Pelajaran kembali dimulai. Papan tulis sudah berisi banyak rumus. Murid murid lain menunjukkan muka masamnya, muka menyerah. Sama sekali tidak ada cahaya disana. Wajah masam. Mungkin jika kepala mereka dibongkar, akan keluar asap dari sana.
Disini, entah apa yang dirasakan Freya. Seperti ada yang sepi dan menghilang. Dia kembali memfokuskan pikirannya kembali ke pelajaran. Pikiran Freya tidak bisa kembali fokus. Givan tidak ada dibelakangnya.
Nama Givan menari nari di otaknya. Teringat akan tatapan Givan sebelum memasuki ruang bk tadi. Apakah dia akan diskors oleh sekolah?
“Givan tadi masih di bk? “ Tanpa sadar kalimat itu keluar dari mulut Freya.
Aufa menyenggol Freya pelan. “Cie nyariin, udah mulai demen ya frey? “
“Enggak lah, mana ada gue suka sama cowo kaya gitu”
“Marah marah terus nanti malah suka loh Frey, ah Agsa ikut di bk gabisa ghibah lo kan.” Goda Lea dari sampingnya.
“Freya hayo, lo suka ya sama Givan? “ Kini giliran Azia yang bertanya.
“Jangan ngaco”
“Ngaco ngaco muluk Frey, nggak ada kata lain apa? Kalo suka jadian aja kali. Givan juga suka sama lo kan? Keliatan banget kali” Sambung Billa.
“Pajak jadiannya ya Frey, jangan lupa”
Suara pintu diketuk, atensi murid langsung berpindah menuju pintu. Disana sudah ada Givan, Naren, Afkar, Irzan, Ghastan, Agsa, dan nouval yang baru bebas dari ruang bk. Dengan beberapa luka yang ada di wajah mereka. Terlebih di wajah Givan dengan pinggir bibir yang sobek. Terlihat juga mereka sudah diobati. “Kenapa kalian telat masuk kelas? “
“Nggak liat pak, kita babak belur gini?” Jawab Ghastan spontan.
“Mau sok jagoan kalian, masih umur segini udah tawuran”
“Mau jadi pahlawan ini pak, sudah siap perang lawan negara sebelah” Canda Agsa yang membuat kelas menjadi tertawa. Entah apa yang lucu.
“Kalian terlambat, nggak usah ikut kelas saya. Sana keluar saja” Usir pak guru itu.
“Pak, jangan gitu. Kita ke sini juga mau belajar. Kalo ga niat belajar udah bolos dari tadi pak” Keluh Naren.
“Heehh, Naren! “ Komen Aufa dari belakang saat mendengar suara pacarnya.
“Kalian juga dikelas pasti cuma tidur, sudah sana duduk”
“Gitu dong pak, terimakasih! “
Mereka kembali ke meja masing masing. Tentu saja meja mereka berada di barisan belakang. Selain bisa untuk tidur. Mereka bisa makan atau main game tanpa ketahuan guru.
Givan sedikit menunduk ketika sampai di meja Freya dan mensejajarkan tingginya. “Kangen gue nggak Frey” Bisiknya sambil menaruh coklat berukuran lumayan besar di laci Freya.
“Gak, “ Jawab Freya singkat.
“Hallo ay, pipi aku sakit” Keluh Naren yang baru saja duduk dibangkunya.
Aufa melirik Naren tajam. Menelisik setiap inci wajah pacarnya. Bahkan dia menekan lebam yang ada di pipi. “Sakit? Kenapa harus berantem. Apa masalahnya? “
Naren tersenyum melihat pacarnya, gemas. “Nggak Papa ayy, tadi kelas sebelah nggak terima kalau kalah. Jadinya malah ribut. “
“Kayak anak kecil, kamu juga”
“Hemm, ada yang dapet coklat gede” Ucap Agsa dengan deheman singkat. Lea menatap Agsa, “siapa anjir, Aufa? “
“Tu sebelah” Tunjuk Agsa dengan dagunya.