chapter 24.

101 7 0
                                    

Bulan tampak lebih terang dari biasanya, langit  yang hitam tak berawan terasa hampa, waktu dini hari yang sunyi.

Gadis cantik itu memandang atmosfer bumi dengan tatapan kosong, pikirannya kacau, perasaannya sakit tak karuan

Ia masih terangan-angan ucapan tempo hari, ia masih tidak bisa percaya dengan ucapan tersebut. Gadis itu menunduk, kepalanya berdenyut serasa dihantam sesuatu yang keras

Ia memegangnya, tiba-tiba potongan memori masuk ke dalam benaknya. Dia sedikit menarik rambutnya, dan berusaha untuk tidak berteriak

Ia terus menahan rasa sakitnya, sampai tak lama gadis itu pun pada akhirnya pingsan.

Di lain sisi, lelaki bermata tajam itu menutup matanya. Ia berjam-jam duduk dan berada di layar monitor yang membuatnya sangat lelah

Dalam keheningan itu, lelaki itu terus menghela nafasnya seakan ia merasakan sesuatu yang tidak mengenakan

Ia kembali membuka matanya, dan mengambil benda pipih itu, mencoba membuka kolom pesan juga mengetikkan sesuatu tetapi ia langsung menghapusnya tanpa ada sepatah pesan yang terkirim

Ia juga terus terbayangkan oleh sosok kedua orang tersebut

Sial, ucapnya dalam hatinya. Benar-benar sangat tidak bisa berpikiran jernih

Lelaki itu bangun dari duduknya dan menuju laci yang ada di seberangnya, mengambil botol alkohol yang ada di dalamnya, tanpa berpikir panjang ia membukanya dan langsung meminumnya dalam sekali tegukkan

Ia menghabiskan satu botol penuh alkohol tersebut, lalu ia kembali meminum satu botol alkohol itu

Dan pada botol ke terakhir, ia berjalan sempoyongan menuju sofa dan dia pun tertidur dengan keadaan mabuk

+++

Pagi itu matahari tak menampakkan sinarnya, lelaki itu mendongakkan kepalanya memandang sang angkasa tanpa warna

Nampak suasana di waktu tersebut menjadikan mereka tak bersemangat, Arda pun merasakan hal yang sama

Sapaan para karyawan yang berlalu lalang, membuatnya terpaksa untuk tetap menunjukkan ekspresinya

Arda melihat kawannya tengah berbincang, ia pun menghampirinya

"Lam" sapanya

"Oit! Tumbenan masi pagi" heran sang kawannya itu

"Kerjaan masih banyak" katanya lemas

"Yo yo semangat brother" ucap Liam yang menyemangati Arda, juga menepuk bajunya

"Hmm" Arda hanya bisa menjawab seadanya saja

Mungkin hari itu terasa sangat panjang, Arda benar-benar tak bisa berkonsentrasi penuh untuk menyelesaikan pekerjaannya, pikirannya masih terpaku pada keadaan gadis itu

Di waktu yang sama, Rena keluar dari kamarnya ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan rumahnya, tak ada siapapun disana

Ia lagi-lagi menghela nafas panjang, dirinya berjalan menuju dapur tetapi

Kringg kringg

Suara bel rumah mengintrupsinya, ia segera bergegas membuka pintu. Dan saat ia membuka pintu ia mendapati kedua sahabatnya dengan raut muka yang khawatir

"Renaaaa" keduanya saat melihat Rena membuka pintu, dan mereka menghamburkan pelukan padanya

"Are you okay?" Joy melepaskan pelukan nya, memeriksa wajah Rena seksama

"I'm totally fine" Katanya tersenyum yang menyembunyikan perasaannya

"Lied, didn't you?" tanya Aley sekali lagi

"Of course not" Rena tetap berbohong kepada keduanya

"Dah dah, masuk ga enak ngomong di depan pintu" ajak Rena agar keduanya tidak bertanya padanya, lalu ia meminta mereka berdua untuk masuk ke dalam rumah

Mereka duduk di sofa ruang keluarga, pada saat Rena hendak menuju ke dapur tangannya di cekal oleh Joy, seakan menyuruhnya untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi dalam tiga hari ini

"Duduk Adreena" titah Joy tegas

"Gue mau ngambil air" Rena tak mendengarkan ucapan Joy

"Gak" jawaban singkat itu membuat Rena pasrah untuk duduk kembali

"Jadi?" ucap Aley yang terdengar gusar, Rena hanya menghela nafas

"Ya gitu, kalian pasti udah di ceritain bang Jer kan" jawaban yang terdengar pasrah

"Sebenernya kita juga gak tau harus gimana, kalau memang itu kenyataannya, lo perlahan harus bisa terima. Please Ren jangan murung gitu" Aley yang berpendapat

"Iya Ren, gue gak tega liat lo kayak gini" Joy menambahkan

"Gue baik-baik aja Joy, seriuss" Rena meyakinkannya dengan nada yang lemas

Mereka berdua memeluk Rena, dalam pelukan itu tangisnya pacah tanpa permisi, keduanya hanya bisa mengelus punggung Rena menenangkannya

+++


Arda merapikan berkas-berkas yang berserakan di mejanya, badannya terasa sangat kaku. Seharian duduk di ruangan ber AC, membuat badannya sakit

Setelah setelah, ia melepaskan kaca matanya itu dan memasang softlens minus nya, memang sangat merepotkan pikirnya

Ia mengambil tas laptopnya, dan keluar dari ruangannya tak lupa juga mematikan lampu yang ada disana

Langkahnya terasa sangat berat, tetapi ia harus memaksakan untuk tetap melangkah

Arda telah sampai di parkiran, ia masuk ke dalam mobilnya dan langsung melajukannya tanpa babibu

Arda membanting stir nya ke arah kiri, tujuannya hanya satu tempat saat itu, tak lama ia sudah memasuki satu daerah kompleks/perumahan

Ia melewati satu rumah dan berhenti menepi sejenak, tetapi ia sama sekali tak beranjak dari mobilnya

Arda menoleh ke belakang, melihat rumah berwarna abu tua itu, berharap seseorang keluar dari rumah tersebut

Ya betul sekali, ia kini sedang berada di seberang jalan rumah Rena, ia berharap jika Rena keluar. Ia ingin sekali melihat gadis cantik itu

Tetapi ia menunggu beberapa saat, nihil tak ada siapapun disana, dan kebetulan jalanan memang sudah sangat sepi

Arda menghela nafasnya dan melajukan kembali mobilnya, lalu meninggalkan rumah itu.

Evocative [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang