"Dunia ini terlalu kecil buat keberanian rasa cinta dan sayang gue ke lo yang begitu besar".
Di sisi lain Ayudhia dan Danudara baru saja sampai di rumahnya, setelah perjalanan dua hari dari luar kota. Wanita paruh baya itu terduduk sendiri di sofa ruangan tengah, tangan nya terus menimbang nimbang ponsel yang ada di genggaman nya. Seperti ingin menghubungi seseorang namun dirinya merasa ragu karna sejak tadi suami nya tak lepas memperhatikan nya dari kejauhan.
Akhirnya wanita itu memutuskan untuk pergi ke dapur, menghampiri Mba Mina yang sedang menyiapkan makanan di sana.
"Naura ada pulang gak Mba?" Tanya nya, terlihat nada khawatir yang begitu melekat dari diri wanita itu.
"Anu Bu, sebenernya.." belum sempat Mba Mina melanjutkan ceritanya, tiba-tiba Nara datang begitu saja. Berusaha mengalihkan perhatian ibu nya agar tak dapat bicara dengan Mba Mina.
Beberapa saat kemudian makanan telah siap, Ayudhia di bantu oleh Mba Mina mulai menyiapkan hidangan untuk makan malam mereka.
Makan malam berjalan dengan lancar, seakan tak terjadi apa-apa, namun sebenarnya Ayudhia merasa sangat tidak tenang sejak kepergian Naura. Dia merasa ada yang salah dengan semua ini.
"Kak Naura ada hubungin kamu ga dek?" Tanya Ayudhia pada Nara, Nara yang sedang membuat susu coklat membalasnya dengan gelengan kepala.
"Biarin lah bu. Anak susah di urus gitu. Mungkin dia emang maunya sendiri. Bebas gak ada yang ngatur-ngatur" ujar Danudara.
"Ayah gak khawatir sama Naura?" Tanya Ayudhia.
Danudara hanya mengangkat bahunya pelan.
Menghindari perdebatan, akhirnya lelaki itu memilih untuk pergi menuju ruang kerjanya.
Ayudhia kembali menatap ponselnya nanar, memang salah nya juga tidak langusng mencari keberadaan putri nya pada saat kejadian itu.
Tadinya Ayudhia berfikir bahwa Naura paling akan pergi sebentar untuk menangkan diri. Namun ternyata sampai saat ini gadis itu tak pulang lagi.
Dia sudah berkali kali mencoba menghubungi ponsel anaknya namun percuma saja, nomer yang di tuju selalu tidak aktif. Dia juga tak mengetahui siapa yang membawa Naura saat itu. Kini dirinya baru menyadari, sebagai seorang ibu, dia benar-benar tak tahu apa-apa tentang putrinya.
Sejak kejadian tiga tahun lalu, keluarga nya terasa begitu hancur. Kehilangan anak lelaki satu-satu nya yang waktu itu baru menginjak usia lima tahun adalah hal yang menyakitkan. Namun ada yang lebih menyakitkan dari semua itu. Tentang suaminya yang sejak saat itu malah membenci Naura yang menjadi penyebab meninggal nya anak kesayangan nya itu.
Sejak saat itu kehangatan di dalam rumah itu telah hilang. Tak ada lagi canda tawa, padahal dulunya Naura adalah gadis yang begitu periang.
Dia sangat menyayangi adik-adiknya lebih dari apapun, dia selalu rela berkorban. Namun takdir memang tak bisa terduga. Hingga kejadian Naas itu akhirnya menimpa keluarga mereka.
Sebagai seorang ibu Ayudhia merasa sangat gagal, dirinya sudah di kalahkan dengan ego selama ini hingga dengan teganya menelantarkan darah daging nya sendiri. Dia juga merasa, semenjak kejadian itu semua anggtoa keluarga nya selalu menganggap Naura seperti tak ada.
✰✰✰✰✰
Dengan putus asa gadis itu kini menatap hamparan lampu malam yang berada di hadapannya, Ia tersenyum lebar. Angin malam mengusik rambut indahnya yang di biarkan tergerai.
Naura mencoba menghirup udara dunia untuk terakhir kali nya. Tarikan nafas yang begitu panjang.
Ia mencoba memantapkan tekadnya, satu kaki nya mulai melangkah maju, menuju ke arah tepian gedung berlantai 12 ini.
Kini satu kaki nya telah berada di awang-awang, gadis itu telah siap untuk menghadapi maut.
"BRAK" tepat sebelum dirinya loncat seseorang malah menarik tubuhnya mundur. Hingga gadis itu tersungkur.
"NAURA" Dengan muka yang begitu cemas Gavin langsung memeluk Naura erat.
"SADAR NAURA SADAR, LO GAK BOLEH NYERAH, LO GAK BOLEH KALAH, BUKA MATA HATI LO NAURA, JANGAN TERUS BIARIN FIKIRAN ITU ADA DI KEPALA LO" tangisan lelaki itu terdengar pecah begitu saja. Tangan nya yang gemetar mencoba menggenggam jari Naura kuat.
Naura hanya terdiam, bahkan sekarang untuk mengeluarkan air mata saja rasanya dirinya tak lagi mampu. Dia hanya menatap wajah Gavin dengan begitu lesu, sorotan matanya sudah tak tergambarkan, hingga Gavin tak bisa membaca apa yang sebenarnya Naura rasakan.
Gadis itu memejamkan matanya perlahan. Merasakan setiap atmosfer dari tangisan tulus lelaki yang sedang memeluknya kini.
Setengah jam berlalu mereka berada di posisi itu, air mata Gavin seakan tak akan pernah surut. Naura juga masih terdiam. Dirinya masih merasa kebingungan, linglung atas apa yang telah dia coba lakukan.
"Naura" Gavin melepaskan pelukannya. Tangan nya kini mencoba menggenggam Naura erat dengan kedua mata merah nya yang tepat menatap Mata Naura dengan begitu dalam.
"Sejauh apa pun gue mencoba bantuin lo, itu gak akan pernah berhasil kalo lo sendiri gak mau sadar, kalo lo sendiri gak mau nyelamatin diri lo, kalo lo sendiri gak ada niatan buat lawan semuanya" lelaki itu menyeka sisa air mata yang masih ada di pipinya.
"Kita coba berusaha sekali lagi ya Nau, kita cari jalan keluar nya sama-sama, gue akan selalu ada tepat di samping lo" lanjutnya lagi.
Naura mengangguk pelan. "Tatap mata gue" Lelaki itu mengangkat dagu Naura agar wajah nya bisa balik menatap mata lelaki itu.
"I love you" perkataan itu terdengar begitu tulus, keluar dari rongga dada lelaki itu.
Naura langsung memalingkan wajahnya, gadis itu lalu berdiri. Memilih untuk kembali menatap hamparan lampu kota yang ada di hadapannya.
"Sekalipun cinta lo udah hilang, gue bakal tetep ada di sini, gue gak bakal pernah ninggalin lo kecuali lo yang minta" lelaki itu ikut berdiri di samping Naura.
Menggenggam bahu wanita itu dengan begitu lembut dan yakin.
"Selama gue masih hidup, gue gak akan ngebiarin dunia nyakitin lo Naura, dunia ini terlalu kecil buat keberanian rasa cinta dan kasih sayang gue ke lo yang begitu besar" lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE I DIE
Literatura FemininaKetika kamu merasakan sakit, terkadang yang kamu fikirkan adalah bagaimana caranya menghindar ataupun pergi, bahkan terkadang rasanya kamu hampir ingin mati, tapi sesungguhnya yang kamu butuhkan adalah sebuah ketenangan, maka pergilah ke suatu tempa...