chapter 14

128 20 0
                                    

Tiga hari sejak kejadian hari itu, semua berjalan kembali bekerja seperti biasa.

Adreena, gadis itu masih terlihat pucat sejak pagi hari, kondisinya masih belum terlalu fit tetapi ia tetap memaksakan untuk bekerja.

Akhir-akhir ini Rena merasa bahwa ada yang tidak beres dengan dirinya, ia seperti menjadi orang yang pelupa

Contohnya seperti pagi ini, dia tidak ingat bahwa acara pesta perusahaan sudah dilaksanakan 4 hari lalu.

Entah kenapa dia tidak mengingat apa yang terjadi di dua minggu sebelumnya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, ia menjadi sangat kebingungan ketika harus membuat laporan mingguan.

Orang-orang yang berada di sekitarnya pun kaget dengan apa yang terjadi padanya. Kedua sahabatjya juga menyarankan Rena untuk melakukan pemeriksaan, tetapi ia tidak mau.

Kembali ke situasi sekarang, Rena yang masih saja sibuk dengan pekerjaannya itu. Sedari pagi ia pagi dia sama sekali belum makan, yang hasilnya dia cukup pusing sekarang.

Ia mengerjakan kerjaannya sambil memakan roti kemasan yang di berikan oleh rekannya.

Saat setelah selesai makan, telepon-masuk dari Arda. Ia mengangkat telepon kantor tersebut

"Tolong siapkan berkas yang saya minta kemari" ucap Arda tanpa basa basi

"Saya segera– ttutt kesana pak" tanpa mendengarkan jawaban Rena, telepon di tutup sepihak oleh Arda

"Untung bos" gumamnya sedikit geram

Tak lama Rena sudah berada di depan pintu ruangan Arda, dan masuk ke dalam dengan sopan.

Rena menghampiri Arda yang tengah menulis dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.

Rena tak bersuara dan menyimpan berkas tersebut dengan hati-hati supaya tidak mengganggu Arda yang fokus

Rena berdiri dan memilih untuk diam, ia tak keluar dari ruangan karena Arda belum menyuruhnya.

"Kamu tidak duduk?" Arda mulai berbicara pada Rena yang diam

"Ehh, tidak usah pak. Saya langsung kembali ke ruangan saya, permisi pak"

"Tunggu, duduk dulu. Ada yang mau saya sampaikan" Rena yang hampir membalikkan badannya kembali berdiri menghadap Arda dan ia memilih menuruti lelaki tersebut daripada ia  diomeli

"Perihal perkataan saya minggu lalu, apakah kamu sudah bisa memberi saya keputusannya?

"Maaf pak sebelumnya, memangnya minggu lalu bapak bicara soal apa dengan saya?"

"Ini perihal kamu dipindahkan menjadi asisten pribadi saya. Kamu tidak ingat?" Arda heran dengan respon Rena

"Asisten pribadi? Maaf sebesar-besarnya pak saya sama sekali tidak ingat kejadian minggu lalu. Tetapi sepertinya saya bisa mempertimbangkannya untuk hal ini, saya minta waktu sebentar untuk memikirkannya"

"Baik kalau begitu, saya tunggu setelah pekerjaan kamu selesai kamu harus sudah memberi keputusan"

"Terimakasih pak, saya undur diri" Rena keluar dari ruangan tersebut.

Malam sudah semakin larut, Arda sudah turun dari lantai ruangannya kini ia berada di lantai tempat ruangan Rena berada.

Arda mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan Rena. Arda melihat Rena yang masih terpaku dengan benda pipih tersebut.

Arda duduk di depan meja gadis itu, ia memerhatikan Rena dengan seksama. Rena yang merasa diperhatikan menoleh ke depan

"Astaga pak, maaf saya terlalu fokus"

"Tidak apa-apa, lanjutkan saja" Rena kikuk dengan ucapan Arda, ia menunduk tidak mau melihat wajah Arda karena malu

Tak lama, Rena segera membereskan mejanya itu, ia berdiri dan membuatkan minuman hangat untuk Arda.

Setelah selesai ia kembali dengan nampan ditangannya dan menaruhnya di meja

"Ini pak silakan diminum, maaf bapak jadi menunggu saya"

"Tak masalah"

"Saya langsung ke intinya, saya bersedia untuk menjadi asisten bapak asalkan posisi Manager Personalia digantikan oleh asisten saya, karena hanya dia yang paling tahu tentang kondisinya. Itu saja, dan mungkin saya butuh ruangan pribadi untuk bekerja"

"Baik saya terima usulan kamu, mulai besok kamu resmi menjadi asisten pribadi saya" Arda mengulurkan tangannya untuk berjabat dengan Rena, Rena menerimanya

"Mohon bantuan dan kerjasamanya pak" Arda mengangguk sebagai jawaban, dalam hati Arda merasa sangat lega dan tanpa ia sadari ia senang.

+++

Akhir pekan minggu ini Rena, Aley dan Joy memilih untuk berkumpul ya hanya untuk sekedar bertukar cerita seperti biasanya.

Rena yang tadi membantu Aley melayani pelanggan, tiba-tiba tubuhnya sedikit oleng. Joy yang melihatnya sigap memegang tangan gadis itu.

"Adreena, lo beneran gapapa?Jangan maksain"

"Gue gapapa Joyi cantik"

"Tapi Ren muka lo pucet banget" Aley menatap Rena khawatir

"Sumpah gapapa deh, gue cuma kecapean"

"Ini pasti gara-gara si Wardan ngasih lo banyak kerjaan"

"Engga, bukan salah dia kok. Emang gue nya aja yang maksa"

"Udah-udah, mending lo sekarang duduk. Gue ambilin kue kesukaan lo biar ada energi"

"Makasih Mamih Aley" tangannya membentuk love dan tersenyum lebar, Aley pergi untuk mengambilnya, Joy melihatnya hanya menggelengkan kepala.

Tting
Menandakan seseorang masuk, Joy yang memperhatikan dari ujung menyipitkan matanya.

"Ren ren, itu si Mehran kan"

"Hush ga sopan lo, kayaknya iya deh"

Aley datang dengan membawa nampan berisi kue dan minuman dingin, ia menyimpannya dan ia mengikuti arah padang kedua sang sahabatnya.

"Liatin siapa sih? Loh si mantan?" Aley sedikit kaget

"Nah kan ley, pasti lo juga kaget"

"Apa lagi gue" Rena mengangkat bahunya acuh, malas memberi komentar, ia lebih memilih makan kue yang dibawa oleh Aley daripada memperhatikan lelaki yang ada di ujung sana.

Sebenarnya sudah beberapa kali ia bertemu dengannya, mereka juga sempat makan bersama terpaksa karena ajakan lelaki tersebut.

"Udah fix sih dia gamon. Lo juga pernah bilang kan kalo dia kemarin ngajakin makan bareng"

"Males banget ah, pake dibahas lagi"

"Suruh siapa gak nolak"

"Iya deh, gue yang salahh"





Evocative [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang