CHAPTER 41

283 10 0
                                    

CHAPTER 41

Eysha duduk termenung di taman belakang rumahnya, rumah yang penuh kenangan bersama keluarganya dulu. Eysha sering bertanya-tanya kenapa mama dan papanya tidak pernah mencarinya setelah setengah tahun ini? Apakah itu yang namanya keluarga?

Bersama Brasha dalam dekapannya, Eysha kembali tenggelam bersama pikirannya yang bercabang. Ada rasa nyaman ketika Abra begitu peduli dengan hidupnya. Peduli bukan hanya karena mereka adalah teman, tetapi lebih dari itu. Eysha berusaha meminta kejelasan kepada hatinya sendiri, sebenarnya Eysha telah jatuh hati atau hanya karena merasa berutang budi?

Abraham begitu baik dalam hidupnya, banyak hal yang sudah dilakukan oleh laki-laki itu, begitu sempurna. Mungkin Eysha harus belajar membuka hati untuk Abraham? Ia menyadari bahwa tidak semua laki-laki itu sama, Abraham pasti akan mencintainya dengan teramat.

Eysha membuka ponselnya, berniat untuk menghubungi Abraham. Sudah 3 hari Abraham menanyakan persetujuan Eysha untuk bertunangan dengannya. Setidaknya ada ikatan lebih di antara mereka, pikir Abra.

"Hey, Sha. Ada apa?"

"Abra."

"Aku setuju tunangan sama kamu kalo Kania setuju," kata Eysha pada akhirnya.

"SHA?!"

"ARE YOU SERIOUS?"

"Gue ke rumah lo, ya!"

Abraham pasti sudah kesenangan di tempatnya. Cinta itu memang alasannya abstrak, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Abraham hanya merasa nyaman berada di sisi Eysha dalam waktu yang lama sekalipun, Eysha pintar, Eysha ibu yang baik, dan Eysha yang begitu kuat. Bahkan Abraham tidak ingat sudah berapa kali memuji perempuan itu.

Di sisi lain, keluarga Abraham belum memberikan persetujuan apa pun atas keinginan anak laki-lakinya itu. Bukan karena Eysha sudah memiliki anak atau bahkan tentang anak dari orang lain. Semua itu karena Abraham dan Eysha masih terlalu muda untuk sekadar bertunangan pun. Untuk berteman, tidak pernah ada larangan. Tetapi bagaimana bisa remaja yang masih labil mengambil keputusan untuk lebih jauh?

Kabar baiknya, Brasha diterima dengan baik oleh keluarga Abraham. Bayi cantik seperti Brasha, begitu membawa kebahagiaan bagi orang-orang. Tidak ada alasan untuk membenci manusia kecil itu.

***

"Jadi kamu tinggal di sini, Sha?" tanya Melati, mama Eysha.

Eysha masih mematung melihat kehadiran Andra dan Melati di hadapannya, tidak lupa di sebelahnya ada adik perempuannya.

"Mana Calvin?" tanya Andra dingin. Ia melihat sekitar rumah dengan begitu tajam.

Eysha ingin menangis rasanya, bahkan setelah lamanya mereka berpisah tidak ada lagi kehangatan. Semuanya telah berubah semenjak hari berat itu.

"Ini cucu Mama sama Papa," jawab Eysha dengan lembutnya.

"Di mana Calvin?" tanya papa Eysha lagi.

"Pa, aku sama Calvin sudah bercerai. Selama ini kalian ke mana tinggalin aku gitu aja? Udah banyak banget hal berat yang aku lalui setengah mati. Dari kehilangan salah satu anak aku yang seharusnya kembar, bercerai dengan Calvin," ungkap Eysha meskipun berat, ada air mata yang ia tahan.

"Papa pergi untuk buat kamu sadar, Sha. Kalo apa yang kamu perbuat selalu ada konsekuensinya agar kamu gak mengulangi itu. Kalo aja saat itu Papa tetap menerima kamu dan bertindak biasa aja, apa itu hal yang baik? Seakan-akan Papa gak masalah kalo kamu udah hamil di luar nikah? Itu bukan perbuatan yang patut di contoh, Sha. Kamu punya adik, adik perempuan. Sheila sudah berumur 14 tahun sekarang, udah mulai jatuh cinta. Gimana kalo Sheila mencontoh apa yang udah kamu perbuat saat itu? Apa Papa harus ngeliat dua anak perempuan jatuh ke tempat yang sama?"

"Sha, nggak ada orang tua yang siap ngeliat anaknya hamil tanpa adanya ikatan pernikahan. Mama kecewa sama kamu saat itu, bahkan sampai sekarang rasa kecewa itu tetap ada. Tapi kami sebagai orang tua sadar kalo kamu itu tetap anak Papa sama Mama. Selama ini Mama sama Papa selalu titip kamu ke Kania, selalu pantau kamu dari Kania, selalu tanya banyak hal ke Kania," ujar Melati yang membuat Eysha menatap tidak percaya.

"Mama harap kamu udah belajar banyak hal atas kejadian itu, Sha." Melati menghampiri Eysha dan memeluknya erat.

Eysha menangis tanpa suara, semuanya begitu menyakitkan setelah mengetahui bahwa perasaan cinta kedua orang tuanya ternyata tidak pernah berubah.

Brasha nyaman dalam dekapan Sheila, satu-satunya adik Eysha. "Namanya siapa ini? Kamu kok lucu banget, mukanya mirip aku, deh!" ujarnya, mengajak Brasha untuk berbincang dan berjalan masuk ke dalam rumah tanpa ingin menyaksikan acara sedih-sedihan.

Andra tidak lagi ingin membahas lebih jauh, ternyata Calvin memang sangat buruk. "Papa sama Mama minta maaf karena sempat pergi ninggalin kamu sendirian dalam keadaan yang terpuruk. Kami juga minta maaf karena sudah gagal menjaga kamu, Sha. Gak ada orang tua yang mau anaknya salah pergaulan. Semoga apa yang udah terjadi buat kamu lebih hati-hati kedepannya," pesan Andra pelan. "Papa sama Mama udah tau semuanya."

"Tadi ke rumah Kania sebelum ke sini, tapi ternyata dia lagi buru-buru jadi gak bisa ikut. Sekarang Kania rambutnya pendek ya, cantik dan tetap lembut anaknya," puji Melati, mengingat teman masa kecil Eysha itu.

Eysha tersenyum haru, hari ini pasti menjadi hari yang begitu bahagia untuknya. Kembalinya dalam keluarga kecil ini dan belajar membuka hati untuk Abraham.

"Maaf Pa, Ma," kata Eysha setelah beberapa menit hanya ada keheningan. "Untuk semuanya."

Andra dan Melati menoleh bersamaan dan tersenyum kecil tanpa menjawab apa pun.

"Eysha emang bukan anak yang baik setelah apa yang udah terjadi, tapi Eysha akan berusaha menjadi ibu yang baik untuk Brasha," lanjutnya.

"Kamu pasti jadi mama yang baik, Sha." Melati berkata seperti itu sedangkan Andra hanya mengangguk.

"Abraham apa kabar?" tanya Andra yang secara tiba-tiba teringat.

"Abraham baik, dia bilang dia mau ke si-"

"Permisi," ucap seseorang yang baru masuk ke dalam rumah, tepat di depan gerbang.

"Om? Tante?" ujar Abraham, meskipun kaget wajahnya sangat antusias.

"Ini Abra," katanya seraya bersalaman dengan kedua orang tua Eysha.

Andra dan Melati terlihat begitu senang dengan kehadiran Abraham yang sopan dan penuh ekspresi itu. "Terima kasih Abra udah jagain Eysha. Terima kasih udah jadi sahabat yang begitu baik untuk Eysha sejak dulu," ucap Andra seraya menepuk-nepuk pundak Abraham.

"Kamu gak pernah berubah dari dulu, Abra. Kamu selalu jadi sahabat terbaik Eysha juga Kania," tambah Melati.

Abraham tersenyum hangat. "Pasti Om, Tante. Abraham akan selalu jaga Eysha dan Kania."

"Hmm, kebetulan ada Om dan Tante di sini, Abra mau minta izin."

"Izin apa?" tanya Andra.

"Masuk aja dulu. Kita obrolin di dalam," ucap Eysha, sudah berdetak jantungnya.

Ketiga orang itu mengangguk setuju dan berjalan masuk ke dalam rumah. Abraham pikir itu tidak akan begitu menegangkan, ternyata sangat.

Setelah baca tolong kasih vote yaa!! Thank you💗

Expect A Happy Ending [completed🧚🏻‍♀️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang