4:4

757 31 0
                                    

Setelah berbaikan dengan Bara tadi dan bercerita tentang keadaannya, tentunya tidak semuanya ia ceritakan pada Bara, dan kini Jinan pun masih dalam perjalanan pulang menuju rumahnya.

Dan ia pun kini tengah was was karena jam sudah menunjukkan pukul 06:10 PM.
Sesampainya di rumah, ia dengan takut mulai memasuki ruang tamu dan dapat ia lihat Mama, Papa, Jihan dan kedua kakak laki-laki nya tengah bercerita dan bercanda gurau, layaknya keluarga harmonis dan bahagia dan tentunya tanpa kehadiran dirinya.

Dan untungnya sang Papa hanya meliriknya tak suka tanpa mengeluarkan kata kata pedasnya, Syukur satu kata itu yang Jinan ucapkan pada banaknya karena ia bisa berlalu begitu saja tanpa kekerasan yang kerap papa nya lakukan padanya.

"Non kenapa baru pulang? Tadi saya dan Pak Danu panik nyariin Non Jinan karena Tuan marah marah tau non belum pulang dan untungnya Den Jevino ngasih alesan kalau non ada kelas tambahan di sekolah dan Tuan percaya dengan Den Jevino" tanya Bik Sumbi berbisik khawatir

"Tadi Jinan ada di UKS bik, biasa pusing Jinan kambuh lagi. Mungkin karena Jinan terlalu kelelahan dan keserimgan belajar sampai larut malam" ujar Jinan jujur pada Bik Sumbi yang memang sudah tahu akan keadaan Jinan yang beberapa bulan terakhir ini sering mengeluh sakit kepala dan ini sudah ke 5 kalinya Jinan pingsan

"Aduh non apa ga perlu periksa ke rumah sakit aja non? Takutnya terjadi apa apa nanti sama kesehatan Non Jinan"

"Ga apa apa Bik, cuma pusing biasa" tolak Jinan

"Yaudah, Jinan ke kamar aja ya Bik" lanjutnya sambil melangkah menuju ke kamarnya yang berada di belakang

Dan tanpa mereka sadari ternyata Jevino menguping pembicaraan antara mereka berdua dari arah belakang tembok pembatas antara halaman belakang dengan dapur kotor rumah itu.

Khawatir? Satu kata itu yang dapat di lihat dari ekspresi wajah Jevino, namun ia tidak bisa berbuat apa apa, karena papa nya sering melarang anggota rumah membantu Jinan dan Jinan pun selalu menolak jika di tawarkan bantuan atau di ajak kemanapun oleh Jevino, kecuali memang di izinkan sang Papa.

Jevino pun lekas pergi dari sana dan melupakan tujuan utamanya menyusul sang adik.

*

Kini tepat sudah 2 minggu Jinan kembali dekat dengan Bara dan Bara pun sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Jinan nya itu.

Di toilet perempuan Jinan melihat pantulan dirinya dari cermin toilet, dan menelusuri tubuhnya dari atas hingga bawah. Apakah benar apa yang Widya katakan padanya tadi?

Widya berkata bahwa dirinya semakin hari terlihat semakin kurus, bahkan pipinya yang dulu tambam kini sudah agak tirus.

Tiba tiba Jinan dengan segera kembali mengambil tisu yang ia bawa dan menutup hidungnya yang kini kembali mengekuarkan darah.

Setelahnya ia pun keluar dari toilet dan terkejut melihat Bara sudah menunggunya di depan toilet itu.

"Ada apa? Kenapa lama sekali?" tanya Bara khawatir

"Ga apa apa, aku cuma sakit perut saja. Perlu nabung bentar" jawabnya berbohong

Dan mereka pun kini berjalan bersama menuju kantin sekolah karena memang sudah jam istirahat.

"Eh Nan kira kira kamu nanti bisa ikutan kerja kelompok ga? Rencananya kita mau ngerjain tugas kelompok Bu Siska nanti sore, mumpung kelas tambahan seni di batalin" ujar Salsa, teman sekelas Jinan

"Yang lain gimana?" tanya Jinan

"Aku sama Diva sih bisa bisa aja, kita tinggal nunggu keputusan kamu aja ini" ujar Lista

"Yaudah. Mau ngerjain dimana?" tanya Jinan

"Di rumah Salsa" jawab Widya

"Okay deh, aku ngabarin orang rumah dulu tapi ya" ujar Jinan dengan senyumannya yang tak orang lain tahu bahwa ia tidak memiliki satupun kontak dari orang rumahnya.

Karena tak ada pilihan, Jinan pun menghubungi Bik Sumbi dan mengabari Pak Danu bahwa dia akan mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya Salsa yang masih satu kompleks perumahan dengan nya, namun berbeda block.

Setelah menyelesaikan tugas kelompok nya Jinan pun kini sudah berada di rumahnya, tepat pukul 5 sore ia sampai di rumahnya dan segera membersihkan badannya.

Lalu ia pun melanjutkan aktivitas nya seperti biasa, dan karena kamarnya berada di halaman belakang, Jinan pun dengan lelwasa melakukan aktivitas kesukaannya.

Seperti saat ini ia duduk di sebuah ayunan putih sambil memainkan jari jari lentiknya di atas gitar coklat kesayangannya.

Ia memainkan gitar itu sambil menyanyikan beberapa lagu favorite nya dan sesekali terkekeh geli saat ia salah memetikkan kunci gitar, karena beberapa lagu baru yang ia pelajari.

Seorang pemuda yang melihat Jinan dari atas pun ikut tersenyum melihat senyuman Jinan yang tak pernah ia lihat lagi, bahkan ia memandang Jinan dengan pandangan yang sangat sulit di artikan.

Jevino, dialah pemuda itu. Ia sering melihat adik bungsunya itu dari balkon kamarnya yang memang menghadap ke taman belakang, ia sering melihat adiknya melakukan hal hal random di halaman belakang rumah nya itu dan hal itu menjadi hal favorite yang ia lakukan belakangan ini, karena dengan itu ia bisa melihat senyuman sang adik dan melihat apapun yang adiknya lakukan bahkan tanpa teman sekalipun.

"Non ini minum dulu obatnya" ujar Bik Sumbi yang menyadarkan Jevino dari lamunannya

"Dia sakit?" gumam Jevino saat melihat Bik Sumbi memberikan beberapa obat pada Jinan

"Tapi demam Jinan udah turun Bik" tolak Jinan

"Ya ga bisa gitu dong Non, kata bidan kemarin, Non Jinan harus meminum obat ini sampai habis biar demamnya benar benar sembuh total" ujar Bik Sumbi sambil memberikan obat itu pada Jinan

"Yaudah Jinan minum obatnya" ujarnya cemberut sambil meminum obat itu

"Bik peluk bik, Jinan kan udah minum obatnya, sebagai gantinya sekarang peluk Jinan" ujarnya manja pada Bik Sumbi yang mampu membuat dua orang dari tempat berbeda itu merasa iri, sesak, sedih secara bersamaan.

Interaksi antara Jinan dan Bik Sumbi itupun tak luput dari indra pengelihatan dan indra pendemgaran dari Jevino yang melihat dari atas dan Vanya, Mama nya yang melihat dari ruang laundry yang ada di lantai bawah paling pojok yang terhubung langsung dengan halaman belakang.

Bik Sumbi yang sudah menganggap Jinan sebagai cucu nya itupun dengan senang hati memeluk dan mengelus surai hitam lembut milik Jinan yang membuat Jinan nyaman.

Jinan yang memang sudah lama tidak mendapatkan pelukan hangat seperti ini pun semakin mengeratkan pelukannya dan membayangkan Mama nya lah yang memeluknya seperti ini.

Bolehkah ia berharap suatu saat mama nya akan memeluknya seperti ini? Salahkah jika ia berharap hal tersebut? Bisakah Tuhan mengabulkan harapannya itu?


To be continued

Jangan lupa Voti dan follow aku ya guys
Thank you ♥

About Time [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang