tidak apa-apa kalo kita jadi bercerita lain-lain tentangnya ya. Tapi bukan untuk mengetahui atau menceritakan keburukkan.
"Mungkin Mbak H-helda belum terbiasa. Tapi perempuan sebisa mungkin tahu masak-masak."
"Helda nggak mementingkan itu, Mbak. Kerjaan aja pikirannya. Mau jadi wanita karir yang independen bermanfaat bagi bangsa dan negara karena kerjaanya menyebarluaskan tentang pendidikan dan dunia kerja. Dia pintar sih."
"Aku nggak tahu itu pekerjaan gimana, Mbak." aku tidak paham apa yang dimaksud Mbak Priska.
"Iya intinya gitu, udah lihat youtubenya? Mana ada di mentingin nyuci baju, nyetrika, masak kaya kita. Gimana dia kalo jadi istri ya?" Mbak Priska terkekeh.
Aku sedikit paham, yang aku lihat di youtubenya, begitulah pekerjaan Mbak Helda ya. Iya dia memang terlihat tidak seperti perempuan bagaimana umumnya. Tapi tidak tahu juga. Ini hanya pandanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Jelita
General FictionJelita diambang kebingungan karena tiba-tiba juragan kaya di kampungnya datang dan mengutarakan permintaan menjodohkan dirinya kepada sang anak sulung yang bekerja di Jakarta, bernama Raka. ©Oktober 2022