Malam harinya, di desa sebelah tampak sosok orang tua yang tengah melakukan meditasi di sebuah tempat angker. Dia merapal mantra-mantra sambil membakar dupa. Dan, tak lama kemudian muncullah sosok iblis berwujud wanita cantik dengan selendang merah dan mahkota emas.
"Ki Wongso, apa gerangan yang membuat kau memanggilku?" tanyanya dengan tatapan tajam.
"Nyai, saya memanggil anda untuk membicarakan akhir dari perjanjian antara leluhurku dan engkau. Saya sudah putuskan, setelah perjanjian desa Mlintang berakhir, saya ingin melepaskan semuanya," kata Ki Wongso.
Sosok itu menatap tajam pada sang dukun. Dia tersenyum.
"Ki Wongso, apa yang membuatmu berfikir jika aku merelakan kamu untuk pergi begitu saja dariku? apa kamu juga menginginkan harta seperti halnya orang-orang yang memujaku?" tanyanya kemudian.
Sang Dukun menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Nyi. Bukan harta atau kekayaan yang aku inginkan. Aku ingin mengembalikan semua ilmu yang telah kau turunkan pada leluhurku. Aku ingin menjadi orang biasa. Bukankah perjanjian antara leluhurku akan berakhir setelah sepuluh keturunan? Aku adalah keturunan ke sepuluh dari Ki Broto, dan kini aku ingin mengakhiri perjanjian ini," kata Sang Dukun dengan nada tegas.
Sosok itu berfikir sejenak. Dia mencoba menggoda sang dukun.
"Pikirkanlah, Ki Wongso. Dengan segala kesaktian dan kehebatan ilmumu, kamu bisa menguasai dunia. Kamu bisa mencari kekayaan. Kamu bisa menikahi wanita secantik dan se elok yang kau mau. Kalau kau ingin tetap meneruskan apa yang leluhurmu lakukan, kau tak perlu lagi buat perjanjian. Syarat yang ku minta tak akan berubah. Kau tak perlu menumbalkan keluarga dan orang yang kau sayangi. Dan, satu hal lagi. Kesaktianmu akan aku tambah dia kali lipat jika kau berhasil membantuku untuk mendapatkan budak-budak manusia yang serakah. Sungguh sayang jika kau akhiri semuanya. Bukankah kamu masih bisa dapat kekayaan dari orang-orang tamak yang sudah buta hatinya? Kalaupun ada orang serakah itu yang hendak menumbalkanmu percayalah itu tak akan terjadi," balas sosok itu.
Keinginan Ki Wongso sudah bulat. Dia memilih untuk melepas semua ilmu yang diturunkan leluhurnya.
"Tidak, Nyi. Aku ingin kembali ke jalan yang lurus. Aku tak ingin menjerumuskan kaumku lagi. Aku ingin bertaubat pada Sang Pencipta," kata Ki Wongso.
"Hahahaha! Tidak semudah itu kau bertaubat. Kau sudah banyak menjerumuskan manusia! Kau pun tak mudah untuk bertaubat karena semua leluhurmu telah mendapatkan harta yang haram!" balas sosok iblis itu sambil tertawa keras.
"Saya masih percaya pada Sang Pencipta. Apapun jalannya, akan saya tempuh walau nyawa taruhannya," tukas Ki Wongso.
Iblis itu menatap tajam pada Sang Dukun. Dia tersenyum kagum.
"Baiklah kalau itu memang keinginanmu. Tapi, sebelum kamu melepaskan ilmumu, tutuplah portal ghaib di Desa Mlintang dua hari lagi, tepat ketika bulan purnama di malam Jum'at Kliwon. Hanya itu caramu melepaskannya. Jika kau tutup portal itu, ilmumu akan terlepas, namun ada hal yang harus ku sadari. Setelah ilmumu terlepas, umurmu tak akan panjang lagi," kata sosok itu.
"Baik, akan aku lakukan apapun resikonya," tukas Ki Wongso.
Sosok itu menghilang. Ki Wongso kembali bangun dari semedinya. Dia merenung sejenak.
"Anak-anak itu harus aku suruh keluar secepatnya. Tapi, bagaimana aku mengatakannya? Kira-kira pada siapa aku harus mengatakannya?" gumam Ki Wongso dalam hati.
Ki Wongso mulai menyusun rencananya.
"Mungkin aku harus datang ke rumah Kyai Yusuf, dan … oh ya. Aku ingat. Aku harus mendatangi Lasmi. Aku akan bebaskan pelajar yang masih terperangkap di alam ghaib," katanya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Horor
HorrorKumpulan cerpen horor dengan berbagai kisah. Semoga cerita ini menghibur.