CHAPTER 21

462 15 2
                                    

CHAPTER 21

Setelah kejadian diketahuinya perbuatan Calvin kepada Eysha, papa Calvin marah besar. Rasanya tidak ada kata yang bisa dikeluarkan lagi untuk menyadarkan anak satu-satunya itu. Kecewa dan tidak percaya bahwa hal tersebut benar terjadi.

Kata Rendy, mau tidak mau mereka berdua harus menikah, tanggung jawab itu sangat dituntut oleh Rendy dan Yola. Semua persiapan dilakukan secepat mungkin untuk memulai acara pernikahan tersebut, tidak peduli apakah antara Calvin atau Eysha ada yang belum siap memulai kehidupan baru.

Eysha dan Calvin duduk bersebelahan dengan Rendy dan Yola di depannya, mempersiapkan apa yang bisa dilakukan mulai sekarang. Eysha sudah terpaksa berhenti sekolah dengan tidak mendapatkan ijazah. Banyak orang kecewa atas apa yang telah terjadi, guru-guru dan teman sekelasnya tidak pernah menyangka hal tersebut sama sekali.

Kini impian Eysha untuk melanjutkan pendidikan ke Australia sudah pupus. Semuanya hancur akbiat kesalahannya sendiri.

"Calvin belum siap buat nikah, Pa," ujar Calvin putus asa sejak awal.

"Kita udah bahas itu semalam. Nggak ada kata belum siap ketika apa yang udah kamu lakuin jelas kamu sadar."

"That's not even what I want, Pa. Aku juga gak tau bisa sampai sejauh itu," jawabnya pasrah.

Rendy kembali memasang raut wajah kesal. "Apanya, Vin?! Kamu yang melakukan itu terus sekarang kamu merasa nggak ada kesalahan?" tanyanya tidak percaya. "Harus Papa jelasin lagi kesalahan kamu?"

Calvin dipukuli Rendy semalam sampai banyak luka di tubuhnya. Seperti tidak ada takutnya, Calvin masih berusaha menghindari pernikahan itu.

"Kamu cinta Eysha kan, Vin?" Kini Yola yang berbicara. "Menikahlah," lanjutnya.

"I'm not sure, Mam," ujar Calvin ragu-ragu. Ia melirik Eysha yang sudah menatap lurus dengan pandangan sedih. "Perasaan Calvin udah gak seperti dulu."

Eysha tertawa kecil mendengar kalimat yang keluar dari mulut Calvin itu. Apa katanya? Tidak seperti yang dulu? Lelucon apa lagi setelah sejauh ini mereka telah berbuat?

"We don't have to get married. Go as you please, I won't force anything," kata Eysha pelan.

"Mam dan Papa akan tetap memilih untuk menikahkan kalian. Tanggung jawab atas apa yang udah kalian lakukan, Eysha, Calvin." Rendy dengan nada tegas berkata itu.

"Vin, kamu itu seharusnya penerus perusahaan Papa. Kalau sudah seperti ini nggak mungkin Papa percaya untuk kasih itu semua ke kamu. Terus sekarang kamu juga nggak mau bertanggung jawab? Papa malu, Vin."

Rendy menghela napas dan terdiam beberapa saat karena tidak ada yang menjawabnya. "Papa akan tanggung segala biaya pernikahan. Tapi setelah itu, urus kehidupan kalian berdua. Mulai kehidupan yang baru."

Calvin jelas tidak mau diperlakukan seperti itu. "Bukannya Calvin akan nerusin perusahaan Papa sambil kuliah?" tanyanya, padahal sudah diberi tahu.

"Apa perusahaan milik Papa pantas untuk dipegang sama orang yang nggak bertanggung jawab seperti kamu?" tanyanya dingin. "Ternyata Papa nggak perlu bantuan kamu, Vin."

Calvin menghela napas pasrah. Kesal dan marah bercampur menjadi satu, tetapi ia tidak tahu lagi harus bertindak seperti apa. Banyak hal sudah dipersiapkan oleh Rendy dan Yola. Acara akan diadakan kecil-kecilan, jelas karena pernikahan ini bukanlah sesuatu yang pantas untuk diperlihatkan kepada banyak orang. Married by accident?

***

"Sha, oke kan? Ada ngerasa apa?" tanya Abraham yang datang ke rumah Eysha seperti kemarin-kemarin. Ia sudah mengajak Kania, bahkan selalu. Tapi perempuan itu enggan.

Eysha mengangguk kecil. "Oke kok, Bra. Ngomong-ngomong kenapa Kania gak pernah ke sini lagi? Apa gue ada salah sama dia Bra?"

Abraham tidak tahu harus menjawab apa, karena Kania berubah begitu saja secara tiba-tiba. Dirinya pun tidak tahu telah berbuat kesalahan apa kepada Kania? Apa kejadian beberapa waktu yang lalu itu masih membekas dalam hati Kania?

"Gue juga gak tau, Sha. Udah, yang penting lo pikirin kesehatan lo dan baby aja sekarang. Jangan mikirin yang berlebihan dan ke mana-mana," saran Abraham.

"Tapi gue kangen Kania," kata Eysha sedih. Kania itu satu-satunya sahabat perempuan yang menemaninya dari kecil.

"Nanti kalo ada kesempatan dia pasti ke sini. Mungkin lagi sibuk aja, Sha."

"Eysha, kalo butuh apa-apa hubungi gue langsung ya? Kalo mau ke dokter buat cek kandungan, ajak gue juga. Gue senang kalo lo ngerasa butuh kehadiran gue, gue jadi merasa kalo kita dari dulu emang saling ngejaga. Walaupun kenyataan lo hamil sama Calvin buat gue sedih juga, tapi bukan berarti gue bakal ngejauh dan benci lo," jelas Abraham dengan tulusnya.

Eysha menoleh, menatap wajah Abraham beberapa saat. Abraham sangat baik, bahkan sangat sangat sangat. Abraham pernah berkata untuk menikahi Eysha setelah lulus sekolah. Saat itu, Eysha secara sadar mencoba mencerna apa maksud dari perkataan Abraham itu? Apakah Abraham telah punya rasa kepada dirinya atau hanay merasa kasihan sebagai sahabat?

Dipikir-pikir, apa boleh Eysha berkata jujur bahwa dirinya dan Calvin sudah berencana untuk menikah beberapa minggu lagi?

"Kenapa, Sha? Kok melamun?" tanya Abraham dengan senyumannya.

"Baby apa kabar? Ada perkembangan apa?" tanyanya lagi.

Eysha tertawa kecil melihat ke arah perutnya. "Oh ya, ada yang lo belum tau. My baby is girl."

"Maksudnya our baby?"

Eysha membuka matanya lebar, kaget. "Maksudnya apa, sih, Abra?"

"Kalo kita menikah nanti, your baby is my baby too."

Abraham membuat senyum kecil diam-diam. Selama ini ia menyimpan perasaannya sendirian, yang ia kira tidak akan pernah terbalas sampai kapan pun karena ada Calvin. Tetapi kejadian yang menimpa Eysha justru membuat kedekatannya semakin maju, tidak lagi cinta dalam diam. Tetapi haruskah Abraham merasa senang padahal Eysha saja berusaha mati-matian untuk tetap hidup?

"Sesulit apa pun itu hidup, jangan pernah mikir buat pergi ya, Sha? Sekalipun lo ngerasa gak ada siapa-siapa di dunia ini, lo punya gue yang selalu bisa lo cari," pesan Abraham.

"Tapi Abra.."

"Hm?"

"Kita gak bisa menikah."

Setelah baca tolong kasih vote yaa!! Thank you💗


Expect A Happy Ending [completed🧚🏻‍♀️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang