12. Buku Dairy

9 3 0
                                    

Satu minggu telah berlalu, masa skros Kaira telah usai dijalani. Rasa muak dan malas harus ia hadapi ketika harus bertemu dengan Sifa dan kawan-kawan. Rasanya satu minggu itu cepat sekali, bahkan bisa dibilang jika Kaira sudah malas untuk bersekolah.

Di sebuah halaman sekolah, Kaira berjalan seorang diri. Arka melihat Kaira dari belakang, dan itu membuat Arka sedikit senang lantaran telah kembali ke sekolah. Ia akan mengajak Kaira untuk ikut serta dalam latihan pramuka hari ini hanya untuk mengetahui bagaimana mengenai tali, bagaimana dia bisa lepas dari ikatan yang diceritakan itu?

Arka membaca ulang introgasi antara Kaira dan pihak kepolisian dan hasilnya ada suatu kejadian yang membuat Kaira sedikit lupa dengan kejadian saat itu. Kaira bilang saat itu kepalanya dipukul dengan sangat keras dengan tongkat. Dapatkan alibi itu dipercaya?

Lupakan sejenak cerita pekerjaan detektifnya. Hari ini mata pelajaran kembali seperti biasanya, Kaira mengikuti semua mata pelajaran dengan baik. Meskipun berkali-kali ia harus menahan segala marahnya saat berkali-kali Sifa dan teman-temannya melemparinya dengan gumpalan kertas, atau bahkan menjahilinya dengan cara apapun. Semua itu Kaira tahan sampai titik kesabarannya terakhirnya.

Ketika bel istirahat makan siang berbunyi, perut Kaira terasa lapar karena dari pagi ia melupakan sarapannya. Kini ia makan sendirian di bangku kantin. Tidak usah ditanya bagaimana tatapan warga kantin, semua menatapnya sinis, Kaira sudah menduga jika mereka termakan rumor yang ada.

Suara riuh terdengar di kantin, ketika Kaira menolehkan pandangannya ke depan ada Sifa, Gilda, dan Olivia. Sial!  batin Kaira. Rasanya ingin mengumpat ketika melihat wajah gadis-gadis itu. Yang lebih memuakan lagi jika mereka berjalan ke arah Kaira.

"Hai Kai," sapa Sifa.

Namun Kaira tetap melahap makanannya dan mencoba acuh akan sapaan itu.

"Ih, sombong benget ya. Ha-ha-ha." sahut Olivia.

Sifa saat itu mendekat ke arah Kaira dan duduk di sampingnya. Sifa mengusap kepala samping Kaira sebagai bahasa tubuh dari hardik.

"Kaira kasian gak ada temennya. Mau di temenin?" tanya Sifa.

"Pergi!" ketus Kaira.

"Sombong. Makannya jadi anak yang baik. Lo gak mau kan hidup lo berakhir kaya Navin? Temen lo satu-satunya itu... Oh apa bisa gue bilang... Orang yang lo bunuh?" tanya Sifa.

Kaira mengepalkan tangannya yang sedang memegang garpu. Jika boleh, Kaira ingin sekali mencolok mata sifa dengan garpu yang dipegangnya. Kaira sudah tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Jika marah pun sepertinya percuma karena itu hanya akan menguras tenaganya saja.

"Kok marah? Kan emang bener." sindir Gilda.
Olivia yang saat itu sedang memegang botol, meneguk air sebelum kembali mengejek Kaira.

"Kaira, lo kalo mau jadi anak yang baik makan pake sayur. Ini keringan benget. Sini aku bantu." ujar Olivia sambil menuangkan air botol ke makanan Kaira.

Baik Sifa, Olivia, ataupun Gilda tertawa puas seperti biasanya setelah membuat Kaira marah. Hanya dengan tawaan itu mereka meninggalkan Kaira yang sudah hampir menangis di bangku kantin sambil menatap makanannya yang sudah basah karena air yang Gilda tumpahkan. Ia mungkin bisa saja melemparkan makanannya di wajah mereka, tapi ia tidak mau dikeluarkan dari sekolah.

Sekarang mungkin bisa dipahami alasan Kaira yang sudah muak untuk bersekolah lagi.
Biasanya untuk menenangkan pikirannya Kaira selalu ke rooftop untuk menenangkan segala pikiran yang kacau. Sungguh Kaira hanya berpikir, apakah aku bisa melewatinya dengan baik kedepannya?

"Vin, lo dimana? Gue kangen, lo dulu selalu dateng disaat gue sekarat. Sekarang kemana?" gumam Kaira dengan setetes air mata yang mengalir di pipinya.

Selimut Biru (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang