"I'm done. Bukankah saya bilang berkali-kali jika kita tidak bisa menambahkan biaya produksi? Jika masih belum bisa menentukan berapa target minimum dengan benar, seharusnya kalian tidak mengambil keputusan serampangan begini."
Wanita itu mengentak map di atas meja. Tidak peduli tatapan takut-takut dua pegawai wanita di depannya. "Perbaiki dan serahkan kembali sebelum pukul empat sore ini," ujarnya dingin tanpa mengalihkan pandangan dari layar elektronik yang berpendar lembut di hadapannya. Salah satu dari pegawai itu mengambil benda persegi berwarna hitam itu kemudian pamit undur diri.
"Ternyata rumor yang menyebar itu bukanlah rumor yang tidak berdasar." Salah satu pegawai itu bergidik.
"Kau lihat tadi? Bagaimana ia bisa menyadari penambahan biaya produksi yang kita selipkan?"
"Jabatan Manager Keuangan itu bukan hal yang mudah dicapai. Pastinya karena dia berkemampuan."
"Siapa yang kalian bicarakan?"
Kedua pegawai wanita itu terperanjat.
"Miss Anderson, Miss Robinson. Jika kalian memiliki banyak waktu membicarakan Sally, apakah tidak lebih baik waktu itu digunakan untuk merevisi proposal itu?"
"Baik, maafkan kami, Mr. Smith."
Kedua pegawai tadi kemudian buru-buru kembali ke kubikel mereka. Pria yang dipanggil Smith itu kemudian membawa tungkainya memasuki salah satu ruangan yang terpisah dari kubikel-kubikel berwarna putih tersebut. Sebuah ruangan yang berdesain minimalis dengan dinding kaca. Cukup lama ia berdiri di depan pintu memperhatikan seorang wanita yang sedang fokus dengan pekerjaannya.
Tok ... tok.
Smith menyerah, ia memilih mengetuk pintu dan melenggang masuk karena menunggu wanita itu menyadari keberadaannya itu mustahil. Wajah khas Asia itu menatapnya dengan dahi yang mengernyit.
"Jangan menatapku seperti itu, Sally. Wajah cantikmu nanti akan penuh dengan kerutan."
Wanita itu tersenyum simpul. "Su Li. Ucapkan namaku dengan benar, Direktur," ucapnya kemudian kembali berkutat dengan komputernya. Smith mengambil tempat di sofa krem yang berada di depan sebuah jendela besar. Jika memandang lurus, ujung menara Big Ben dapat terlihat. Berbeda dengan kantor yang ia miliki, kantor gadis berkebangsaan Tiongkok itu lebih terkesan homey dengan perpaduan elemen kayu dan warna krem.
Furniture yang didominasi kayu atau berwarna krem juga terlihat memenuhi ruangan. Ada mini bar kecil dengan beberapa tanaman sukulen menghiasi meja, bersanding dengan kulkas yang tertutup aneka stiker ataupun memo.
"Apakah kau suka memandangi Big Ben seperti ini?"
Su Li memandang lurus arah yang dimaksud oleh Smith. Kemudian menggeleng samar. "Saya tidak memiliki waktu sebanyak anda, Direktur. Jika saya menghabiskan waktu memandangi Bigben itu, maka pekerjaan saya akan menumpuk."
Smith terkekeh. Apa yang diucapkan oleh Su Li memang benar, dikerjakan saja tumpukan berkasnya masih menggunung, apalagi jika tidak dikerjakan. Smith sendiri bergidik melihat tumpukan map warna hitam tersebut.
"Ah, jika anda ingin kopi, saya akan mengatakannya pada Miss Moore."
Smith beranjak. "Tidak perlu, aku hanya mau menyampaikan ini," lelaki itu mengeluarkan sebuah amplop kecil berwarna pastel dari sakunya. "Anne genap tiga tahun hari ini. Jika ada waktu, makan malamlah di rumah kami."
Su Li menerima amplop tersebut dan membacanya dengan seksama, "Apakah Anne masih suka dengan unicorn?" tanyanya setelah cukup melihat kapan waktu acaranya dimulai.
Smith melambaikan jari telunjuknya, "Tidak perlu membawa apapun. Kau cukup hadir saja." Sebelum Su Li berkata lagi, lelaki itu sudah melangkah keluar ruangan. Su Li hanya menggeleng melihat tingkah atasannya tersebut. Ia kemudian mengatur alarm di ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINGERING GRUDGE (END)
Mystery / Thriller[MISTERY-ADULT ROMANCE] Su Li menerima sebuah paket misterius yang ternyata berisi informasi jika ibunya meninggal karena dibunuh. Su Li memutuskan resign dan kembali ke Tiongkok untuk mengungkap misteri itu. Sesampainya di sana, Su Li malah dipaksa...