“Buuu, selamat pagi” Panggil Givan dari kejauhan. Dia mendatangi Ibu dan memeluknya. Itu salah satu kebiasaan Givan dari kecil. Setiap bangun pagi, selalu mencari ibunya entah dia sudah mandi ataupun belum.
Seperti pagi ini, setelah shalat shubuh. Givan langsung mencari keberadaan ibunya.
“Mandi dulu” Ucapnya kepada yang lebih muda.
“Ayah nggak pulang lagi bu?”
Ibu tersenyum menanggapi pertanyaan anaknya. Pertanyaan yang setiap pagi Givan ucapkan.“Ayahmu sedang bekerja keras diluar sana, dia pasti kembali”
Givan mengangguk dan bergegas mandi. Lima Belas menit cukup untuk dia bersiap siap dan kembali ke meja makan untuk sarapan bersama ibunya.
Jika ditanya, apa yang paling Givan inginkan. Dia hanya menginginkan satu hal. Keluarganya berkumpul dan bisa sarapan bersama sama seperti sedia kala.
Lambat laun Givan terbiasa sarapan hanya berdua bersama ibunya. Ayah Givan jarang pulang atau bahkan hanya tiga hari dalam satu bulan.
“Ibu, bahan bahan masak yang kemarin Givan minta ada nggak?”
“Sudah ibu siapkan, ada di dapur”
Givan tersenyum dan mengangguk.“Mau buat apa? Kok cuma sedikit”
“Ada praktek masak bu di sekolah. Givan satu kelompok sama pacar”
“Pacar kamu siapa? “
“Namanya Freya bu, cantik, baik, perhatian, jago masak juga” Jawabnya dengan bangga.
”Jangan lupa ajak kerumah, kenalin sama ibu” Givan tersenyum lagi.
Dia mendapat lampu hijau dari ibunya untuk menjalin hubungan lebih dari teman. Sarapan dia selesai. Setelah membaca doa setelah makan, dia membawa piring kotornya dan mencuci.Givan kembali ke meja makan dengan totebag yang berisi bahan bahan masak.
”Givan berangkat dulu, Bu”
🪐🪐🪐
Freya menatap jenuh kepada Aufa. Sebenarnya apa yang anak ini cari sampai sampai dia terus lalu lalang keluar masuk kelas. Padahalkan cuma praktek masak.
“Lo ngapain sih”
“Nantikan buat saos pake air juga, berarti harus beli air mineral dong? Duh mana gue belum beli”
“Mending lo duduk dan siapin apa yang gue list semalem. Udah percaya aja sama gue.” Perkataan Freya hanya angin.
Aufa masih saja mondar mandir. Bagaimana Aufa tidak panik. Dia tidak menyangka akan ada tugas praktek memasak seperti ini. Bahkan selama dia hidup dia sepertinya belum pernah memasak tanpa dampingan orang tua atau bahkan bibinya dirumah.
Freya juga memaklumi itu.
Namun, lelah juga dia melihat temannya tidak bisa diam. Pernah satu cerita keluar dari mulut Aufa. Dia berkata pernah mencoba memasak dan berakhir menggosongkan panci ibunya.“Anak anak, sekarang langsung ke ruang praktek. Bawa alat dan bahan kalian. Tolong jaga keamanan dan tetap jaga kebersihan”
Perintah guru langsung dilaksanakan dengan baik. Kelompok Freya yang terdiri dari Givan, Irzan, Aufa, Naren dan Billa sudah siap dengan peralatannya.
Mereka berjalan menuju ruang praktek.
Menempati meja nomor satu. Meja itu bisa dibilang strategis. Selain dekat dengan sumber air. Banyak juga barang barang fasilitas sekolah yang mungkin bisa digunakan. Itu sangat menguntungkan.