5

7.2K 444 6
                                    

Wah selamat datang readers🙌
Enjoy bacanya bebebs;)

Bunda sedang menyiapkan makan malam, terdengar suara pintu depan terbuka. "Dipta, sudah selesai kerja kelompoknya sayang?, Dipta kok diam saja?", tidak mendengar balasan, bunda berjalan kearah ruang tamu untuk menghampiri anaknya. Tetapi yang dihadapannya sekarang, Edward sedang menatapnya angkuh. Dibelakangnya ada kedua putranya yang sangat dirindukannya.

Mata mereka pun bertemu, Bunda tidak bisa berkata apa-apa, dia takut, dan hatinya gelisah. Dia juga menemukan tatapan jijik dan benci dari kedua anaknya. Tanpa sadar bunda berkeringat dingin dan meremat daster yang sedang dipakainya.

Edward:"lama tak jumpa, wah sepertinya kau hidup dengan baik. Hmmm? Kenapa sepertinya kau tak senang kami disini?". Berjalan duduk di sofa dan melipat kakinya dengan angkuh.

Bunda hanya berharap ada keajaiban saat ini, semoga dipta tidak segera pulang. "Tu..tuan, ada apa gerangan anda kesini, bukankah kita sudah tidak ada urusan lagi?". Bunda mencoba menutupi kegugupannya.

Edward bersemirik dan menatapnya tajam,"ah, kau benar. Seharusnya memang sudah selesai sejak 15 tahun lalu bukan. Jika saja kau tidak lancang membawa pergi yang bukan hakmu."

Bunda tetap di posisinya, berdiri agak jauh dari edward, "saya tidak pernah mengusik anda lagi tuan, dan apakah mereka dean dan dirga? Kalian sudah dewasa dan tampan." Berujar sambil menatap keduanya diiringi tangisan rindu.

Dean:"cih, jangan berbasa-basi dad, aku muak melihatnya. Dimana adik bungsuku?", berujar datar.

Bundapun menegang, tiba-tiba "bun, bunda...itu mobil sia...pa..." Ucapan dipta terhenti. Melihat 3 pria angkuh yang seperti sedang mengintrogasi bundanya. Dipta melihat kearah bundanya  dan terkejut mendapati sang bunda sedang menangis dan pucat pasi.
"Bunda..bunda kenapa? Siapa merekaa? Mereka ngapain bunda?", memeluk bundanya erat, sambil menatap tajam ketiga pria asing di depannya.

Daddy bertepuk tangan keras, "wah, rupanya kau menutupi fakta yang sebenarnya? Dan apa ini? Bahkan putraku tidak mengenal daddy dan kedua abangnya? Berani sekali kamu? Ah, bungsuku ternyata memiliki versi yang lebih kalem dan lemah hmm?"tertawa kejam mengejek.

Dirga yang sedari tadi hanya menyaksikan semuanya, ikut bersuara, "sepertinya didikannya juga payah", ungkapnya dengan mengejek.

Dipta terkejut, dia mulai faham bahwa yang dihadapannya sekarang adalah daddy dan kedua abangya yang kejam yang telah tega menelantarkan bundanya. Mendengar cemoohan yang mereka sampaikan, membuatnya naik pitam. "Jaga bicara anda tuan-tuan sekalian. Ini rumah kami, kalian hanya bertamu. Ini sudah malam, kalian mengganggu orang beristirahat. Pergilah kalian. Jangan ganggu hidup kami." Terus memeluk erat dan menenangkan bundanya.

Bunda mendengar itu mencengkeram tangan dipta, dan menggeleng pelan.

Dean:"beraninya kau berbicara seperti itu, memang benar wanita itu menyusahkan dan membuatmu lemah" Sambil menatap tajam dipta dan bunda.

Daddy:"sepertinya kau memang harus segera di didik layaknya seorang Wiraharja boy. Kau sangat berbeda dengan kedua abangmu. Kesabaran dady sudah diambang batas, selagi bisa tanpa pertumpahan darah, Ayo kita pulang boy, rumah kumuh ini bukan tempatmu!!" Menurunkan kakinya dan mencondongkan tubuhnya kedepan, menatap dipta serius.

Bunda mendengar itupun langsung berlutut,"tuan saya mohon jangan ambil dipta tuan. Hanya dipta yang saya punya tuan. Tuan boleh  mengambil semua harta saya atau apapun itu, tapi biarkan kami tetap bersama tuan. Saya mohon." Sambil memangis pilu dan menyatukan kedua tangannya di depan dadanya.

Dipta melihat itu mencoba menarik bundanya untuk berdiri, sambil ikut menangis"bunda ngapain sih, jangan begini bunda. Mereka orang jahat bunda." Akhirnya dipta menemani bundanya berlutut dan sambil memeluknya.

Daddy:"ah, pemandangan yang mengharukan. Ikutlah bersama kami atau kau ingin melihat bundamu itu mati?", memgeluarkan pistol dari sakunya dan mengarahkan pada bunda.

Dipta menggeleng keras:"tidak-tidak, jangan. Saya mohon jangan sakiti bundaku. Hiksss."

Dirga:"cepatlah ambil keputusanmu!"

Bunda menatap dipta dan menggeleng.  Dipta bimbang, bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan, akankah dia sanggup meninggalkan bundanya seorang diri? Setidaknya bundanya masih hidup jika dia pergi, "maaf bunda, dipta sayang bunda. Tunggu dipta pulang hmmm???".

Dipta melepas pelukaan bundanya perlahan, dan berdiri. Dia menarik nafas dalam, "berjanjilah, anda tidak akan melukai sedikitpun bundaku." Menatap serius daddynya.

Bunda: "jangan nak, dipta kaburlah, biar bunda disini." Memandang anaknya dari bawah.

Diptapun menunduk, tersenyum menenangkan. Atensinya kembali ke daddynya menunggu jawaban.

Daddy:"ya, kemarilah boy!" Dengan nada memerintah.

Dipta sekali lagi menatap bundanya, memeluknya, dan mengucapkan rasa sayangnya. "Sampai jumpa bunda!, anggap dipta sedang liburan jauh ya, dipta janji kita akan  bertemu kembali." Entah mengapa, rasanya seakan-akan kata-kata terakhirnya seperti tidak mungkin terjadi. Rasanya sungguh berat meninggalkan bundanya.

Dirga yang melihat drama keduanya, menarik kasar dipta dan membawanya kehadapan daddynya, terdengar tangisan memilukan keduanya.  Dipta yang sudah akan keluar pintu rumah, sambil dipegangi oleh daddy dan dirga disisinya berbalik arah dan melihat bundanya untuk terakhir kalinya, mata mereka bertemu, dengan diiringi oleh air mata yang menyakitkan.

Daddy:"Dean!"





PRADIPTA W.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang