Malam itu Kaira termenung sendirian di depan rumahnya tepatnya disebuah ayunan yang tergelantung dengan dahan pohon bersama rasa sunyi selalu menemani dirinya. Kaira terdiam dan melamun. Dia tidak bahagia, tidak pula bersedih, gadis itu benar-benar kesepian. Sejak ia ditinggal pergi oleh neneknya, hanya Navin yang selalu menemaninya. Orang tuanya pergi entah kemana. Kaira sejak kecil di besarkan oleh neneknya.
Bagaikan ruang kosong tak berpenghuni, itulah yang dirasakan Kaira. Menjalin pertemanan pun rasanya sudah muak. Kaira berpikir semua orang di dunia sama seperti Sifa, Fiya, Olivia, atau bahkan Gilda. Di sekolah ia juga selalu sendiri.
Tidak ada angin ataupun hujan, Kaira tiba-tiba tersenyum. Ia ingat pertemuan pertamanya dengan Navin sejak SMP.
Maret 2017.
Siang itu terik sekali, bahkan sinar matahari seperti pisau yang sedang mengoyak kulit, hingga keringat bercucuran mengalir di pelipis dahi. Kaira berdiri sendirian di depan tiang bendera sambil memposisikan dirinya hormat menghadap sang merah putih. Ia dihukum karena tidak mengerjakan tugas sekolah dari gurunya. Jadi Kaira disuruh untuk hormat di bawah tiang bendera.
Dari samping, ia melihat seorang laki-laki baru saja berdiri sambil menghormat pada bendera. Kaira saat itu tidak peduli dengan lelaki itu. Yang ia pikirkan adalah, dua jam cepat selesai agar Kaira bisa masuk kelas dan menikmati angin yang melintas di jendela kelasnya.
"Pst!! Woy!" desis pria itu sambil berbisik.
Kaira acuh akan sapaan tersebut. Ketahuilah, pria itu adalah Navin. Pria yang memegang topi di tangannya, serta pakaian yang keluar dari celana. Saat itu mereka tidak mengenal satu sama lain.
"Lo panas ya? Nih gue kasih topi." ujar Navin menyodorkan topi pada Kaira.
Sebenarnya Kaira agak gengsi, namun karena mataharinya panas, mau tidak mau ia akhirnya mengambil topi dari tangan Navin dan langsung dipakai pada kepalanya, gadis itu kemudian mengucapkan kata terima kasih.
"Capek ya di sini? Udah berapa lama?" Navin tanya.
"30 menit." balas Kaira.
"Kira–kira gue bisa tahan sampe 30 menit ga ya? Gue baru lima menit udah capek."
"Diem deh... Kepsek lagi lihatin kita." desis Kaira memperingati Navin.
Bukannya diam, Navin malah tertawa.
"Lo mau ngadem ga?" ajak Navin.
"Gak bisa! Gue lagi hukum." ucap Kaira.
Tanpa aba–aba, Navin mendekati Kaira dan merangkul bahunya. Kaira yang merasa takut hendak menepis tangan Navin agar menjauh darinya, namun sebelum melakukan itu, Navin sudah menekuk lutut Kaira hingga membuat gadis itu nyaris jatuh jika saja Navin tidak menopang Kaira.
"Lo ngapain, anjir!" desis Kaira.
"Stt, lo tinggal tutup mata aja." arahan Navin.
"B-bu—"
"Pak!!! Dia pingsan nih!! Tolong!!" teriak Navin.
Kaira yang hendak protes pun urung saat Navin berteriak, ia segera menutup matanya dan berpura–pura pingsan seperti yang diteriakan Navin tadi. Dan benar saja, saat itu seorang guru langsung mengijinkan mereka untuk meninggalkan tempat. Navin yang saat itu membopong tubuh Kaira ala bridal style pun langsung membawanya ke Uks.Setibanya di Uks, Kaira terbangun dari ranjang ketika petugas PMR pergi. Kini dirinya menatap pria yang sedang duduk memandanginya.
"Udah bangun?" retoris Navin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selimut Biru (Hiatus)
ActionLaut itu biru, semakin biru warnanya maka semakin pula kedalamannya. Jika biru langit diartikan sebagai kebahagiaan, artinya biru dari air mata melambangkan kesedihan..... Bagaimana jadinya ketika cermin kepecayaan telah retak? Apalagi saat orang ke...