Yemima mengerjapkan matanya pelan, melihat langit-langit ruangan dengan nuansa antariksa di atasnya, bahkan bintang-bintang glow in the dark menempel sempurna di sana membuat rasa rindu kian membuncah pada diri Yemima. Ruangan ini mengingatkannya pada kamar ia sewaktu masih tinggal bersama kedua orangtuanya.
'Gue masih hidup? Siapa yang udah nyelametin gue? Tapi ... kenapa bukan ruangan rumah sakit, ya?'
Yemima beranjak dari tidurnya, ia menatap pergelangan tangan dan terkejut saat melihat lengan itu masih mulus tanpa luka sedikitpun.
Yemima langsung menatap sekitar dan masih tak percaya saat memperhatikan dengan seksama, bahwa ruangan ini benar-benar kamarnya, dulu. Yemima juga bisa melihat seragam putih abu dengan nametag Yemima Farannisa Wijaya yang menggantung di belakang pintu, membuat ia kebingungan setengah mati.
"Ini mimpi? Gue koma, apa gimana?"
Yemima bergumam seraya menggigiti kukunya gelisah, dengan perasaan campur aduk ia beranjak dari duduknya dan menatap cermin, tetapi hal itu malah membuat Yemima terjatuh dan memekik kecil saat melihat pantulan dirinya di sana.
"Kok? Ini, 'kan? Muka gue waktu masih unyu-unyu?!" Yemima mencubit dan menarik pipinya dengan keras, ia mengaduh kesakitan akibat perbuatannya sendiri.
Lalu bagaimana dengan kedua orangtuanya? Apakah ini betulan mimpi?
Pikiran-pikiran aneh bersemayam di otak Yemima, ia bahkan tidak sadar saat seorang wanita paruh baya membuka pintu kamarnya dan berkacak pinggang di ambang pintu.
"Mim! Ngapain bengong? Bukannya cepet mandi! Udah jam berapa ini? Sekolah bentar lagi masuk."
Terlonjak kaget, Yemima berbalik dan menatap wanita paruh baya di hadapannya. Rasa haru, bahagia dan tak percaya pun memasuki relung hati gadis itu.
Dengan setengah berlari, Yemima menubruk sang mami dan memeluknya dengan erat, air matanya mengalir deras tanpa bisa ia cegah.
Tidak apa-apa jika ini hanyalah mimpi atau khayalannya saja, biarlah ia berada di sini bersama mami papi yang menyayanginya tanpa syarat.
Tyas—mami Yemima—mengernyit heran, tetapi ia tetap membalas pelukan si bungsu tak kalah eratnya. Melihat dan mendengar tangisan pilu Yemima, membuat wanita paruh baya itu melunak dan membiarkan Yemima untuk memeluknya lebih lama.
"Kamu sakit?"
Elusan di punggung Yemima ternyata membuat tangisan gadis mungil itu semakin menjadi, ia sangat merindukan pelukan dan elusan lembut sang mami.
Karena setelah mami meninggal, tidak ada satu pun orang yang memeluk dan mengelusnya seperti itu. Tak pernah ada yang menenangkan dan memberikan bahunya untuk Yemima ketika ia bersedih, sekalipun itu Danu—suaminya.
"Mami ... ini beneran mami, kan?"
"Iya, emangnya kamu punya berapa mami? Awas ya, papi bakalan mami goreng kalau ternyata kamu punya 2 mami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Go Back to Highschool
Novela Juvenil[Beware! Harsh words dan adegan yang tidak patut untuk ditiru!] Yemima adalah seorang antagonis di kehidupan Danu dan Halwa, dari masa putih abu ia terus mengejar cinta Danu. Hal terparah yang Yemima lakukan adalah hampir mencelakai Halwa dan memaks...