Alvino Fariel Averrio

6.5K 560 54
                                    

"Dedeknya kenapa nggak nangis?" Tanya Sanas takut, rasanya perutnya sudah kosong. Ia berhasil mengeluarkan bayi kecilnya dari dalam perutnya, tapi kenapa ia tidak mendengar suara tangisan bayi.

Genggaman tangan Jean pada tangan Sanas kian mengerat. Jantungnya berdegup sangat cepat, membuat Jean rasa-rasanya tidak bisa bernafas dengan normal.

Mata tajamnya memperhatikan dokter yang berusaha membuat anaknya menangis. Mata Jean memanas seperti ada debu tak kasat mata yang mampir dimatanya. Ketakutan melanda jiwa Jean, melihat bayi mungil yang berusaha dibuat menangis itu tapi tak kunjung memberikan respon apapun.

Jean menatap wajah lelah sang istri lalu mendaratkan satu kecupan lama diatas keningnya. Menggenggam tangan Sanas lebih erat, mencoba menyalurkan rasa sayang dan menguatkan hatinya.

"J-jean."

"Ssttt...gak papa."

"Kenapa aku gak denger anak aku nangis? Jean, dedeknya kenapa hiks."

"Gapapa sayang." Ucap Jean lembut mencoba menenangkan Sanas, padahal Jean sendiri juga dilanda ketakutan luar biasa.

Rasa takutnya saat melihat Sanas menangis keras, berteriak keras bahkan mencakar punggung tangannya karena berusaha dengan sekuat tenaga supaya bayi mereka bisa keluar masih terngiang-ngiang ditelinga Jean. Tapi sekarang, Jean harus merasakan takut lagi karena bayinya tidak kunjung menangis.

"Ayo menangis sayang. Buat telinga daddy sampai pengang gak papa." Gumam Jean lirih

"Hiks...jangan lagi."

Sanas mendongak cepat dengan raut wajah terkejut juga bahagia. Suara tangis bayi yang begitu nyaring memenuhi ruang bersalin. Tangisan yang berhasil membuat Jean dan Sanas dilanda rasa haru, keduanya saling menempelkan kening satu sama lain kemudian ikut menangis bahagia.

"Selamat mamah." Ucap Jean lalu mengecup kening Sanas.

Sanas mengangguk disela tangisnya.

Dokter Sindi ikut tersenyum bahagia, melihat bayi merah didalam dekapannya akhirnya mau menangis setelah beberapa menit lalu membuat orang-orang dalam ruangan ini khawatir. Dokter Sindi menyerahkan bayinya kepada seorang suster untuk dibersihkan terlebih dahulu, sementara ia menghampiri sang ibu bayi yang juga harus segera membersihkan tubuh sisa persalinan.

"Dedeknya ganteng, mirip banget sama ayahnya." Ucap dokter Sindi.

Jean tersenyum bahagia sekaligus bangga, bangga karena ketampanannya turun ke sang anak. Sementara Sanas mendelik tajam pada sang suami.

"Kenapa?" Tanya Jean yang paham istrinya sedang menatap kearahnya dengan tatapan yang sangat mematikan.

"Kenapa? Kamu tanya kenapa? Arghhhhh!!!."

Jean terkejut dan bingung saat Sanas tiba-tiba berteriak lalu menggigit lengannya.

"Awshhhh aduh kenapa sih yang."

"Huh! Kenapa mirip kamu? Kenapa gak mirip aku aja? Dia kan anak aku. Yang hamil aku. Yang susah juga aku."

"Aku kan bapaknya."

"Ihhhh gak mau. Tuker aja sama yang mirip aku."

"Gila. Mana bisa begitu."

Sanas mendengus lalu menghembus nafas lelah. Berteriak setelah ia mengeluarkan tenaga cukup besar saat melahirkan ternyata sangat melelahkan.

Dokter Sindi tersenyum melihat wajah kesal Sanas. "Sekarang ibunya dibersihkan dulu ya. Setelah itu pindah ke ruangan yang lebih nyaman. Nanti adik bayinya diantar keruangan."

SWEET ROMANCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang