6:6

727 31 0
                                    

Kini terlihat semua siswa siswi sekolah tengah berjalan menuju kantin sekolah untuk mengisi perut mereka yang lapar.

Begitu juga dengan Jihan, yang kini tengah asik mengobrol dengan teman sekelasnya.

"Han, kamu lihat Jinan ga? Kenapa 2 hari ini dia ga masuk sekolah? Dia sakit kah?" tanya Widya pada Jihan yang membuat Jihan seketika membeku dan baru sadar bahwa selama 2 hari ini ia tidak melihat saudari  nya sama sekali

"A-aku ga tau Wid" ujar Jihan

"Tck... Aku harus tanya ke siapa lagi ini? Di hubungi pun tidak tersambung" gumam Widya khawatir, namun masih di dengar oleh Jihan yang sama sama membuatnya Khawatir juga

Jihan pun segera menghubungi kakak nya untuk menanyakan keberadaan Jinan dan nihil, sang kakak pun sama sama tidak mengetahuinya.

Jevino yang saat membaca chat dari adiknya itupun segera bangkit dan mencari keberadaan Jinan di seisi rumah, bahkan ia menanyakannya juga pada Bik Sumbi dan Pak Danu yang dekat dengan Jinan, dan jawabannya pun sama sama mengkhawatirkan.

Jevino langsung manggil dua orang pelayan laki laki bawahan Papa nya dan menanyakan keberadaan Jinan dengam cara mendesaknya dan disinilah Jevino sekarang berada.

Ia melihat tubuh kering adiknya meringkuk di atas debu gudang dengan kulit pucat yang sudah membiru dan terdapat genangan darah di sekelilingnya.

Sesak, sakit, menyesal, kecewa pada diri sendiri, perasaan itu tercampur menjadi satu dalam benaknya saat melihat kondisi adiknya saat ini, ia merasa gagal menjadi seorang kakak yang baik, ia merasa gagal menepati janjinya pada Jinan yang dulu mereka buat.

Tanpa Jevino sadari buliran air mata nya kini sudah berjatuhan, dengan segera ia membawa tubuh dingin adiknya menuju ke mobilnya dan dengan segera membawa adik nya itu ke rumah sakit.

*
Di ruangan UGD kini Jinan masih di tangani oleh para dokter, dapat Jevino lihat sang adik di pasangkan alat bantu pernapasan oleh dokter dan beberapa menit kemudia dokter memompa dada Jinan namun belum ada respon yang membuat Jevino kaget dan jatuh terduduk di lantai rumah sakit itu

"Jinan...!?" gumamnya masih shock

"Engga dek ga, jangan kek gini dek" ujarnya kembali saat melihat monitor masih menunjukkan garis lurus

Dengan segera dokter pun langsung menghidupkan alat pacu jantung dan segera menekankannya pada dada Jinan, namun tetap sama, tidak ada respon sama sekali.

"Jinan, dek maafin kakak dek. Maaf kakak terlambat. Dek jangan kek gini dek" ujarnya sambil menggelengkan kepalanya

"Sekali lagi. satu, dua, tiga" ujar dokter yang masih terus berusaha

Hingga pacuan yang ke 4 berhasil membuat respon pada monitor yang berada di sebelah Jinan.

Titt  tit  tit

Bunyi monitor itu membuat Jevino menangis sejadi jadinya saat menyaksikan Jinan, adiknya baru saja selamat dari maut

Jinan beru saja selamat dari maut, Jinan berada pada ujung hidupnya, Jinan bertahan. Kata kata itu selalu berada pada benak Jevino yang kini masih menangis di depan pintu UGD tempat Jinan di tangani.

"Keluarga pasien?" tanya dokter

Dengan segera Jevino menghapus air matanya dan segera menghampiri dokter itu.

"Saya dok, saya kakak nya" ujar Jevino terbata bata.

"Syukurlah pasien masih bisa di selamatkan. Pasien masih dalam keadaan kritis untuk saat ini. Mohon maaf apakah sebelumnya pasien mengalami kecelakaan?" tanya sang dokter

"Iya dok dan saya baru menemukan adik saya tadi siang" ujar Jevino berbohong karena ia tak tahu kejadian yang sebenarnya terjadi, namun ia bisa tebak ini adalah ulah papanya sendiri

"Kemungkinan pasien mengalami luka berat dan tidak sempat dirawat, sehingga memgalami beberapa infeksi pada lukanya dan di tambah lagi ia mengidap leukemia atau kanker darah stadium 2" ujar dokter itu yang membuat Jevino seakan di sambar petir untuk ke sekian kalinya

"A-apa dok?" tanya Jevino lagi untuk memastikan bahwa ia tak salah mendengar

"Iya benar, nama adik anda adalah Christina Jinandha Devons dan saya adalah Evan, dokter yang menangani tes lab dari adik anda sendiri dan baru tadi siang juga hasil lab itu keluar"

"Anda tenang saja, ini masih termasuk dalam tahapan Jinak, yang mana perkembangannya masih bisa di cegah dengan menjalani kemoterapi yang rutin dan mengonsumsi obat" jelas dokter itu

"sakit... Jinan sakit? Jinan.... " gumamnya sambil terduduk di kursi yang tersedia di sana sambil menggelengkan kepalanya tak percaya

"Ga ini ga mungkin" ujarnya lagi

"Dok bilang ini cuma bercanda kan? Adik saya selama ini baik baik saja, dia sehat sehat saja selama ini" ujar Jevino dengan tegas berusaha meyakinkan dirinya bahwa sang adik baik baik saja

"Kamu yakin Vin? Kamu gak sadar beberapa bulan terakhir adik kamu itu semakin kehilangan berat badan nya, pipinya yang dulu tembam kini pun sudah tak ada lagi, adik kamu itu bahkan sering demam, mimisan bahkan kelelahan, padahal ia hanya membaca novel di halam belakang"

"Segitunya kamu ga tahu perubahan dari adik mu sendiri Jevino" ujar Rosita penuh penekanan yang kini berjalan menuju ke arahnya

"Tante ini gak bener kan tante?" ujarnya lagi memastikan

"Apanya yang ga bener Vino. Ini kamu baca saja sendiri hasil lab dari adik kamu itu" ujar Rosita sambil memberikan amplop rumah sakit pada Jevino

Setelah membaca hasil lab dari adik bungsunya itu, tangisan Jevino semakin pecah, bahkan sesekali ia memukuli dadanya yang sesak.

"Aku-aku bukan kakak yang baik tante, aku-aku gagal menjadi kakak untuk Jinan" ujar Jevino dalam pelukan Rosita

"Ga gitu sayang, tante tau kamu peduli dengan adik kamu itu, tapi karena jarak yang papa kalian buat secara ga langsung membuat kamu semakin jauh dan susah untuk mendekati Jinan"

"Sekarang kita sama sama berusaha agar Jinan sembuh, kita sama sama jaga dia. Dan berikan pengertian bahwa penyakitnya ini bukanlah penyakit yang sederhana, kuatkan adik kamu sayang. Genggam tangannya erat dan salurkan kekuatan pada Jinan agar ia bisa melewati kejamnya dunia ini" ujar Rosita yang di angguki oleh Jevino

Jevino pun menatap adiknya yang kini masih berbaring tanang di bangkar rumah sakit itu dengan berbagai alat terpasang di tubuhnya.

Pedih dan kecewa pada diri sendiri itulah yang Jevino rasakan saat ia melihat dan mengetahui kondisi adik yang dulu sangat ia sayangi dan manjakan itu.

Dan kata Maaf sering kali ia ucapkan dalam hatinya yang ia tujukan pada adiknya itu.


To be continued

Thank you so much all of you guys
♥♥♥

About Time [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang