"Dia ga punya ayah"
"Jangan-jangan anak haram"
"atau bisa jadi anak pungut"
"Pasti anak haram"
"Ibunya pelacur kali, jadi bingung siapa ayahnya"
Jeremy mencengkram kuat setir mobilnya. Hatinya sakit mengingat ia yang dulu juga pernah menjadi korban bully sejak masih sekolah dasar dan bertambah parah sejak ia memasuki sekolah menengah pertama. Ia bahkan sampai dua kali minta pindah sekolah kepada Mamanya meski tak pernah mengatakan alasan yang sebenarnya.
Sampai akhirnya saat pindah sekolah dan masuk kelas delapan ia bertemu teman-teman sejatinya sekarang yang kompak masih bersekolah di tempat yang sama sampai jenjang SMA. Sejak mengenal sahabat-sahabatnya, Jeremy belajar untuk mencintai diri sendiri. Jeremy belajar untuk melawan, untuk tidak mendiamkan segala tindakan penindasan, untuk lebih percaya diri. Jeremy bekerja keras untuk tumbuh menjadi anak lelaki hebat yang bisa diandalkan. Jeremy ingin menunjukkan pada dunia bahwa cela dalam hidupnya bisa ia tutupi dengan segudang prestasinya.
Jeremy selalu bisa jadi andalan untuk Mama, namun kini ia berharap ia juga bisa menjadi sandaran bagi Sienna.
Nyatanya ia kecolongan dan Sienna harus mengalami hal menyakitkan yang sama dengannya. Ia terlambat dan itu membuatnya kecewa karena Sienna terlanjur terluka.
"Kamu bersihin diri dulu. Habis itu kita obatin lukanya ya?" Setelah sampai dirumah Jere masih menggendong Sienna dan baru menurunkannya di depan pintu kamar Sienna.
"Kakak juga mandi, karena gendong Sienna kakak jadi ikutan bau." Sesal Sienna.
"Iya."
"Kak.. "
"Kenapa Sienna?"
"Baju kotornya taruh di ember, nanti Sienna cuci sekalian karena Bi Darsih belum masuk kerja."
Jere menghela nafasnya. Adiknya masih saja memikirkan orang lain dibanding dirinya sendiri. Tidak berkaca bahwa dirinyalah yang paling berantakan dan paling membutuhkan pertolongan saat ini.
"Sienna. Ga usah kerjain apapun. Pakaian kotor nanti kita laundry. Untuk makanan nanti kita beli. Uang jajan kakak masih banyak, Sienna gak perlu cemas. Sekarang mandi dan ganti baju ya."
Untungnya dia tak membantah, Sienna memang anak yang penurut.
Jeremy yang lebih dulu selesai memilih celana pendek nyaman dan kaos oblong untuk dikenakan. Ia memilih menunggu di dalam kamar Sienna sambil bermain game. Namun ia tidak sabar ketika adiknya itu tidak kunjung keluar dari kamar mandi. Ia gusar sebenarnya apa yang membuat Sienna begitu lama membersihkan diri. Apa yang terjadi?
"Sienna.. apa masih belum selesai? Kamu udah satu jam di kamar mandi? Apa perlu bantuan?" Jere mengetuk pintu kamar mandi Sienna.
Tak lama suara pintu terbuka menampakkan Sienna dengan ekspresi murung.
"Tintanya, ga bisa hilang."
Jere memandangi tubuh Sienna yang hanya berbalut handuk. Ia kembali Emosi saat melihat coretan dengan kata-kata kasar memenuhi Punggung dan Dada bagian atas Sienna.
"Mereka coret-coret tubuh kamu?? Di bagian mana aja??"
"Semua.. Baju Sienna dilepas. Mereka nulis di punggung, perut, di paha Sienna di.. dada Sienna juga."
Jere menggeram marah. Namun bukan waktunya untuk melampiaskan amarah. Ada Sienna yang perlu diurus terlebih dahulu.
"Kamu pake baju dulu, kakak ke apotik cari alkohol isopropil untuk penghilang tinta." Sienna pun mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Sibling
FanfictionStep Sibling (Saudara Tiri) "Ke-Kenapa kak Jere cium bibir Sienna? Mama bilang cowo ga boleh cium Sienna" "Mama Bener, ga boleh ada cowo yang nyentuh sienna apalagi cium bibir sienna. Tapi Kakak pengecualian, karena kita family"