"Naura, jangan terluka lagi ya?".
Mentari pagi mulai menampakan sinar nya dengan malu-malu, mengintip dari balik celah jendela kamar seorang gadis cantik yang masih terlelap dalam tidurnya.
Naura membuka matanya perlahan saat merasakan sesuatu yang menimpa wajahnya, untuk beberapa saat dirinya hanya terdiam, menatap langit-langit kamar dengan isi kepala yang sudah melayang entah kemana.
"Ternyata benar, seberat apapun hari ini, dia pasti kan berlalu, jika pun itu hari buruk, bukan kah itu hanya akan terjadi selama 24 jam" batinnya.
Gadis itu lalu mencoba untuk duduk, menatap sekeliling kamar nya yang terlihat begitu kacau, pecahan kaca yang berserakan dimana-mana, buku novel dengan beberapa halaman yang tersobek dari map nya, juga pintu lemarinya yang terbuka lengkap dengan baju nya yang kini sudah tak ada di sana.
Setelah kejadian sore kemaren, Naura memang memilih untuk mengurung dirinya di kamar, berharap ibu dan Ayah nya akan datang lalu meminta maaf padanya atas apa yang terjadi.
Namun angan tetaplah angan, yang mereka lakukan hanyalah mengirim pesan singkat di WhatsApp, itu pun bukan untuk meminta maaf padanya, Sang Ayah hanya memberikan pesan berisi penegasan bahwa mulai hari ini dirinya akan selalu di antar jika akan pergi kemana-mana. Lalu ibunya? Dia hanya meminta Naura untuk mengerti bahwa Ayah nya melakukan itu semua demi kebaikan dirinya sendiri.
Ia mencoba untuk berdiri, namun ia urungkan saat merasakan sesuatu di kakinya yang begitu perih.
"Shit" Naura meringis pelan saat melihat pecahan kaca yang masih tertancap di kakinya.
Jika di ingat-ingat kemarin dirinya memang hilang kendali, entah pukul berapa dirinya berhenti menangis hingga tak sadar bahwa ia tertidur di lantai dengan keadaan yang begitu mengerikan.
Deringan jam beker membuyarkan lamunannya, Naura menepuk kepalanya pelan, apapun yang terjadi dia harus tetap mencoba fokus bukan?
Ia lalu berdiri, berjalan ke arah kamar mandi dengan tertatih-tatih, lalu mulai bersiap karna tentu saja hari ini dia harus memenuhi kewajiban nya dengan bersekolah.
✰✰✰✰✰
Satu persatu anak tangga ia lewati dengan perlahan, gadis itu turun dengan begitu hati-hati, tadinya ia berniat untuk tidak masuk sekolah saja hari ini, namun jika di pikir-pikir itu hanya akan membuat keadaan semakin menjadi keruh. Lagi pula berdiam seharian di rumah tentunya bukanlah suatu hal yang menyenangkan.
"Yang lain kemana Mbo" tanya Naura, heran saat melihat meja makan kini telah kosong, yang tersisa hanyalah bekas piring yang sudah di pakai dan sepotong sandiwch coklat favoritnya.
Mbo Mina adalah ART yang sudah bersama dengan keluarga nya sejak Naura belum lahir, lebih tepat nya semenjak ibu dan Ayah nya menikah.
"Ayah sama ibu udah berangkat Neng, buru-buru katanya ada urusan mendesak di kantor, Neng Nara juga udah berangkat sekolah bareng Ayah ibu".
Naura menghembuskan nafas lega, ia kira pagi ini akan menjadi pagi dengan acara sarapan yang begitu panas, namun ternyata yang tersisa hanyalah dirinya seorang.
"Yaudah Mbo, Naura berangkat dulu ya" lanjutnya, lalu menyalami tangan Mbo Mina, Mbo Mina sendiri sudah ia anggap seperti orang tua bagi nya, di tambah di rumah ini hanya dialah satu-satu nya orang yang mengerti Naura dengan begitu baik.
"Pagi Neng Naura" sapa Pak Amir, tak lupa dengan senyuman Pepsodent nya yang bisa menyilaukan seluruh alam semesta ini "Sesuai perintah Bapak hari ini Neng Naura akan saya antar dan saya tunggu di sekolahan" lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE I DIE
ChickLitKetika kamu merasakan sakit, terkadang yang kamu fikirkan adalah bagaimana caranya menghindar ataupun pergi, bahkan terkadang rasanya kamu hampir ingin mati, tapi sesungguhnya yang kamu butuhkan adalah sebuah ketenangan, maka pergilah ke suatu tempa...