CHAPTER 28

323 11 2
                                    

CHAPTER 28

"Maksud lo apa, Vin? Are you cheating on me?!" tanya Eysha pelan seraya menunjukkan satu foto dari ponselnya. Di sana tampak jelas Calvin yang tengah bersama perempuan lain dalam sebuah ruangan penuh lampu berwarna. Eysha bisa tebak di mana itu, tetapi apakah benar Calvin telah bermain di belakangnya?

Calvin yang baru saja masuk ke dalam rumah enggan mendengar perkataan dari istrinya tersebut. Ia juga tidak peduli jika Eysha benar mengetahui hal itu atau tidak. "Biasa aja kali, Sha. Gue juga ngebebasin lo buat sama siapa aja. Lo mau sama Abraham? Yaudah sana," jawabnya santai. "Kita cuma butuh status."

"Vin?" Eysha tidak habis pikir. Eysha mencintai Calvin mau bagaimanapun juga, ia tidak bisa berbohong. Mau diberi sejuta kali terang bahwa Calvin tidak baik pun, nyatanya Eysha memang bodoh soal cinta. "I love you so much. Kenapa harus kayak gini?"

Berkali-kali diberi bukti bahwa Calvin tidak pantas untuk dirinya, berkali-kali juga Eysha percaya bahwa Calvin bisa berubah.

"Gak ada lagi cinta di antara kita, Sha. Semua udah hancur dan gak bisa dikembaliin kayak semula. Gue udah bilang setelah anak itu lahir kita pisah, lo boleh sama siapa pun dari sekarang. Abra suka sama lo, kan? Sama Abra aja. Gue gak bakal kenapa-kenapa."

Eysha masuk ke dalam kamarnya, tidak ingin terlalu jatuh dalam ucapan Calvin. Ungkapan seperti itu sudah sering kali Eysha dengar, ia hanya harus banyak mengalah. Kalau saja tidak ada manusia lain dalam dirinya, sudah pasti sejak lama Eysha hanya bisa dikenang tanpa bisa dilihat.

Eysha ingin pergi saja selama-lamanya menyusul satu anaknya yang telah lama pergi. Apa gunanya hidup di dunia yang penuh luka untuknya?

Pada waktu yang tepat, Abraham menghubunginya secara tiba-tiba. Padahal, sudah lama sekali mereka tidak berkomunikasi. Lantaran Abraham tidak mungkin terus-terusan menganggap Eysha masih sahabatnya yang dulu, Esyha sudah menikah sekarang. Abraham cukup tau diri.

"Halo, Abra," ujar Eysha dengan suara pelan, terdengar sedih?

"Sha? Kenapa? Suara lo kayak sedih?"

"Gue gak kuat lagi, Bra. Gue gak suka hidup ini, kalo bukan karena anak gue, mungkin gue udah pergi dari lama."

"Sha."

"APA, ABRA?! SEMUA PERGI NINGGALIN GUE. HIDUP GUE HANCUR, ABRA. GUE CINTA CALVIN DARI DULU TAPI KENAPA AKHIRNYA JADI BEGINI?" Eysha berusaha berbicara keras, ia mulai menangis.

"Sha, lo punya gue. Sekalipun semua orang pergi ninggalin lo, lo selalu punya gue. Lo gak pernah sendiri di dunia ini," jawab Abraham lembut. Berharap Eysha tidak melakukan hal yang di luar batas.

Eysha masih terus menangis dari balik ponselnya, mendengarkan balasan Abraham yang tidak membantu kala dirinya sudah sangat rapuh.

"Calvin bilang apa?"

"Dia mau cerai setelah anak ini lahir," jawab Eysha susah payah.

"Eysha, berhenti nangisin laki-laki bodoh yang gak membantu apa-apa dalam hidup lo. Dia sama sekali gak membiayai hidup lo, dia cuma beban. Boleh cinta tapi tolong jangan bodoh, Sha. Lo tau kalo gue cinta sama lo, tapi maaf kalo gue harus sekasar ini. Hidup ini panjang, habiskanlah waktu lo untuk hal-hal berguna bersama orang-orang tulus," jawab Abraham panjang lebar.

"Kalo Calvin bisa seenaknya bilang mau cerai, terima. Buktiin kalo lo bisa hidup tanpa dia, Sha. Jangan mau dipandang lemah, masih banyak laki-laki lain di dunia ini yang bakal cinta sama lo dengan layak. Sekalipun bukan sama gue, gue akan lebih ikhlas kalo bukan Calvin yang nempatin posisi itu. Karena Calvin gak lebih baik daripada gue," tekan Abraham pada kalimat terakhir.

"I love him, Abra. I'm sorry."

"I love you, Eysha Malinka. Apa gue gak pernah cukup buat lo, Sha? I can be anything you want."

"Abra, gue gak mau di rumah," ujar Eysha tidak membahas perkataan Abraham.

"Gue ke sana."

***

Abraham bergegas untuk menjemput Eysha di rumah perempuan itu. Ia sempat mendatangi salah satu toko bunga di tengah perjalannya khusus untuk Eysha. Eysha yang ia sebut sebagai perempuan keinginannya.

Benar saja, mencoba menjauh sebisa apa pun yang Abraham ingin hanyalah Eysha, istri dari laki-laki lain. Ia tidak akan berusaha untuk merebut, tapi bukan juga membiarkan Eysha terluka.

Satu minggu yang lalu adalah hari kelulusannya, dan nama Eysha selalu ia bawa untuk menemaninya dalam perayaan kelulusan itu. Entah kenapa Kania menjauh lagi, kali ini lebih jauh dari jangkauan Abraham. Merasa kehilangan? Tentu saja. Tetapi pikir Abraham, mungkin Bryan telah mengambil hati perempuan itu, biarlah Kania bahagia bersama jalannya.

Di perjalanan pun Abraham terus saja bertanya-tanya apa kekurangannya sehingga yang Eysha lihat hanyalah Calvin.

"12 tahun Sha kita bareng. Kenapa gak bisa lo tumbuhin rasa itu sedikit aja? Bahkan untuk mencoba pun lo gak mau," katanya.

"Andai lo sadar kalo  gue bakal selalu ada di setiap lo butuh, gue gak pernah pergi terlalu jauh untuk lo datangi."

"Bahkan setelah gue mulai bisa nerima keadaan lo yang hamil, gue udah menganggap anak itu sebagai anak gue juga, Sha. Lo gak pernah jelek di mata gue."

Karena "kita" adalah keinginanku semata, yang nyatanya sekarang bisaku hanya menerima takdir bahwa tidak ada kita. Sekali lagi, tidak ada.

Tetapi, tidak akan ada batas waktu untuk menunggumu, Eysha Malinka. All my time is free for you.

Setelah baca tolong kasih vote yaa!! Thank you💗

Expect A Happy Ending [completed🧚🏻‍♀️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang