CHAPTER 45

386 8 0
                                    

CHAPTER 45

 Abraham segera menuju rumah Kania setelah mendapat kabar mengejutkan itu dari Calvin. Bagaimana bisa Abraham tidak tahu sama sekali bahwa Kania menyembunyikan perasaannya? Bahkan bisa jadi sudah lama dari ungkapan yang Abraham dengar begitu menyakitkan.

"Kan, gue jahat banget ya sama lo?" ujar Abraham di tengah isi kepalanya yang berkecamuk. "Maaf karena selama ini justru secara terang-terangan gue kasih tau lo gimana gue sebegitu ngeharapin Eysha, gue berani jamin kalo gue sama sekali gak tau kalo lo punya perasaan ke gue, Kan. Gue selalu mau liat lo bangkit dengan temuin cinta yang baru, gue kira selama ini Bryan itu jawabannya." Abraham menghentikan mobilnya di depan rumah Kania, banyak terdiam dan kembali berpikir bahwa ia begitu jahat kepada Kania yang begitu baik.

Perlahan Abraham membuka pintu mobilnya dan melangkah keluar, berharap Kania belum pergi bekerja. Ia mengetuk pintu hanya beberapa kali dan Kania sudah keluar, wajahnya berseri melihat kedatangan Abraham.

"Abraa?!!" Kania membuka matanya lebar. Ia meraih kedua tangan Abraham dan melompat-lompat kecil. "Aku senang banget kamu ke sini, udah lama kamu gak ke sini buat main kayak dulu," ujarnya dengan antusias bersama senyuman lebarnya.

Sedangkan Abraham hanya terpaku diam tanpa senyuman di wajahnya, tubuhnya seolah tidak bisa bergerak melihat Kania menyambutnya dengan sehangat itu. Di mana lagi Abraham bisa menemukan hati sebaik Kania?

Di saat Kania masih menunggu respon dari Abraham, laki-laki itu justru langsung memeluknya.

"Kan, gue minta maaf."

Kania mengerutkan keningnya dan tidak membalas pelukan Abraham sama sekali, padahal selama ini mungkin itulah yang ia harapkan kala merasa sendirian. "Maaf kenapa Abra? Kok kamu tiba-tiba begini. Oh iya, kamu gak sama Eysha?"

Kania mengajak Abraham untuk masuk dan duduk di ruang tamu, di rumahnya ini hanya ada Asisten Rumah Tangga yang akan pulang nanti siang setelah Kania pergi untuk bekerja.

"Kan, gue bingung harus jelasin dari mana? Tapi, gue minta maaf kalo selama ini ternyata gue gak ngerti isi hati lo."

"Maksud kamu apa, sih, Abra?" Kania mulai mengerti arah pembicaraan ini, jangan-jangan Calvin sudah memberi tahu tentang perasaannya itu?

"Gue berani jamin Kan, gue sama sekali gak tau kalo lo punya perasaan ke gue. Gue gak mungkin selama ini cerita ke lo tentang Eysha kalo gue tau lo punya rasa itu. Kan, gue gak pernah mau sakitin hati lo atas apa yang gue lakuin, gue bener-bener gak sadar."

Raut wajah Kania sontak berubah, tidak seceria saat menyambut kedatangan Abraham tadi. Benar saja tebakannya, Calvin sudah bicara. "Udah lah, Abra. Aku udah lupain itu semua, aku udah baik-baik aja. Aku harap kamu gak perlu kasih tau ini ke Eysha, aku mau kamu sama dia tetap punya hubungan seperti biasa dan menikah seperti harapan kamu selama ini."

"Kan."

"Pasti dari Calvin, kan? Dia dengar omongan aku waktu di taman, itu emang kesalahan aku. Dan dia minta uang 100 juta biar gak kasih tau kamu sama Eysha, tapi aku gak mau. Aku kira dia gak akan benar-benar kasih tau kamu tentang ini, Eysha belum tau, kan?" tanya Kania, meskipun masih ada sedikit rasa sesak.

Kania memang sudah belajar untuk merelakan perasaannya untuk pergi, tetapi setiap perjalanan selalu ada sedikit ketidakrelaan yang ia rasakan.

"Jadi ternyata selama ini lo tersakiti waktu dengerin cerita-cerita gue tentang Eysha? Itu alasannya lo jadi ngejauh dan bukan lagi kayak Kania yang dulu?" tanya Abraham.

"Maaf ya Abra, aku gak pernah bermaksud buat ngejauh dari kalian. Tapi saat itu aku emang belum bisa sepenuhnya terima kalo ternyata dari persahabatan kita yang berisikan 3 orang, ada salah satunya yang cinta salah satu yang lain. Tapi kamu tenang aja, aku udah lupain perasaan aku, Abra."

"Kenapa lo gak pernah bilang, Kania?" tanya Abraham masih tidak menyangka.

Kania menghela napasnya pelan. "Abra, apa yang kamu rasain ke Eysha itu sama kayak apa yang aku rasain ke kamu. Kamu cinta Eysha dan aku sendirian. Kalo dibalik, aku cinta kamu dan Eysha akan sendirian. Walaupun aku tau, cinta aku cuma sepihak. Tapi selama ini aku selalu berusaha kubur perasaan ini karena beranggapan persahabatan kita lebih penting."

Abraham tertegun mendengar ucapan Kania, meskipun ekspresi wajahnya tidak bisa berbohong, juga matanya. "Udah berapa lama Kan, kalo boleh tau?"

"Berapa lama apa? Aku tau kamu suka sama Eysha? Mungkin baru semenjak Eysha dikabarin hamil."

"Maksudnya udah berapa lama lo suka sama gue?"

"2 tahun?" Kania tersenyum kecil, sedikit malu mengungkapkan itu. "Udah gak penting, Abra."

"Kan? Gue jahat banget sama lo, selama ini gak pernah tau itu dan terang-terangan ceritain semua impian gue buat Eysha. Maaf, Kan," kata Abraham, benar-benar tidak nyaman.

"Udah, Abra. Apa pun yang kamu tau sekarang itu gak akan merubah apa yang kamu rasain untuk Eysha selama bertahun-tahun. 2 tahun punya aku itu bisa aku atasi sendiri, gak sulit kok. Selama ini juga aku sadar seberapa senengnya kamu waktu ceritain Eysha, aku seneng kamu seneng, Abra. Sekarang aku akan coba buat hidup sendiri, aku udah mempersiapkan diri untuk itu. Karena aku tau, cepat atau lambat hubungan kalian berdua itu udah lebih dari sekadar sahabat. Aku gak mungkin sejauh itu untuk ikut kalian terus," jelas Kania panjang lebar, matanya sudah sedikit berair.

"Lo itu perempuan dengan hati paling baik, Kania. Selama ini lo gak pernah egois, tapi ternyata gue yang egois. Lo tetap jadi Kania yang sayang banget sama Eysha padahal Eysha itu orang yang gue sayang, tapi lo gak marah dengan itu. Hati lo bener-bener baik, Kan. Gue minta maaf karena udah terlalu telat buat sadar."

"Biasa aja kali Abra, gak perlu minta maaf. Perasaan kamu itu kamu yang punya dan emang hak kamu untuk punya perasaan sama siapa pun. Tetap lanjutin hubungan kalian ya, jangan sampai Eysha tau tentang ini," pesan Kania.

Abraham menggeleng berkali-kali, ia tidak mungkin menyakiti hati Kania lebih dalam lagi. Kania bisa saja berkata ia sudah baik-baik saja, tetapi perihal hati siapa yang tahu? Harus merelakan orang yang disayang itu bukan hal yang mudah, Abraham pernah merasakan itu saat Eysha menikah dengan Calvin.

"Gue mau kita sahabatan kayak dulu lagi, bertiga."

Kini Kania yang menggeleng. "Enggak, Abra. Kejar cinta kamu, udah bertahun-tahun, kan, kamu cinta sama Eysha? Aku tau gimana isi hati kamu selama ini waktu harus relain Eysha buat Calvin. Sekarang Eysha udah cerai dari Calvin, ini kesempatan kamu. Aku tau kamu pasti bakal bahagia hidup sama Eysha nanti. Bener kata kamu kita akan tetap bersahabat walaupun kalian menikah nanti."

"Udah cukup gue sakiti hati lo selama itu, Kania. Masa lalu lo buat lo terluka terus ternyata gue juga ngelakuin itu? Sahabat macam apa gue ini, Kan?!"

Kania beranjak dari duduknya, memilih untuk berjalan ke dapur. "Udah ah Abra, temani aku bikin kue aja, ya? Gak usah bahas-bahas itu lagi. Aku mau kamu memilih jalan yang buat kamu bahagia, bukan untuk menjaga hati aku. Aku baik-baik aja, kamu harus percaya."

Setelah baca tolong kasih vote yaa!!

Expect A Happy Ending [completed🧚🏻‍♀️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang