08

4K 451 9
                                        

Benny menginap di rumah Aylan, mereka tidur satu kasur. Aylan perlahan membuka matanya saat jam menunjukkan pukul 2 malam.

Aylan berbalik kearah Benny, dia bisa melihat Benny yang saat ini tertidur pulas, "Ben.. Benny.. " Aylan memencet hidung Benny karena Aylan tidak bisa tidur.

"Mm.. " Benny membuka matanya.
".. hoam, iya Ay ?" Jawab Benny dengan suara seraknya.

"Aku masih mikirin apa yang kita bahas tadi, aku-" belum selesai Aylan bicara, Benny menarik tangan Aylan agar kembali berbaring.

Dia menarik Aylan ke dalam dekapannya.
"Udah ya, lebih baik kita tidur" Benny menepuk-nepuk pelan punggung Aylan.

"Hm,." Aylan mengangguk, perlahan Aylan mencoba tidur dan melupakan sementara apa yang tengah menganggu pikirannya.

Keesokkan harinya, Benny berpamitan pulang. Sebelum dia pergi, Benny bisa melihat wajah murung Aylan.

"Kenapa Ay ?" Tanya Benny.

"Nggak, aku cuma kepikiran sesuatu"

"Masih mikirin yang kita omongin itu ya ?" Tanya Benny tapi Aylan hanya diam seraya mengalihkan tatapan matanya kearah lain.

Benny tersenyum simpul lalu mengusap pelan pucuk kepala Aylan.
"Udah ya, biarin mengalir kayak air.. untuk kedepannya mari kita pikirin sama-sama.. aku pulang dulu"

"Iya" Aylan mengangguk pelan.

"Hehe, udah jangan cemberut gitu.. jelek~" goda Benny.

"Ck, kayak kamu paling ganteng aja!"

"Bukannya kamu muji aku ganteng malam tadi, hm ?"

Wajah Aylan bersemu merah.
"Udah sana pulang!" Aylan jadi salah tingkah yang membuat Benny gemas sendiri, dia lebih dulu mencubit pipi Aylan lalu berlari menjauh dari amukan Aylan.

Benny menaiki motornya pulang ke rumah, senyuman tak lepas dari bibir Benny karena secara tidak langsung mereka berdua sudah mengakui perasaan masing-masing walau pun belum berpacaran secara resmi.

Benny tau kalau Aylan juga menyukainya karena Aylan tidak menolak saat Benny memperlakukan Aylan dengan manis bahkan dia tidak memberontak saat Benny memeluknya.

Pria muda ini terlihat sangat bahagia, tapi kebahagiaannya hanya sesaat karena setibanya dia di rumah Benny langsung mendapat cap lima jari dari ayahnya yang saat ini sudah berseragam rapi.

"Kamu ya ! Udah sekolah nggak bener.. bisanya bikin malu !! Kemana saja kamu semalaman keluyuran nggak jelas ?! Kalau kamu sampai bikin onar trus ketangkep, papah yang malu Benny !"

"Apaan sih pah, pagi-pagi nyari ribut.. coba papah ke karoke aja sana biar pikiran plong gitu, sewa ladies nya, mantap~" kata Benny mengejek ayahnya.

"Kamu ngelawan !! Hah !! Anak kurang ajar !! Berani kamu !!" Pukulan keras melayang berkali-kali hingga Benny terbaring di lantai sembari melindungi dirinya dengan kedua tangan.

"Mas ! Udah mas !!" Ibu Benny keluar dari dalam kamar mencoba menghentikan suaminya.

"Kamu juga ! Makanya didik anak yang benar !" Bentak ayah Benny pada istrinya.

"Kok kamu nyalahin aku mas ?! Aku udah berusaha, kata mu aja sibuk kerja nggak punya waktu buat keluarga !! Kamu nggak pantas ngomong gitu, kamu pikir aku nggak tau kelakuan mu di luar rumah, hah  !"

Ayah Benny menunjuk wajah ibu Benny.
"Jaga mulut mu itu ya!"

Benny terkekeh pelan.
"Sama-sama mendidik nggak benar ngapain saling nyalahin, lucu kalian itu" celetuk Benny di tengah perdebatan orang tuanya.

"Kamu masih aja ngelawan !" Ayah Benny sudah bersiap-siap menampar Benny lagi tapi ibunya segera menahan dan menyuruh Benny pergi ke kamar.

Benny menutup pintu kamarnya, dia masih bisa mendengar perdebatan orang tuanya dari dalam kamar.
"Mereka gila" kata Benny dengan senyum paksa di bibirnya.

.
.

Bersambung ...

Kelas 3 (Tamat BL18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang