CHAPTER 31

323 13 2
                                    

CHAPTER 31

"Lo kira gue gak tau kalo Abraham udah berkali-kali ajak lo nikah? Gue gak sebodoh itu, Sha. Gue bisa tau informasi dari mana aja tanpa perlu lo kasih tau."

Calvin mendadak marah ketika mereka berdua tengah membahas keperluan rumah tangga. Padahal Eysha kira semuanya perlahan membaik ketika Calvin mulai menerima untuk duduk bersama dan berbincang seperti ini. Tapi ternyata tidak, semua masih sama.

Eysha berusaha menenangkan Calvin dengan nada suaranya yang lembut. "Vin, kamu juga udah tau, kan, kalo Abraham suka sama aku dari lama? Dia berniat ngajak aku menikah karena apa yang kamu lakuin ke aku. Tapi apa sampai sekarang ada bukti kalo aku nerima ajakan Abra? Nggak, Vin. Karena aku tau aku sayangnya sama kamu, walaupun kamu gak lagi nunjukkin hal yang sama."

"Kalo lo emang mau sama dia, gue gak peduli juga."

"Kalo gak peduli kamu gak harus marah, Vin. Aku tau kamu lagi gak sadar sama apa yang kamu omongin dari tadi. Semalam habis dari mana? Pasti kebiasaan kamu itu kan? Ngumpul sama temen-temen kamu yang negatif itu?" tanya Eysha mulai kesal.

"Lo gak tau apa-apa Sha! Gak usah ikut campur soal temen-temen gue."

"Aku emang gak tau apa-apa, Vin! Semua aku gak tau tentang kamu. Karena kamu nutup diri, seakan kamu paling berkuasa di rumah tangga ini dan aku bukan apa-apa. Kamu kira jadi aku itu mudah?!"

"SIAPA YANG MAU MENIKAH, SHA?!"

"AKU JUGA GAK PERNAH MAU KALO BUKAN KARENA KEADAAN KAYAK SEKARANG!"

"Gak usah munafik, Sha. Gue tau lo sayang banget sama gue, jadi dalam keadaan apa pun untuk bisa nikah sama gue itu hal yang buat lo senang, kan?" tanya Calvin seenaknya.

Eysha memang mencintai Calvin sebegitunya. 2 tahun bersama Calvin membuat dirinya tidak mudah untuk melupakan, meskipun Eysha sadar bahwa bertahan pun tidak ada artinya.

Untuk bisa menerima Abraham pun rasanya tidak mungkin, perasaan lebih dari sahabat belum Eysha temukan sejauh ini, walaupun ia tidak ingin berbohong juga bahwa telah merasa nyaman.

Kini melihat Calvin yang terus saja membuatnya tersiksa, Eysha rasa bercerai adalah jalan yang paling tepat. Hanya beberapa bulan lagi, mau tidak mau Eysha akan memilih untuk memisahkan diri dari hal yang membuat ia dan anaknya menderita.

"Kamu pikir aku gak bisa hidup tanpa kamu, Vin?" tanya Eysha tenang tetapi dalam. "Kamu pikir kamu itu segalanya?"

Calvin diam, memandang Eysha dengan remeh.

"Aku bisa hidup berdua sama anak aku, aku bisa jadi ibu yang baik juga tanpa kamu. Aku bisa cari kerja dan hidup tenang sama anak aku. I don't need you either."

"Dulu, mungkin aku emang anggap kamu segalanya. Tapi sekarang, kamu bukan lagi apa-apa setelah semua yang udah kamu lakuin. Dan juga, setelah kita selesai kamu harus inget kalo aku gak kehilangan kamu tapi kamu yang kehilangan aku. Aku gak akan ngelakuin apa-apa untuk buat kamu dibenci banyak orang, tapi alam semesta yang akan bales," jawab Eysha sekuat tenaga karena dalam hatinya masih ada rasa sakit yang ia tahan kuat-kuat.

"Gak tau diri lo, Sha. Hidup aja sendiri, buktiin bisa atau enggak!" Calvin membanting pintu rumah dan pergi keluar, seperti biasanya yang selalu lari dari masalah. Pengecut, bukan? Sama seperti apa yang pernah Abraham katakan.

Akhirnya jatuh juga, meskipun sudah ditahannya begitu kuat. Eysha menangis lagi, tetapi setidaknya tidak di depan Calvin.

Berkali-kali ia memukul dadanya karena berkali-kali juga ia merasa gagal menjadi seorang wanita, gagal menjadi ibu yang baik karena lewat semua masalah ini juga Eysha harus kehilangan salah satu anaknya.

"Kenapa gak ada bahagia di dunia ini?" Eysha menangis, tetapi lagi-lagi pikirannya telah kacau. Dalam situasi seperti ini, satu-satunya manusia yang paling menyayangi dan merangkulnya adalah Abraham. Namun Eysha sadar, Abraham harus melupakan dirinya dan menemukan perempuan lain.

Bukannya beberapa kisah menikah karena kecelakaan yang Eysha tahu akan berakhir dengan bahagia juga? Hidup bersama keluarga kecil dan tenang. Tetapi kenapa berbeda dengan kisahnya?

Eysha menghubungi Kania berkali-kali untuk datang ke rumahnya. Kini Kania telah sibuk dengan pekerjaan yang ia tekuni sebelum memasuki dunia perkuliahan. Tetapi untuk Eysha, selalu ada waktu baginya.

"Tenang ya, Sha. Semua akan baik-baik aja. Menurut gue pilihan lo untuk pisah dari Calvin udah yang terbaik, karena buat apa bertahan sama laki-laki yang gak bertanggung jawab sebagai kepala keluarga? Selama ini dia cuma nambah beban pikiran lo, buat lo dan anak lo tertekan dari setiap tingkahnya. Percaya sama gue kalo lo sanggup besarin dia tanpa Calvin," tunjuk Kania kepada perut Eysha.

"Calvin itu apa, sih, Sha di mata lo? Dia itu gak ada kelebihannya," lanjut Kania kesal. "Cowok gak jelas kayak gitu, tau gitu dari awal gak gue setujuin."

"Buka mata lo, Sha. Cowok modelan Calvin lo perjuangin? Gak berguna banget buang-buang waktu," lanjutnya lagi tanpa memberi Eysha celah untuk menjawab. Kania juga memasang wajah ingin muntah saat mengatakan itu.

"Emang gak jadi sama Abraham?" tanya Kania memberanikan diri. Padahal jauh dari dalam hatinya, Kania masih ingin Abraham.

Eysha menggeleng. "Gue gak ada perasaan sama Abraham, Kan. Itu udah jujur banget gue bingung," katanya.

"Tapi Abraham keliatannya cinta banget sama lo, Sha." Kania berkata demikian karena dirinyalah yang melihat bagaimana Abraham terlihat begitu lemah setiap kali membayangkan Eysha bersama Calvin.

Eysha tersenyum tipis. "Abraham emang baik, tapi gue belum bisa ngerasa lebih dari sahabat."

Kania menghela napas pasrah. Kapan Kania bisa merasakan diperjuangkan oleh laki-laki keinginannya? Apa masih lama Kania harus memendam ini semua sendirian? Memendam lelah, berkata jujur pun percuma.

Setelah baca tolong kasih vote yaa!! Thank you💗

Expect A Happy Ending [completed🧚🏻‍♀️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang