15. Can't Stop

5 1 0
                                    

Di minggu pagi yang terlihat cerah, Nazmi sedang duduk berdiam sendirian di kamar berhadapan dengan laptopnya. Dari pagi hingga sore ia tetap berdiam sendirian di dalam, ia pun mulai mengutak-atik laptopnya itu. Nazmi memang seorang anak yang memiliki hobi mengaransemenkan lagu.

Karena ia tidak memakai headphone, suara keras dan tidak beraturan terpecah lewat udara yang ada. Hal itu membuat seorang Darfa_atau ayahnya Nazmi_merasa bising akan suara yang keluar dari speaker.

Darfa masuk ke kamar Nazmi dengan perasaan marah. Bahkan pria paruh baya itu membuka pintu dengan sangat keras hingga membuat Nazmi yang berada di dalam kamar tersentak kaget atas kedatangan ayahnya, apalagi ketika melihat raut wajahnya yang tidak bersahabat itu.

"Hay!! Brisik tau gak!!" bentak Darfa.

"Maaf, papa." tutur Nazmi setelah mematikan gaway-nya.

"Kamu sedang apa!" Darfa masih bertanya.

"Membuat lagu." balas Nazmi.

Darfa menghela nafas kasar. Ia nampaknya tidak suka anaknya bermain musik. Darfa mendekat pada Nazmi.

"Papa sudah bilang kamu jadi dokter saja! Buka buku kamu!!"

Nazmi menggelengkan kepalanya.
"Aku cuma mau bermain musik untuk hiburan." balas Nazmi.

Tanpa sepatah kata apapun lagi, Darfa mengambil laptop milik Nazmi yang ada di meja dan membawanya pergi begitu saja. Nazmi yang tidak bisa apa-apa pun hanya menghela nafas pasrah. Papa-nya itu tidak mendukung apapun mimpi Nazmi bahkan hanya sekedar membuat musik saja. Terlebih setelah istrinya meninggal, Darfa cenderung lebih galak dan keras terhadap putranya.

Nazmi tidak ingin menjadi seorang dokter, ia hanya ingin menjadi seorang jaksa. Ia jadi teringat dengan ibunya yang dulu selalu mendukung apapun keinginan Nazmi. Hanya ibunya yang mendukung mimpinya. Nazmi mungkin siswa yang pandai dalam semua mata pelajaran, namun pelajaran yang ada hubungannya dengan dunia kedokteran sungguh tidak menarik bagi Nazmi, ia hanya tertarik dengan ilmu hukum. Entah apa yang membuat Darfa berkeinginan Nazmi menjadi seorang dokter.

***

Arka mendapat panggilan dari kantor untuk menemui Yahya. Arka pun dengan segera berangkat menuju kantor untuk menjawab panggilan dari atasannya itu. Dan ketika ia berada di kantor, Arka langsung disembur amarah oleh Yahya. Sebuah tumpukan kertas dilempar begitu saja pada wajah Arka, dan Arka hanya bisa menunduk karena kesalahannya.

"Bodoh kamu Arka!! Yang kamu lakukan itu ilegal!! Tidak ada yang menyuruh atau menizinkanmu memecahkan kasus dengan cara seperti ini!! Apa yang kamu pikirkan? Kamu kira kasus ini main-main, hah?!" bentak Yahya.

Arka tidak tahu dari mana Yahya semuanya, yang jelas ia hanya bisa menjawab seadanya.

Saat itu Rangga yang mengetahui jika Arka terkena marah oleh atasanya pun buru-buru menuju kantor Yahya untuk menjelaskan semuanya. Rangga melihat raut wajah Yahya nampak tidak bersahabat dengan Arka.

"Pak! Tunggu!" seru Rangga dari pintu masuk.

Rangga lantas berjalan menghadap Yahya

"Maaf pak. Saya yang menyuruh Arka melakukan ini. Kita minta maaf." tutur Rangga.

Yahya medengus kesal, wajahnya memerah karena mengumpulkan semua amarahnya. Beliau lantas berbalik dan mengambil lembaran data berupa kasus Navin yang selama ini Arka kumpulkan susah payah. Di depan Arka dan Rangga, Yahya merobek kertas-kertas itu menjadi serpihan sekecil-kecilnya.

Ingin marah karena Arka sudah bersusah-payah mengumpulkan data, namun yang menyobek itu atasannya dan ia tidak bisa marah. Arka hanya menghembuskan napas pasrah karena merasa semangat dan ambisinya sudah dirobek bersamaan dengan dokumen tadi.

Selimut Biru (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang